Laporan Praktikum Ekologi Perairan

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN

Acara 7 dan 8


ANALISIS STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI EKOSISTEM SUNGAI DAN BIOTA SERTA FISIKOKIMIA KOLAM/DANAU

         

DISUSUN OLEH :

Estamia Putri Hinely Siahaan
F05112057


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2015






ANALISIS STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI EKOSISTEM SUNGAI DAN BIOTA SERTA FISIKOKIMIA KOLAM/DANAU




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Komunitas adalah kumpulan dari beberapa populasi. Komunitas memiliki struktur atau komponen yang tersusun didalamnya. Dalam ekologi, struktur komunitas dibedakan menjadi 2 macam yaitu struktur fisik dan struktur biologik. Struktur fisik suatu komunitas akan tampak jika diamati. Sedangkan struktur biologik suatu komunitas meliputi komposisi spesies, kelimpahan individu dalam spesies, perubahan temporal dalam komonitas, dan hubungan antara spesies dalam suatu komunitas. Kedua struktur ini sangat ketergantungan satu sama lain didalam ekosistem. Sungai sebagai ekosistem mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem tersebut. Komunitas yang sangat besar peranannya dalam ekosistem sungai adalah komunitas bentos. Bentos adalah hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada pada dasar perairan baik bersifat sesil maupun motil yang dapat merayap atau menggali lubang. Bentos juga merupakan organisme perairan yang keberadaannya dapat dijadikan indikator perubahan kualitas biologi perairan sungai. Hal ini disebabkan adanya respon yang berbeda terhadap suatu bahan pencemar yang masuk dalam perairan sungai dan bersifat immobile. Struktur komunitas bentos juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan abiotik yaitu keadaan substrat, unsur kimia dalam air, suhu, interaksi jenis serta pola siklus hidup masing-masing jenis dalam komunitas. Ekosistem adalah kumpulan dari komunitas beserta faktor biotik (tumbuhan, hewan dan manusia) dan abiotik (suhu, iklim, senyawa-senyawa organic dan anorganik). Salah satu ekosistem perairan tawar adalah kolam dan danau. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan pH sekitar 6, kondisi permukaan air tidak selalu tetap, ada kalanya naik turun, bahkan suatu ketika dapat pula mongering. Kehidupan di air dijumpai tidak hanya pada badan air tetapi juga pada dasar air yang padat. Di dasar air, jumlah kehidupan sangat terbatas, karena ketersediaan nutrien juga terbatas. Oleh karena itu hewan yang hidup di air dalam, hanyalah hewan-hewan yang mampu hidup dengan jumlah dan jenis nutrien juga terbatas, sekaligus bersifat bartoleran. Faktor fisis yang dapat mempengaruhi kehidupan organisme antara lain suhu, cahaya kelembapan, garam-garam, arus, tekanan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui komposisi dan strutur plankton suatu kolam/danau dan hubungannya dengan faktor lingkungan. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian jumlah dan jenis bentos serta faktor lingkungan untuk menganalisis struktur komunitas makrozoobenthos di ekosistem sungai yang terdapat di hutan nipah pangjang dan tepi dermaga laut di daerah padang tikar dan biota dan fisikomkimia kolam/danau di daerah tersebut.
            Dalam pergerakannya air selain melarutkan sesuatu, juga mengikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar, yang disebut dengan alur sungai (badan sungai). Lebih jauh dikemukakan bahwa aliran sungai di bagian luarnya dibatasi oleh bagian batuan yang keras yang disebut dengan tanggul sungai (Wirahkusuma, 2003).
Ekosistem sungai (lotik) dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata) air yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral, ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal. Zona ritral dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarithral (bagian tengah), dan hyporithral (bagian yang paling akhir). Setelah melewati zona hyporithral, aliran sungai akan memasuki zona potamal, yaitu aliran sungai pada daerah-daerah yang relatif lebih landai dibandingkan dengan zona rithral. Zona potamal dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epipotamal , metapotamal, dan hypopotamal (Barus, 2004).
Menurut Sandy (1985), nama bagian sungai dapat dibedakan menjadi empat yaitu, induk sungai, yang merupakan tubuh sungai yang terpanjang dan lebar mulai dari hulu sungai sampai ke hilir sungai, anak sungai adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan induk sungai, alur anak cabang sungai, adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan anak sungai,dan alur mati (creek), adalah alur-alur di bagian teratas yang kadang kala berair apabila hujan, dan pada waktu tidak ada hujan maka akan kering. Ekosistem sungai secara tata ruang dapat dibagi menjadi dua bagian :
a. Ruang air yang berisi organisme hidup seperti tumbuhan air, plankton, ikan dan lain-lain.
b. Ruang dasar sungai yang berisi populasi bentik atau bentos yang hidup dalam dan atau menempel pada sedimen.
Secara ekologis organisme di perairan sungai dapat dibedakan menjadi dua zone atau subhabitat, yaitu :
a.  Subhabitat riam merupakan bagian sungai yang airnya dangkal tetapi arusnya cukup kuat untuk mencegah terjadinya pengendapan sedimen dasar, sehingga dasar sungai bersifat keras. Pada daerah ini hidup organisme bentik atau perifiton khususnya yang dapat melekat atau berpegang erat pada substrat padat dan jenis ikan yang dapat berenang melawan arus.
b. Subhabitat arus lambat merupakan bagian sungai yang lebih dalam dan arusnya lebih lemah atau lambat dibandingkan subhabitat riam. Pada daerah ini partikel-partikel cenderung mengendap sebagai sedimen di dasar sungai. Pada daerah ini hidup organisme bentos, nekton dan kadang-kadang plankton (Wetzel, 1995).
Bentos adalah semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas). Berdasarkan tempat hidupnya, bentos dapat dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna,yaitu bentos yang hidupnya tertanam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh hidupnya bersifat bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya (Barus, 2004).
Menurut Pearsons,  hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya.Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas :
a.  Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari diptera, odonata dan lain sebagainya.
b.  Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm -1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil, dan crustaceae kecil.
c.  Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah protozooa khususnya cilliata.
Rosenberg menyatakan bahwa hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis yang tergolong ke dalam kelompok makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air dikenal juga dengan istilah makrozoobentos. Hewan ini memegang peranan penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detrivor dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan (Suin, 2002).
Sebagai organisme dasar perairan, bentos memiliki habitat yang relatif tetap. Dengan sifat yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya. Komposisi maupun kemelimpahan makroinvertebrata tergantung kepada kepekaan/ toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi dan kemelimpahan makroinvertebrata air relatif tetap ( Effendi, 2003).
Gaufin mengelompokkan spesies makrozobentos berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik ke dalam kelompok :
a.  Intoleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik.
b. Fakultatif, yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran.
c. Toleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai diperairan yang berkualitas jelek.
·      Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air
Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan kualitas perairan, sedangkan analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk makrozoobentos (Nybakken, 1992).
Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Fitriana, 2006).

·      Faktor Fisika - Kimia yang Mempengaruhi Komunitas Makrozoobentos
Menurut Nybakken (1992), sifat fisika-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisika- kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi. Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kondisi dan kualitas perairan. Faktor abiotik (fisika-kimia) perairan yang mempengaruhi komunitas makrozoobentos antara lain: (Wetzel, 1995).

1.    Kecepatan arus
       Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian antara bagian hilir dan hulu (topografi) badan air, dimana semakin tinggi perbedaan ketinggian (elevasi) tersebut maka arus semakin kuat. Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar (sedimen) dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada. Kaitannya dengan kecepatan arus terdapat tujuh bentuk adaptasi yang dilakukan makrozoobentos, yaitu:
a. Membentuk kait dan alat pelekat
b. Melekat pada substrat yang kokoh.
c. Bentuk tubuh yang sesuai.
d. Tubuh pipih.
e. Reotaksis positif.
f. Tigmotaksis positif.
g. Bagian tubuh melekat.
       Kecepatan arus merupakan salah satu faktor penentu kemelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Pada perairan yang relatif tenang dan banyak ditumbuhi tumbuhan air biasanya banyak ditemukan kelompok Molusca sedangkan perairan dengan arus kuat atau jeram banyak ditemukan makrozoobentos dari kelompok Insekta dan Hirudinae (Wibisono, 2004).
       Organisme yang ada di dasar sungai bergantung kepada sifat dasar sungainya. Dasar sungai tergantung kepada kecepatan arus air jika aliran sungai deras, maka dasar sungai mengandung kerikil dan pasir. Jika arus hampir diam, maka dasar sungai adalah lumpur (Wirakusumah, 2003).
2.    Temperatur Air
Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’ Hoffs kenaikan temperatur sebesar 100 C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Temperatur air pada suatu perairan merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan distribusi makroinvertebrata air. Pada umumnya temperatur di atas 300C dapat menekan populasi makroinvertebrata air (Odum, 1971).
            Hewan makroinvertebrata air pada masa perkembangan awal sangat rentan terhadap temperatur tinggi dan pada tingkatan tertentu dapat mempercepat siklus hidup sehingga lebih cepat dewasa. Temperatur yang tinggi menyebabkan semakin rendahnya kelarutan oksigen yang menyebabkan sulitnya organisme akuatik dalam melakukan respirasi karena rendahnya kadar oksigen terlarut (Barus, 2004).

3.    Penetrasi Cahaya
       Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan. Pengaruh utama dari kekeruhan adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Sehingga menurunkan aktifitas fotosintesis fitoplankton dan alga, akibatnya menurunkan produktivitas perairan. Muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada waktu musim penghujan kandungan lumpur relatif lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi; sedangkan pada musim kemarau tingkat kekeruhan air sungai dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan sungai. Cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi. Berkurangnya cahaya matahari disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang tidak larut seperti debu, tanah liat maupun mikroorganisme air yang mengakibatkan air menjadi keruh (Effendi, 2003).

4.    Intensitas Cahaya
       Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke mengabsorbsi cahaya matahari. Efek ini terutama akan terlihat pada daerah hulu yang aliran airnya umumnya masih kecil dan sempit. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Larva dari Baetis rhodani akan bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya, dimana jika intensitas cahaya matahari berkurang, hewan ini akan ke luar dari tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar perairan, bergerak menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makanan (Barus, 2004).

5.    DO (Disolved Oxygen)
       Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, yaitu untuk respirasi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigenKelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi temperatur, dimana kelarutan maksimum oksigen di dalam air pada temperatur 00 C sebesar 14,16 mg/l O2, kelarutan ini akan menurun jika temperatur air meningkat. Nilai DO yang berkisar di antara 5,45 – 7,00 mg/l cukup bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran ekosistem tersebut. Kadar organik adalah satu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobentos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos dan sebagai organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan bentos (Barus, 2004).

6.    Indeks Keanekaragaman
       Penggunaan bentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi.  Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar.  Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar.  Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Odum, 1971).  
       Indeks diversitas mungkin hasil dari kombinasi kekayaan dan kesamaan spesies. Ada nilai indeks diversitas yang sama didapat dari komunitas  dengan kekayaan yang rendah dan tinggi kesamaan kalau suatu komunitas yang sama didapat  dari  komunitas  dengan  kekayaan  tinggi  dan  kesamaan  rendah. Jika hanya memberikan nilai indeks diversitas, tidak mungkin untuk mengatakan apa pentingnya relatif kekayaan dan kesamaan spesies. Dimana  Pi = ukuran individu (atau biomas, dll) yang dimiliki oleh satu spesies.Hill menunjukkan bahwa urutan 0, 1, dan 2 dari jumlah diversitas. Jumlah Diversitas Hill adalah:
Jumlah  0 :   N0  =   S     dimana  S  adalah jumlah total spesies 
Jumlah 1  :   N1  =   e H’dimana   H adalah indeks Shanon
Jumlah 2  :   N2  =   1/λ   dimana  λ adalah indeks  Simpson.
Jumlah diversitas  ini dalam unit-unit, jumlah spesies dihitung disebut oleh Hill sebagai  jumlah  spesies  efektif  yang  ada  dalam  sampel.  Jumlah  spesies  efektif  ini adalah  suatu  hitungan  untuk  kelimpahan sebanding yang didistribusikan diantaraspesies.  Jadi unit Hill,s adalah spesies yang jumlahnya meningkat :
1) kurang lebar ditempati spesies jarang (disebut N0, jumlah yang paling rendah,  adalah  jumlah  semua  spesies  dalam  sampel),
2)Nilai lebih rendahdihasilkan  dari  N1  dan  N2,  menunjukkan  melimpah  dan  sangat  melimpah  dalam sampel. Kriteria  komunitas  lingkungan  berdasarkan ndeks  Keanekaragaman  Jenis  menurut Lee yaitu :
Tabel 1.  Kriteria Komunitas Lingkungan Berdasarkan Indeks Keanekaragaman
Indeks Keanekaragaman Jenis
Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis
> 2,0 
Tinggi
≤ 2,0  
Sedang
< 1,6 
Rendah
< 1,0  
Sangat rendah

7.    Indeks Kemerataan (E)
            Nilai  indeks  kemerataan  jenis  dapat  menggambarkan  kestabilan suatu  komunitas.  Nilai indeks  kemerataan  (E)  berkisar  antara  0-1. Semakin  kecil  nilai  E  atau  mendekati  nol,  maka  semakin  tidak  merata penyebaran  organismee  dalam  komunitas  tersebut  yang  didominansi  oleh jenis  tertentu  dan  sebaliknya  semakin  besar  nilai  E  atau  mendekati  satu, maka  organismee  dalam  komunitas  akan  menyebar  secara. Rumus dari  indeks  keseragaman  Pielou  (E)  menurut  yaitu sebagai berikut :
E= H’ / lnS
Keterangan :
E  =Indeks Keseragaman 
H’  = Indeks Keanekaragaman 
S  = Jumlah spesies 
Sebaran  fauna  seimbang  atau  merata  apabila  mempunyai  nilai  indeks  kemerataan  jenis  yang  berkisar  antara  0,6 -  0,8.  Berikut disajikan tabel kondisi suatu komunitas perairan berdasarkan nilai  indeks kemerataan :
      Tabel 2.  Kriteria Komunitas Lingkungan Berdasarkan Indeks Kemerataan
Nilai Indeks Kemerataan (E) 
Kondisi Komunitas
0,00 < E   0,50 
Komunitas berada pada kondisi tertekan
0,50 < E   0,75 
Komunitas berada pada kondisi labil
0,75 < E   1,00 
Komunitas berada pada kondisi stabil

8.        Indeks Shannon
        Indeks ini didasarkan  pada teori informasi dan merupakan suatu hitungan rata-rata yang tidak pasti dalam memprediksi individu spesies apa yang dipilih secara andom dari  koleksi  S  spesies    dan  individual  N  akan  dimiliki  .  Rata-rata ini naik dengannaiknya  jumlah  spesies  dan  distribusi  individu  antara  spesies-spesies  menjadi sama/merata . Ada 2 hal yang dimiliki oleh indeks Shanon yaitu ;
1.  H’=0 jika dan hanya jika ada satu spesies dalam sampel.
2.  H’  adalah  maksimum  hanya  ketika  semua  spesies  S  diwakili  oleh  jumlah individu  yang  sama,  ini  adalah  distribusi  kelimpahan  yang  merata  secara sempurna.
H’  =  -Σ (Pi LnPi)  dimana H’ adalah rata-rata.
i=1
Tidak  pasti  spesies  dalam  komunitas  yang  tidak  terbatas  membuat  S* spesiesyang  kelimpahan  proporsional  P1,  P2,  P3,  .  .  .  PS*.  S*  adan  Pi’S  adalah  parameter populasi dan dalam praktek H’ diduga dari suatu sampel sebagai:
                             H’   =   Σ     [ ( ni/N) Ln ( ni /N) ]
                              i=1             
      Dimana    ni    adalah  jumlah  individu  tiap  S  spesies  dalam  sampel  dan    n    adalah jumlah total individu dalam dalam sampel. Jika n lebih besar, biasanya akan menjadi lebih kecil (Suin, 2002).

B. Masalah
1.      Bagaimana komposisi dan struktur komunitas makrozoobenthos di ekosistem sungai?
2.      Bagaimana hubungan komposisi dan struktur komunitas makrozoobenthos tersebut dengan faktor lingkungan?
3.      Bagaimana komposisi dan struktur plankton di ekosistem kolam atau danau?
4.      Bagaimana hubungan komposisi dan struktur komunitas plankton tersebut dengan faktor lingkungan?

C. Tujuan
1.    Untuk mengetahui komposisi dan struktur komunitas makrozoobenthos disungai dan hubungnnya dengan faktor lingkungan.
2.    Untuk mengetahui komposisi dan struktur plankton suatu kolam/danau dan hubungnnya dengan faktor lingkungan.






BAB II
METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
            Percobaan ini dilakukan pada tanggal 9 sampai 11 Januari 2015 di Sungai Kapuas Kota Pontianak, Pantai Nipah Pangjang, tepi dermaga laut, dan Pantai Kupang Padang Tikar. Adapun alat dan bahan yang dipakai dalam percobaan analisis struktur dan komposisi makrozoobenthos di ekosistem sungai yaitu ekman dredge, saringan 0,5 mm, botol koleksi, alkohol 70 %, termometer, pH meter, baki plastik, pinset, kuas kecil, MnSO4, H2SO4 pekat, KOH, KI, Na2S2O3 0,025 N, dan amilum 1 %. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan pada percobaan biota dan fisikokimia di kolam/danau yaitu formalin 4%, net plankton no. 25, keping secchi, termometer, pH meter, botol koleksi, kaca objek, kaca penutup, mikroskop, dan reagen untuk penentuan oksigen terlarut.

B.Cara Kerja
            Adapun cara kerja yang dilakukan pada percobaan analisis struktur dan komposisi makrozoobenthos di ekosistem sungai yaitu terdiri dari 3 cara/langkah. Langkah yang pertama yaitu penentuan lokasi, stasiun, dan titik sampling. Caranya, lokasi sungai yang akan kita teliti struktur komunitas makrozoobenthosnya dipilih. Sungai yang mempunyai bentuk lurus dengan panjang kurang lebih 100 m dipilih. Titik sampling dipilih secara stratifield ramdom dengan ulangan yang ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan asisten. Desain penelitian digambar lengkap dengan titik sampling dan juga profil sungai. Topografi dari kondisi lingkungan sekitar sungai tersebut dicatat. Flora dan fauna yang dominan disekitar sungai tersebut dicatat juga. Langkah kerja yang kedua yaitu sampel makrozoobenthos diambil dengan alat Ekman Dredge pada zona litoral. Lumpur yang tersangkut disaring atau diayak dengan menggunakan saringan bertingkat secara berurutan dari atas kebawah saringan berukuran mesh lebih besar sampai yang berukuran lebih kecil. Tujuan penyaringan ini adalah untuk menghilangkan lumpur. Sampel yang telah disaring dimasukkan kedalam kantong plastik atau botol koleksi yang diberi larutan  pengawet formalin 4%. Pada waktu pengambilan sampel bentos, dilakukan pengukuran faktor fisika kimia air yaitu arus, suhu, oksigen terlarut, pH, CO2 bebas, dan kandungan organik substrat. Langkah kerja yang ketiga yaitu pengukuran parameter lingkungan suhu, kecepatan arus, Ph, kandungan oksigen terlarut, kandungan  CO2 bebas, dan kadar organik substrat. Pada pengukuran suhu yaitu dengan cara membenamkan termometer air raksa didalam air. Pembacaan skala harus sewaktu termometer di dalam air. Pengukuran kecepatan arus dengan cara bola pimpong dilepaskan pada aliran sungai. Pada setiap sampling berbagai niche yang diteliti, ditentukan jaraknya 5 atau 10 meter atau sesuai kesepakatan. Bola pimpong dilepaskan dan pada saat yang bersamaan dicatat waktunya dan catat juga sewaktu bola tersebut mencapai ujung satunya. Kecepatan aru ditentukan dengan membagi waktu tempuh denga jarak tempuh. Kemudian, untuk mengukur besarnya pH digunakan pH meter. Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan metode mikro Wikler yang dilakukan sebagai berikut : sampel air diambil dengan botol Winkler sampai penuh, diusahakan tidak ada gelembung udara. Selajutnya, kedalam botol dimasukkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml KOH/KI, lalu dikocok sempurna dan dibiarkan kurang lebih 10 menit hingga terbentuk endapan kuning. Setelah terbentuk endapan kuning, ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat dan dikocok lagi. Sampel yang telah dikocok homogeny diambil sebanyak 50 ml, lalu dititrasi dengan Natrium Trisulfat sampai sampel berwarna kuning muda. Ditambahkan 2-3 tetes amilum sehingga larutan menjadi biru. Lanjutkan titrasi dengan Natrium Trisulfat sampai warna tepat bening, dan ml Trisulfat yang terpakai dicatat. Pengukuran oksigen terlarut diulangi sebayak 2 kali (jumlah Trisulfat yang terpakai) dengan rumus :
Ppm O2 =
Atau ;
Ppm O2 (ml/liter) = ml titran x 2
Kemudian, pengukuran kandungan CO2 bebas mengunakan dasar metode alkalimetri dengan kit lamotte. Air sampel diambil sebatas tanda (20 ml) yang tertera pada tabung, kemudian ditambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes, dititrasi air sampel tersebut dengan larutan NaOH standar sambil digoyang-goyangkan sampai warna larutan berubah menjadi merah jambu konstan. Titran yang keluar dicatat. Kadar CO2 terlarut dihitung sebagai berikut :
CO2 = titran x 0,5 pppm (jika skala biuret 100)
        = titran x 0,625 ppm (jika skala biuret 80)
Selanjutnya, pengukuran kadar organik substrat dilakukan dengan cara sebagai berikut : sampel substrat dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian dilanjutkan pengeringan didalam oven dengan suhu 85°C sampai beratnya konstan. Lalu, 10 gram substrat yang telah kering dimasukkan ke dalam cawan pembakar, selanjutnya dimasukkan kedalam tungku pembakar (furnace muffle) pada suhu 600°C selama 4 jam. Subrat yang telah diabukan ditimbang kembali. Dari berat kering dan berat abu yang diperoleh, maka dihitunglah kadar organik substrat dengan rumus :
KO =  x 100%
Kemudian, samppel makrozoobenthos yang didapatkan dibawa ke dalam laboratorium untuk diidentifikasi dan selanjutnya dihitung jumlah masing-masing jenis. Selanjutnya, dilakukan analisis data yaitu semua data mentah dikumpulkan (sebagai data kolektif), kemudian dibuat tabel dan dibuat dalam bentuk histogram. Struktur komunitas makrozoobenthos ditentukan berdasarkan komposisi dan indeks keragaman. Dari data yang diperoleh ditentukan kepadatan, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas, indeks kesamarataan, indeks Similaritas Sorensen dengan rumus indeks diversitas menurut Shannon-Wiener yaitu : H = -∑pi log2 pi, dimana H adalah indeks diversitas dan S adalah jumlah jenis serta Pi adalah perbandingan antara jumlah individu suatu jenis dengan jumlah individu seluruh jenis. Dan rumus indeks ekuitabilitas yaitu E =  ,dimana H maks = log2 s. Serta rumus indeks similaritas sorensen yaitu IS = , dimana C adalah jumlah jenis yang sama pada kedua habitat A dan B, A adalah jumlah jenis habitat A dan B adalah jumlah jenis habitat B. Sedangkan cara kerja pada percobaan biota dan fisikokimia kolam/danau yaitu ada dua perlakuan yaitu dilapangan dan di laboratorium. Perlakuan  di lapangan yaitu dengan mengukur faktor fisis dan faktor kimia air. Faktor fisis meliputi suhu air, suhu kelmbapan udara, dan kekeruhan. Sedangkan faktor kimia air meliputi pH dan oksigen terlarut pada jam yang telah ditentukan. Pengukuran ini dilakukan setiap 2 jam setelah 24 jam (12 kali). Bersamaan waktunya dengan pengukuran faktor fisika-kimia air, dilakukan pengambilan sampel plankton. Pengambilan sampel plankton dilakukan secara vertikal dan horizontal. Pengambilan sampel plankton secara vertikal yaitu net plankton dibenamkan sampai kedasar perairan (kurang lebih 3 meter), kemudian ditarik pelan-pelan . agar plankton yang masuk terkumpul pda botol penampung, maka net plankton ini diturunkan beberapa kali di permukaan air. Dipindahkan yang tertampung ke botol koleksi dan diberi 10 tetes formalin 4%. Kemudian, pada pengambilan sampel plankton secara horizontal yaitu net plankton dilempar sejauh 5 m, kemudian ditarik cepat-cepat agar net plankton tidak terbenam. Agar plankton yang masuk net terkumpul pada botol penampung, maka net plankton ini diturun naikkan beberapa kali dari permukaan air. Kemudian, air yang tertampung dipindahkan ke dalam botol koleksi dan diberi 10 tetes formalin 4%. Lalu, dilanjutkan perlakuan yang keduan yaitu di laboratorium yaitu sampel plankton yang diambil dari lapangan diperiksa di bawah mikroskop minimal 2 ml. Kemudian, ditentukan jenis yang didapat dan dihitung jumlah masing-masing jenis tersebut. Selanjutnya, dilakukan analisis data terhadap hubungan komposisi dan jumlah plankton dengan waktu pengambilan sampel.







BAB III
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil

 Tabel Data Pengamatan Ekologi Perairan Di Sungai Kapuas
No
Parameter Pengukuran
Titik 1
Titik 2
1.
Suhu air
27C
27C
2
Suhu udara
38C
38C
3
Ph


4
Intensitas cahaya
4970 lux
4970 lux
5
Salinitas
Air tawar
Air tawar
6
Kekeruhan
43
46
7
Arus
19 s

8
Kedalaman
1,9 m
2,3 m
9
Pengambilan sampel plankton
1.      Vertikal
2.      Horizontal


Nitzsohia elosterium
10
Pengambilan sampel bentos


11
Kandungan senyawa dalam air
1.      COD



Tabel 1 Pengamatan Ekologi Perairan di Dermaga (Titik 1)
No
Parameter Pengukuran
Titik 1
Titik 2
1.
Suhu air
290C
290C
2
Suhu udara
270C
270C
3
pH
7
6
4
Intensitas cahaya
3304 lux
1900 lux
5
Salinitas
Asin
Asin
6
Kekeruhan
36
35
7
Kcepatan Arus
6,03 s
6,02 s
8
Kedalaman
1,60 m
1,50 m
9
Pengambilan sampel plankton
a.   Vertikal



b.    Horizontal
Closterium kuetzinggi

Cerotium fusus
10
Pengambilan sampel bentos
Characium longipes Rab (3) , Nitzschin closterium (15), Mycrocystus flosagus kirch (1), Polyedrium lobulatum Nneg (6),Rhapidium polymorphum Kuert z(1),Polyedrium trigonum Nneg (4), Sorastrum indicus Bermard (2),Stouroneis parculum(6),Bacteriastrum deliantus (4),
Rhizosolenia alala forma grallima , Rhizosolenia stoltorforthi ,Pleurosigma angulatum Var.steigosa
11
Kandungan senyawa dalam airCOD
Ulangan 1
Ulangan 2

0,8 ppm
0,12ppm

0,6 ppm
1 ppm


Tabel 2 Pengamatan Ekologi Perairan di Pantai Nipah Panjang (Titik 2)
No
Parameter Pengukuran
Titik 1
Titik 2
Titik 3
1.
Suhu air
27oC
27,5oC
28oC
2
Suhu udara
280C
280C
280C
3
Ph
6
7
7
4
Intensitas cahaya
1260 lux
1180 lux
950 lux
5
Salinitas
Asin
Asin
asin
6
Kekeruhan
44
71
64
7
Kcepatan Arus
10,11 s
8,825 s
15,55 s
8
Kedalaman
1,38 m
1,72 m
2,57  m
9
Pengambilan sampel plankton
a.   Vertikal




b.   Horizontal
Amoeba proteus
Oscillatoria linnosa Ag
Rabdonelln lohuaani
10
Pengambilan sampel bentos
Nittzcchia curvula (28), Gamphosphaeria aponina kc (1),
Ceratium fusus (7), Pinnularin legumen (1), Synedern acus (1), Lacrimarin sp (1), Nitzsohia eosterium (1).
Characium longipes rab (2),
Sorastrum Indicus (3)

11
Kandungan senyawa dalam airCOD
Ulangan 1
Ulangan 2

1 ppm
0,6 ppm

0,6 ppm
0,6 ppm

0,8 ppm
0,6 ppm


Tabel 3 Pengamatan Ekologi Perairan di Pantai Kupang (Titik 3)

No
Parameter Pengukuran
Titik 1
Titik 2
Titik 3
1.
Suhu air
280C
300C
280C
2
Suhu udara
270C
290C
270C
3
pH
7
7
7
4
Intensitas cahaya
5320 lux
1900 lux
1263 lux
5
Salinitas
Asin
Asin
asin
6
Kekeruhan
24 cm
24 cm
38 cm
7
Kcepatan Arus
18,37 s
7,06 s
8,17 s
8
Kedalaman
2,15 m
3,10 m
4,25 m
9
Pengambilan sampel plankton
a.   Vertikal






b.   Horizontal
Closterium kuetzinggii
Nitzschia veruicularis,
Rhizosolenia alata forma curvirolris(36) , Nitzschia veruicularis, Oscillntoria linnosa Ag (3), Chactoceros anaslomosans (1), Chaero ceros indicium (1), Chaeloceros mitra (1)
10
Pengambilan sampel bentos

Pterrosagitta draca, Closterium kuetzinggii, Pleurosigma fasciola Ehenberg ,

11
Kandungan senyawa dalam airCOD
Ulangan 1
Ulangan 2

0,4 ppm
0,4 ppm

1 ppm
2 ppm

0,8 ppm
0,8 ppm
B. Pembahasan
Pada percobaan ini mengenai struktur dan komposisi bentos di ekosistem sungai dan biota serta fisikokimia di kolam/danau. Penelitian ini dilakukan di Sungai Kapuas Kota Pontianak, Pantai Hutan Nipah Panjang, dan Pantai Kupang  bertujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur komunitas makrozoobenthos disungai dan hubungannya dengan faktor lingkungan. Selain itu, juga untuk mengetahui komposisi dan struktur plankton suatu kolam/danau dan hubungnnya dengan faktor lingkungan. Penelitian bentos kali ini juga untuk mengetahui kondisi Sungai Kapuas karena bentos merupakan organisme perairan yang keberadaannya dapat dijadikan indikator perubahan kualitas biologi perairan sungai. Dari data yang diperoleh dapat diketahui faktor fisik perairan yaitu pengukuran rata-rata suhu air dengan menggunakan termometer sekitar 27C, artinya menunjukkan kisaran suhu yang cukup tinggi karena pengamatan dilakukan pada pagi menjelang siang hari. Tinggi rendahnya nilai temperatur suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan organisme air termasuk bentos. Tingginya nilai temperatur dapat mempengaruhi jumlah, jenis, dan persebaran bentos dalam suatu ekosistem. Peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dan udara dan dari proses fotosintesis (Barus, 2004). Faktor fisik selanjutnya yaitu suhu udara didapatkan rata-rata suhu udara sekitar 38C dengan menggunakan termometer, yang menunjukkan kisaran yang cukup tinggi pula. Pengamatan faktor fisik berikutnya yaitu intensitas cahaya didapatkan hasil sekitar 4970 lux. Kemudian pengukuran kekeruhan air didapatkan hasil dengan nilai rata-rata 44,5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kekeruhan air Sungai Kapuas tergolong tidak baik dibandingkan dengan kualitas standar. Jika tingkat kekeruhannya telah mencapai 1000 FTU menunjukan kondisi perairan telah banyak tercemar oleh sampah-sampah organik maupun anorganik. Kekeruhan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk.  Penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organismee fotosintetik dan juga mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu (Barus, 2004). Kecepatan arus diperoleh nilai 19 sekon yang artinya kecepatan arus lambat. Semakin lebar sungai dapat menurunkan kecepatan arus sungai. Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian antara bagian hilir dan hulu (topografi) badan air, dimana semakin tinggi perbedaan ketinggian (elevasi) tersebut maka arus semakin kuat. Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar (sedimen) dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada. Kecepatan arus merupakan salah satu faktor penentu kemelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Perairan yang relatif tenang dan banyak ditumbuhi tumbuhan air biasanya banyak ditemukan kelompok Molusca sedangkan perairan dengan arus kuat atau jeram banyak ditemukan makrozoobentos dari kelompok Insekta dan Hirudinae. Sampel diambil menggunakan Eckmann grab, kemudian diidentifikasi di Laboratorium FKIP Biologi Universitas Tanjungpura Pontianak. Plankton yang didapat hanya satu jenis yaitu Nitzsohia elosterium, jika dihubungkan dengan faktor lingkungan maka tingkat keanekaragaman bentos di Sungai Kapuas sangat rendah karena hanya terdapat satu jenis bentos saja.
            Pada pengamatan struktur dan komposisi makroozoobenthos, biota, dan fisikokimia di dermaga diperoleh faktor fisik pada hasil pengamatan yang menunjukkan keadaan baik dilihat dari suhu air, suhu udara, pH, intensitas cahaya, kekeruhan, salinitas, kecepatan arus, kedalaman, kandungan senyawa COD dalam air, dan jenis plankton yang didapatkan. Terdapat sekitar 2 jenis plankton yang hidup di sekitar dermaga tersebut yaitu Closterium kuetzinggi dan Cerotium fusus..Dan terdapat 22 jenis bentos yaitu sebanyak 3 spesies Characium longipes Rab, sebanyak 15 spesies Nitzschin closterium, sebanyak 1 spesies Mycrocystus flosagus kirch, sebanyak 6 spesies Polyedrium lobulatum Nneg, sebanyak 1 spesies Rhapidium polymorphum Kuert z, sebanyak 4 spesies Polyedrium trigonum Nneg, sebanyak 2 spesies Sorastrum indicus Bermard, sebanyak 6 spesies Stouroneis parculum, dan sebanyak 4 spesies Bacteriastrum deliantus. Artinya daerah tersebut memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi dibandingkan dengan keanekaragaman yang terdapat di Sungai Kapuas.
Pada pengamatan struktur dan komposisi makroozoobenthos di Pantai Nipah Panjang dan biota serta fisikokimia ekosistem kolam/danau dilihat dari suhu air, suhu udara, pH, intensitas cahaya, kekeruhan, salinitas, kecepatan arus, kedalaman, kandungan senyawa COD dalam air, dan jenis plankton serta bentos yang didapatkan. Terdapat sekitar 3 jenis plankton yang hidup di sekitar dermaga tersebut yaitu Amoeba proteus, Oscillatoria linnosa Ag, dan Rabdonelln lohuaani. Dan terdapat 9 jenis bentos yaitu sebanyak 28 spesies Nittzcchia curvula, sebanyak 1 spesies Gamphosphaeria aponina kc, sebanyak 7 spesies Ceratium fusus, sebanyak 1 spesies Pinnularin legumen, sebanyak 1 spesies Synedern acus, sebanyak 1 spesies Lacrimarin sp, sebanyak 1 spesies Nitzsohia eosterium, sebanyak 2 spesies Characium longipes rab, dan sebanyak 3 spesies Sorastrum Indicus. Artinya daerah tersebut memiliki keanekaragaman yang cukup rendah dibandingkan dengan keanekaragaman yang terdapat di dermaga, tetapi cukup tinggi dibandingkan Sungai Kapuas.
Pada pengamatan struktur dan komposisi makroozoobenthos di Pantai Kupang dan biota serta fisikokimia ekosistem kolam/danau diperoleh faktor fisik pada hasil pengamatan yang menunjukkan keadaan baik dilihat dari suhu air, suhu udara, pH, intensitas cahaya, kekeruhan, salinitas, kecepatan arus, kedalaman, kandungan senyawa COD dalam air, dan jenis plankton serta bentos yang didapatkan. Terdapat sekitar 8 jenis plankton yang hidup di sekitar dermaga tersebut yaitu Closterium kuetzinggii, Nitzschia veruicularis, Rhizosolenia alata forma curvirolris sebanyak 36 spesies , Nitzschia veruicularis, Oscillntoria linnosa Ag sebanyak 3 spesies, Chactoceros anaslomosans sebanyak 1 spesies, Chaero ceros indicium sebanyak 1 spesies, dan Chaeloceros mitra sebanyak 1 spesies juga. Dan terdapat 3 jenis bentos yaitu  spesies Pterrosagitta draca, Closterium kuetzinggii, Pleurosigma fasciola Ehenberg. Artinya daerah tersebut memiliki keanekaragaman yang cukup rendah dibandingkan dengan keanekaragaman yang terdapat di .dermaga dan sungai Nipah Panjang, tetapi memiliki keanekaragaman cukup tinggi jika dibandingkan dengan Sungai Kapuas.








BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
            Sungai Kapuas memiliki keanekaragaman yang sangat rendah dibandingkan dengan kawasan dermaga, Pantai Nipah Pangjang, dan Pantai Kupang. Kawasan dermaga memiliki keanekaragaman yang tinggi dibandingkan dengan daerah Sungai Kapuas, Pantai Nipah Pangjang, dan Pantai Kupang. Dan Pantai Nipah Pangjang memiliki keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan dengan Pantai Kupang dilihat dari hubungan struktur dan komposisi makrozoobentos dan planton serta faktor fisikokimia lingkungan.

B. Saran
Sebaiknya praktikum dijalani dengan tertib dan teratur.






Daftar Pustaka
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.USU Press. Medan.

Effendie, H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Dayadan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Fitriana, Y. R. 2006. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobentos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali.Biodiversitas, (7): 67-72.

Nybakken, JW. 1992. Biologi Laut satu Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT Gramedia.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.

Suin NM. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas.Padang. 

Wetzel, RG. And GE. Likens. 1995.Limnology Analysis. SpringerVerlag. New York.

Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan Edisi 2. UI Press. Jakarta.

Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-dasar Ekologi. UI Press. Jakarta.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan

Laporan Praktikum Minimal Area

Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan Fenologi