Laporan Praktikum Ekologi Perairan
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERAIRAN
Acara 7 dan 8
“ANALISIS
STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI EKOSISTEM SUNGAI DAN BIOTA SERTA
FISIKOKIMIA KOLAM/DANAU”
DISUSUN OLEH :
Estamia Putri Hinely Siahaan
F05112057
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2015
ANALISIS STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI EKOSISTEM SUNGAI DAN BIOTA SERTA
FISIKOKIMIA KOLAM/DANAU
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Komunitas
adalah kumpulan dari beberapa populasi. Komunitas memiliki struktur atau
komponen yang tersusun didalamnya. Dalam ekologi, struktur komunitas dibedakan
menjadi 2 macam yaitu struktur fisik dan struktur biologik. Struktur fisik
suatu komunitas akan tampak jika diamati. Sedangkan struktur biologik suatu
komunitas meliputi komposisi spesies, kelimpahan individu dalam spesies,
perubahan temporal dalam komonitas, dan hubungan antara spesies dalam suatu
komunitas. Kedua struktur ini sangat ketergantungan satu sama lain didalam
ekosistem. Sungai sebagai ekosistem mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik
yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling
mempengaruhi. Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama
lainnya membentuk suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosistem
tersebut. Komunitas yang sangat besar peranannya dalam ekosistem sungai adalah
komunitas bentos. Bentos adalah hewan yang sebagian atau seluruh siklus
hidupnya berada pada dasar perairan baik bersifat sesil maupun motil yang dapat
merayap atau menggali lubang. Bentos juga merupakan organisme perairan yang
keberadaannya dapat dijadikan indikator perubahan kualitas biologi perairan
sungai. Hal ini disebabkan adanya respon yang berbeda terhadap suatu bahan
pencemar yang masuk dalam perairan sungai dan bersifat immobile.
Struktur komunitas bentos juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan
abiotik yaitu keadaan substrat, unsur kimia dalam air, suhu, interaksi jenis serta
pola siklus hidup masing-masing jenis dalam komunitas. Ekosistem adalah
kumpulan dari komunitas beserta faktor biotik (tumbuhan, hewan dan manusia) dan
abiotik (suhu, iklim, senyawa-senyawa organic dan anorganik). Salah satu
ekosistem perairan tawar adalah kolam dan danau. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering
digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan pH sekitar 6, kondisi
permukaan air tidak selalu tetap, ada kalanya naik turun, bahkan suatu ketika
dapat pula mongering. Kehidupan di air dijumpai tidak hanya pada
badan air tetapi juga pada dasar air yang padat. Di dasar air, jumlah kehidupan
sangat terbatas, karena ketersediaan nutrien juga terbatas. Oleh karena itu
hewan yang hidup di air dalam, hanyalah hewan-hewan yang mampu hidup dengan
jumlah dan jenis nutrien juga terbatas, sekaligus bersifat bartoleran. Faktor fisis
yang dapat mempengaruhi kehidupan organisme antara lain suhu, cahaya
kelembapan, garam-garam, arus, tekanan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
percobaan ini dilakukan untuk mengetahui komposisi dan strutur plankton suatu
kolam/danau dan hubungannya dengan faktor lingkungan. Oleh karena
itu, dilakukanlah penelitian jumlah dan jenis bentos serta faktor lingkungan
untuk menganalisis struktur komunitas makrozoobenthos di ekosistem sungai yang
terdapat di hutan nipah pangjang dan tepi dermaga laut di daerah padang tikar
dan biota dan fisikomkimia kolam/danau di daerah tersebut.
Dalam pergerakannya air selain
melarutkan sesuatu, juga mengikis bumi, sehingga akhirnya terbentuklah cekungan
dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar, yang disebut dengan
alur sungai (badan sungai). Lebih jauh dikemukakan bahwa aliran sungai di
bagian luarnya dibatasi oleh bagian batuan yang keras yang disebut dengan
tanggul sungai (Wirahkusuma, 2003).
Ekosistem
sungai (lotik) dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata)
air yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi
rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada
tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan
air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan beberapa mata air
akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral,
ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal. Zona ritral dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarithral
(bagian tengah), dan hyporithral (bagian yang paling akhir). Setelah
melewati zona hyporithral, aliran sungai akan memasuki zona potamal,
yaitu aliran sungai pada daerah-daerah yang relatif lebih landai dibandingkan
dengan zona rithral. Zona potamal dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu epipotamal , metapotamal, dan hypopotamal (Barus,
2004).
Menurut Sandy
(1985), nama bagian sungai dapat dibedakan menjadi empat yaitu, induk sungai,
yang merupakan tubuh sungai yang terpanjang dan lebar mulai dari hulu sungai
sampai ke hilir sungai, anak sungai adalah cabang-cabang sungai yang menyatu
dengan induk sungai, alur anak cabang sungai, adalah cabang-cabang sungai yang
menyatu dengan anak sungai,dan alur mati (creek), adalah alur-alur di
bagian teratas yang kadang kala berair apabila hujan, dan pada waktu tidak ada
hujan maka akan kering. Ekosistem sungai secara tata ruang dapat dibagi menjadi
dua bagian :
a. Ruang air yang berisi organisme hidup
seperti tumbuhan air, plankton, ikan dan lain-lain.
b. Ruang dasar
sungai yang berisi populasi bentik atau bentos yang hidup dalam dan atau
menempel pada sedimen.
Secara
ekologis organisme di perairan sungai dapat dibedakan menjadi dua zone atau
subhabitat, yaitu :
a. Subhabitat riam merupakan bagian sungai yang
airnya dangkal tetapi arusnya cukup kuat untuk mencegah terjadinya pengendapan
sedimen dasar, sehingga dasar sungai bersifat keras. Pada daerah ini hidup organisme
bentik atau perifiton khususnya yang dapat melekat atau berpegang erat pada
substrat padat dan jenis ikan yang dapat berenang melawan arus.
b. Subhabitat
arus lambat merupakan bagian sungai yang lebih dalam dan arusnya lebih lemah
atau lambat dibandingkan subhabitat riam. Pada daerah ini partikel-partikel
cenderung mengendap sebagai sedimen di dasar sungai. Pada daerah ini hidup
organisme bentos, nekton dan kadang-kadang plankton (Wetzel, 1995).
Bentos adalah
semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan,
baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas). Berdasarkan
tempat hidupnya, bentos dapat dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang
hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna,yaitu bentos yang hidupnya
tertanam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan siklus hidupnya bentos
dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos yang seluruh hidupnya
bersifat bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat
bentos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya (Barus, 2004).
Menurut Pearsons, hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan
ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan
hewan dari sedimennya.Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas :
a.
Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini
adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini
adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air dan larva dari
diptera, odonata dan lain sebagainya.
b.
Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm -1,0 mm.
Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur.
Hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil, dan
crustaceae kecil.
c.
Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm.
Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya
adalah protozooa khususnya cilliata.
Rosenberg
menyatakan bahwa hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka
terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis yang tergolong ke dalam
kelompok makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air dikenal juga dengan
istilah makrozoobentos. Hewan ini memegang peranan penting dalam perairan
seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang
memasuki perairan. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detrivor
dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah
yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil,
sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen
perairan (Suin, 2002).
Sebagai
organisme dasar perairan, bentos memiliki habitat yang relatif tetap. Dengan
sifat yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat
hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya. Komposisi maupun
kemelimpahan makroinvertebrata tergantung kepada kepekaan/ toleransinya
terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap
perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur
komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi dan kemelimpahan
makroinvertebrata air relatif tetap ( Effendi, 2003).
Gaufin mengelompokkan
spesies makrozobentos berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan
organik ke dalam kelompok :
a. Intoleran, yaitu organisme yang dapat
tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang
dijumpai di perairan yang kaya organik.
b. Fakultatif, yaitu organisme yang dapat
bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang lebih besar bila
dibandingkan dengan organisme intoleran.
c. Toleran, yaitu organisme yang dapat tumbuh
dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang
sering dijumpai diperairan yang berkualitas jelek.
·
Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air
Pengkajian
kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis
fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis,
analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan
kualitas perairan, sedangkan analisis biologi khususnya analisis struktur
komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas
perairan. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai
petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke
habitatnya. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka
terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk
makrozoobentos (Nybakken, 1992).
Bioindikator
adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan perilakunya di
alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas
air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut,
sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Fitriana, 2006).
·
Faktor Fisika - Kimia yang Mempengaruhi
Komunitas Makrozoobentos
Menurut
Nybakken (1992), sifat fisika-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh
karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti
makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisika-
kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi. Dengan
mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor
abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kondisi dan kualitas perairan. Faktor
abiotik (fisika-kimia) perairan yang mempengaruhi komunitas makrozoobentos
antara lain: (Wetzel, 1995).
1.
Kecepatan arus
Kecepatan arus dipengaruhi oleh perbedaan
ketinggian antara bagian hilir dan hulu (topografi) badan air, dimana semakin
tinggi perbedaan ketinggian (elevasi) tersebut maka arus semakin kuat.
Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar (sedimen) dan juga
akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada. Kaitannya dengan kecepatan
arus terdapat tujuh bentuk adaptasi yang dilakukan makrozoobentos, yaitu:
a. Membentuk
kait dan alat pelekat
b. Melekat pada
substrat yang kokoh.
c. Bentuk tubuh
yang sesuai.
d. Tubuh pipih.
e. Reotaksis
positif.
f. Tigmotaksis
positif.
g. Bagian tubuh
melekat.
Kecepatan arus merupakan salah satu
faktor penentu kemelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Pada perairan
yang relatif tenang dan banyak ditumbuhi tumbuhan air biasanya banyak ditemukan
kelompok Molusca sedangkan perairan dengan arus kuat atau jeram banyak
ditemukan makrozoobentos dari kelompok Insekta dan Hirudinae (Wibisono, 2004).
Organisme yang ada di dasar sungai
bergantung kepada sifat dasar sungainya. Dasar sungai tergantung kepada
kecepatan arus air jika aliran sungai deras, maka dasar sungai mengandung
kerikil dan pasir. Jika arus hampir diam, maka dasar sungai adalah lumpur (Wirakusumah,
2003).
2.
Temperatur Air
Dalam setiap
penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran temperatur air merupakan hal yang
mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air
serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi
oleh temperatur. Menurut hukum Van’ Hoffs kenaikan temperatur sebesar 100 C
(hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju
metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju
metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Pola temperatur
ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya
matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian
geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan
yang tumbuh di tepi. Temperatur air pada suatu perairan merupakan faktor
pembatas bagi pertumbuhan dan distribusi makroinvertebrata air. Pada umumnya
temperatur di atas 300C dapat menekan populasi makroinvertebrata air
(Odum, 1971).
Hewan makroinvertebrata air pada
masa perkembangan awal sangat rentan terhadap temperatur tinggi dan pada
tingkatan tertentu dapat mempercepat siklus hidup sehingga lebih cepat dewasa. Temperatur
yang tinggi menyebabkan semakin rendahnya kelarutan oksigen yang menyebabkan
sulitnya organisme akuatik dalam melakukan respirasi karena rendahnya kadar
oksigen terlarut (Barus, 2004).
3.
Penetrasi Cahaya
Kemampuan penetrasi cahaya sampai dengan
kedalaman tertentu juga akan mempengaruhi distribusi dan intensitas
fotosintesis tumbuhan air dibadan perairan. Pengaruh utama dari kekeruhan
adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Sehingga menurunkan aktifitas
fotosintesis fitoplankton dan alga, akibatnya menurunkan produktivitas
perairan. Muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan sangat dipengaruhi oleh
musim. Pada waktu musim penghujan kandungan lumpur relatif lebih tinggi karena
besaran laju erosi yang terjadi; sedangkan pada musim kemarau tingkat kekeruhan
air sungai dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil
endapan sungai. Cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika
konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi. Berkurangnya cahaya
matahari disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang tidak
larut seperti debu, tanah liat maupun mikroorganisme air yang mengakibatkan air
menjadi keruh (Effendi, 2003).
4.
Intensitas Cahaya
Faktor cahaya matahari yang masuk ke
dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya
matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar
dari permukaan air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat
mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke mengabsorbsi cahaya matahari. Efek
ini terutama akan terlihat pada daerah hulu yang aliran airnya umumnya masih
kecil dan sempit. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat
orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya.
Larva dari Baetis rhodani akan bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya,
dimana jika intensitas cahaya matahari berkurang, hewan ini akan ke luar dari
tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar
perairan, bergerak menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makanan (Barus,
2004).
5.
DO (Disolved Oxygen)
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor
yang sangat penting di dalam ekosistem air, yaitu untuk respirasi sebagian
besar organisme air. Kelarutan oksigenKelarutan oksigen di dalam air sangat
dipengaruhi temperatur, dimana kelarutan maksimum oksigen di dalam air pada
temperatur 00 C sebesar 14,16 mg/l O2, kelarutan ini akan
menurun jika temperatur air meningkat. Nilai DO yang berkisar di antara 5,45 –
7,00 mg/l cukup bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di
perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin
tinggi tingkat pencemaran ekosistem tersebut. Kadar organik adalah satu hal
yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobentos, dimana kadar organik ini
adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobentos tersebut. Tingginya kadar organik
pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan
bentos dan sebagai organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan
bahan organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi
peningkatan populasi hewan bentos (Barus, 2004).
6.
Indeks Keanekaragaman
Penggunaan bentos sebagai indikator
kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Cara ini telah
dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme
tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organisme ini
berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak
tercemar. Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan ini
dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan
karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Odum,
1971).
Indeks diversitas mungkin hasil dari
kombinasi kekayaan dan kesamaan spesies. Ada nilai indeks diversitas yang sama
didapat dari komunitas dengan kekayaan yang rendah dan tinggi kesamaan
kalau suatu komunitas yang sama didapat dari komunitas
dengan kekayaan tinggi dan kesamaan rendah. Jika
hanya memberikan nilai indeks diversitas, tidak mungkin untuk mengatakan apa
pentingnya relatif kekayaan dan kesamaan spesies. Dimana Pi = ukuran
individu (atau biomas, dll) yang dimiliki oleh satu spesies.Hill menunjukkan
bahwa urutan 0, 1, dan 2 dari jumlah diversitas. Jumlah Diversitas Hill adalah:
Jumlah
0 : N0 = S dimana
S adalah jumlah total spesies
Jumlah
1 : N1 = e H’dimana
H adalah indeks Shanon
Jumlah
2 : N2 = 1/λ dimana λ
adalah indeks Simpson.
Jumlah diversitas ini dalam unit-unit,
jumlah spesies dihitung disebut oleh Hill sebagai jumlah
spesies efektif yang ada dalam sampel.
Jumlah spesies efektif ini adalah suatu
hitungan untuk kelimpahan sebanding yang didistribusikan diantaraspesies.
Jadi unit Hill,s adalah spesies yang jumlahnya meningkat :
1) kurang lebar
ditempati spesies jarang (disebut N0, jumlah yang paling rendah,
adalah jumlah semua spesies dalam sampel),
2)Nilai lebih rendahdihasilkan
dari N1 dan N2, menunjukkan melimpah
dan sangat melimpah dalam sampel. Kriteria
komunitas lingkungan berdasarkan ndeks Keanekaragaman
Jenis menurut Lee yaitu :
Tabel 1. Kriteria Komunitas Lingkungan
Berdasarkan Indeks Keanekaragaman
Indeks Keanekaragaman Jenis
|
Kriteria Indeks Keanekaragaman Jenis
|
>
2,0
|
Tinggi
|
≤
2,0
|
Sedang
|
<
1,6
|
Rendah
|
<
1,0
|
Sangat rendah
|
7.
Indeks Kemerataan (E)
Nilai indeks kemerataan jenis dapat
menggambarkan kestabilan suatu komunitas. Nilai indeks
kemerataan (E) berkisar antara 0-1. Semakin
kecil nilai E atau mendekati nol,
maka semakin tidak merata penyebaran organismee
dalam komunitas tersebut yang didominansi oleh
jenis tertentu dan sebaliknya semakin besar
nilai E atau mendekati satu, maka
organismee dalam komunitas akan menyebar secara.
Rumus dari indeks keseragaman Pielou (E)
menurut yaitu sebagai berikut :
E= H’ / lnS
Keterangan :
E =Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah spesies
Sebaran
fauna seimbang atau merata apabila
mempunyai nilai indeks kemerataan jenis yang
berkisar antara 0,6 - 0,8. Berikut disajikan tabel
kondisi suatu komunitas perairan berdasarkan nilai indeks kemerataan :
Tabel 2.
Kriteria Komunitas Lingkungan Berdasarkan Indeks Kemerataan
Nilai Indeks
Kemerataan (E)
|
Kondisi
Komunitas
|
0,00 <
E 0,50
|
Komunitas
berada pada kondisi tertekan
|
0,50 <
E 0,75
|
Komunitas
berada pada kondisi labil
|
0,75 <
E 1,00
|
Komunitas
berada pada kondisi stabil
|
8.
Indeks Shannon
Indeks
ini didasarkan pada teori informasi dan merupakan suatu hitungan
rata-rata yang tidak pasti dalam memprediksi individu spesies apa yang dipilih
secara andom dari koleksi S spesies
dan individual N akan dimiliki .
Rata-rata ini naik dengannaiknya jumlah
spesies dan distribusi individu antara
spesies-spesies menjadi sama/merata . Ada 2 hal yang dimiliki oleh indeks
Shanon yaitu ;
1. H’=0 jika dan hanya jika ada satu
spesies dalam sampel.
2. H’ adalah maksimum
hanya ketika semua spesies S diwakili
oleh jumlah individu yang sama, ini adalah
distribusi kelimpahan yang merata secara sempurna.
H’ = -Σ (Pi LnPi) dimana H’
adalah rata-rata.
i=1
Tidak
pasti spesies dalam komunitas yang tidak
terbatas membuat S* spesiesyang kelimpahan
proporsional P1, P2, P3, . . .
PS*. S* adan Pi’S adalah parameter populasi dan
dalam praktek H’ diduga dari suatu sampel sebagai:
H’ =
Σ [ ( ni/N) Ln ( ni /N) ]
i=1
Dimana ni adalah jumlah
individu tiap S spesies dalam sampel
dan n adalah jumlah total individu dalam
dalam sampel. Jika n lebih besar, biasanya akan menjadi lebih kecil (Suin,
2002).
B. Masalah
1.
Bagaimana
komposisi dan struktur komunitas makrozoobenthos di ekosistem sungai?
2.
Bagaimana
hubungan komposisi dan struktur komunitas makrozoobenthos tersebut dengan
faktor lingkungan?
3.
Bagaimana
komposisi dan struktur plankton di ekosistem kolam atau danau?
4.
Bagaimana hubungan
komposisi dan struktur komunitas plankton tersebut dengan faktor lingkungan?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui komposisi dan struktur komunitas makrozoobenthos disungai dan
hubungnnya dengan faktor lingkungan.
2.
Untuk
mengetahui komposisi dan struktur plankton suatu kolam/danau dan hubungnnya
dengan faktor lingkungan.
BAB II
METODOLOGI
A.
Alat dan Bahan
Percobaan
ini dilakukan pada tanggal 9 sampai 11 Januari 2015 di Sungai Kapuas
Kota Pontianak, Pantai Nipah Pangjang, tepi dermaga laut, dan Pantai Kupang
Padang Tikar. Adapun alat dan bahan yang dipakai
dalam percobaan analisis struktur dan komposisi makrozoobenthos di ekosistem sungai
yaitu ekman dredge, saringan 0,5 mm, botol koleksi, alkohol 70 %, termometer,
pH meter, baki plastik, pinset, kuas kecil, MnSO4, H2SO4
pekat, KOH, KI, Na2S2O3 0,025 N, dan
amilum 1 %. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan pada percobaan biota dan
fisikokimia di kolam/danau yaitu formalin 4%, net plankton no. 25, keping
secchi, termometer, pH meter, botol koleksi, kaca objek, kaca penutup,
mikroskop, dan reagen untuk penentuan oksigen terlarut.
B.Cara
Kerja
Adapun
cara kerja yang dilakukan pada percobaan analisis struktur dan komposisi
makrozoobenthos di ekosistem sungai yaitu terdiri dari 3 cara/langkah. Langkah
yang pertama yaitu penentuan lokasi, stasiun, dan titik sampling. Caranya,
lokasi sungai yang akan kita teliti struktur komunitas makrozoobenthosnya
dipilih. Sungai yang mempunyai bentuk lurus dengan panjang kurang lebih 100 m
dipilih. Titik sampling dipilih secara stratifield ramdom dengan ulangan
yang ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan asisten. Desain penelitian
digambar lengkap dengan titik sampling dan juga profil sungai. Topografi dari
kondisi lingkungan sekitar sungai tersebut dicatat. Flora dan fauna yang
dominan disekitar sungai tersebut dicatat juga. Langkah kerja yang kedua yaitu
sampel makrozoobenthos diambil dengan alat Ekman Dredge pada zona litoral.
Lumpur yang tersangkut disaring atau diayak dengan menggunakan saringan
bertingkat secara berurutan dari atas kebawah saringan berukuran mesh lebih
besar sampai yang berukuran lebih kecil. Tujuan penyaringan ini adalah untuk
menghilangkan lumpur. Sampel yang telah disaring dimasukkan kedalam kantong
plastik atau botol koleksi yang diberi larutan pengawet formalin 4%. Pada waktu pengambilan
sampel bentos, dilakukan pengukuran faktor fisika kimia air yaitu arus, suhu,
oksigen terlarut, pH, CO2 bebas, dan kandungan organik substrat.
Langkah kerja yang ketiga yaitu pengukuran parameter lingkungan suhu, kecepatan
arus, Ph, kandungan oksigen terlarut, kandungan
CO2 bebas, dan kadar organik substrat. Pada pengukuran suhu
yaitu dengan cara membenamkan termometer air raksa didalam air. Pembacaan skala
harus sewaktu termometer di dalam air. Pengukuran kecepatan arus dengan cara
bola pimpong dilepaskan pada aliran sungai. Pada setiap sampling berbagai niche
yang diteliti, ditentukan jaraknya 5 atau 10 meter atau sesuai kesepakatan.
Bola pimpong dilepaskan dan pada saat yang bersamaan dicatat waktunya dan catat
juga sewaktu bola tersebut mencapai ujung satunya. Kecepatan aru ditentukan
dengan membagi waktu tempuh denga jarak tempuh. Kemudian, untuk mengukur
besarnya pH digunakan pH meter. Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan
metode mikro Wikler yang dilakukan sebagai berikut : sampel air diambil dengan
botol Winkler sampai penuh, diusahakan tidak ada gelembung udara. Selajutnya,
kedalam botol dimasukkan 2 ml MnSO4 dan 2 ml KOH/KI, lalu dikocok
sempurna dan dibiarkan kurang lebih 10 menit hingga terbentuk endapan kuning.
Setelah terbentuk endapan kuning, ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat
dan dikocok lagi. Sampel yang telah dikocok homogeny diambil sebanyak 50 ml,
lalu dititrasi dengan Natrium Trisulfat sampai sampel berwarna kuning muda.
Ditambahkan 2-3 tetes amilum sehingga larutan menjadi biru. Lanjutkan titrasi
dengan Natrium Trisulfat sampai warna tepat bening, dan ml Trisulfat yang
terpakai dicatat. Pengukuran oksigen terlarut diulangi sebayak 2 kali (jumlah
Trisulfat yang terpakai) dengan rumus :
Ppm O2 = 

Atau ;
Ppm O2 (ml/liter) = ml
titran x 2
Kemudian, pengukuran kandungan CO2
bebas mengunakan dasar metode alkalimetri dengan kit lamotte. Air sampel
diambil sebatas tanda (20 ml) yang tertera pada tabung, kemudian ditambahkan
indikator pp sebanyak 3 tetes, dititrasi air sampel tersebut dengan larutan
NaOH standar sambil digoyang-goyangkan sampai warna larutan berubah menjadi
merah jambu konstan. Titran yang keluar dicatat. Kadar CO2 terlarut
dihitung sebagai berikut :
CO2 = titran x 0,5 pppm
(jika skala biuret 100)
= titran x 0,625 ppm (jika skala biuret
80)
Selanjutnya, pengukuran kadar
organik substrat dilakukan dengan cara sebagai berikut : sampel substrat
dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian dilanjutkan pengeringan didalam
oven dengan suhu 85°C sampai beratnya konstan. Lalu, 10 gram substrat yang
telah kering dimasukkan ke dalam cawan pembakar, selanjutnya dimasukkan kedalam
tungku pembakar (furnace muffle) pada suhu 600°C selama 4 jam. Subrat
yang telah diabukan ditimbang kembali. Dari berat kering dan berat abu yang
diperoleh, maka dihitunglah kadar organik substrat dengan rumus :
KO =
x 100%

Kemudian, samppel makrozoobenthos
yang didapatkan dibawa ke dalam laboratorium untuk diidentifikasi dan selanjutnya
dihitung jumlah masing-masing jenis. Selanjutnya, dilakukan analisis data yaitu
semua data mentah dikumpulkan (sebagai data kolektif), kemudian dibuat tabel
dan dibuat dalam bentuk histogram. Struktur komunitas makrozoobenthos
ditentukan berdasarkan komposisi dan indeks keragaman. Dari data yang diperoleh
ditentukan kepadatan, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas,
indeks kesamarataan, indeks Similaritas Sorensen dengan rumus indeks diversitas
menurut Shannon-Wiener yaitu : H = -∑pi log2 pi, dimana H adalah
indeks diversitas dan S adalah jumlah jenis serta Pi adalah perbandingan antara
jumlah individu suatu jenis dengan jumlah individu seluruh jenis. Dan rumus
indeks ekuitabilitas yaitu E =
,dimana H maks = log2 s. Serta
rumus indeks similaritas sorensen yaitu IS =
,
dimana C adalah jumlah jenis yang sama pada kedua habitat A dan B, A adalah
jumlah jenis habitat A dan B adalah jumlah jenis habitat B. Sedangkan cara
kerja pada percobaan biota dan fisikokimia kolam/danau yaitu ada dua perlakuan
yaitu dilapangan dan di laboratorium. Perlakuan
di lapangan yaitu dengan mengukur faktor fisis dan faktor kimia air.
Faktor fisis meliputi suhu air, suhu kelmbapan udara, dan kekeruhan. Sedangkan
faktor kimia air meliputi pH dan oksigen terlarut pada jam yang telah
ditentukan. Pengukuran ini dilakukan setiap 2 jam setelah 24 jam (12 kali).
Bersamaan waktunya dengan pengukuran faktor fisika-kimia air, dilakukan
pengambilan sampel plankton. Pengambilan sampel plankton dilakukan secara
vertikal dan horizontal. Pengambilan sampel plankton secara vertikal yaitu net
plankton dibenamkan sampai kedasar perairan (kurang lebih 3 meter), kemudian
ditarik pelan-pelan . agar plankton yang masuk terkumpul pda botol penampung,
maka net plankton ini diturunkan beberapa kali di permukaan air. Dipindahkan
yang tertampung ke botol koleksi dan diberi 10 tetes formalin 4%. Kemudian,
pada pengambilan sampel plankton secara horizontal yaitu net plankton dilempar
sejauh 5 m, kemudian ditarik cepat-cepat agar net plankton tidak terbenam. Agar
plankton yang masuk net terkumpul pada botol penampung, maka net plankton ini
diturun naikkan beberapa kali dari permukaan air. Kemudian, air yang tertampung
dipindahkan ke dalam botol koleksi dan diberi 10 tetes formalin 4%. Lalu,
dilanjutkan perlakuan yang keduan yaitu di laboratorium yaitu sampel plankton
yang diambil dari lapangan diperiksa di bawah mikroskop minimal 2 ml. Kemudian,
ditentukan jenis yang didapat dan dihitung jumlah masing-masing jenis tersebut.
Selanjutnya, dilakukan analisis data terhadap hubungan komposisi dan jumlah
plankton dengan waktu pengambilan sampel.


BAB III
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Tabel Data Pengamatan
Ekologi Perairan Di Sungai Kapuas
No
|
Parameter Pengukuran
|
Titik 1
|
Titik 2
|
1.
|
Suhu air
|
27⁰C
|
27⁰C
|
2
|
Suhu udara
|
38⁰C
|
38⁰C
|
3
|
Ph
|
||
4
|
Intensitas cahaya
|
4970 lux
|
4970 lux
|
5
|
Salinitas
|
Air tawar
|
Air tawar
|
6
|
Kekeruhan
|
43
|
46
|
7
|
Arus
|
19 s
|
|
8
|
Kedalaman
|
1,9 m
|
2,3 m
|
9
|
Pengambilan sampel plankton
1. Vertikal
2. Horizontal
|
Nitzsohia elosterium
|
|
10
|
Pengambilan sampel bentos
|
||
11
|
Kandungan senyawa dalam air
1. COD
|
Tabel 1 Pengamatan Ekologi Perairan di Dermaga (Titik 1)
No
|
Parameter Pengukuran
|
Titik 1
|
Titik 2
|
1.
|
Suhu air
|
290C
|
290C
|
2
|
Suhu udara
|
270C
|
270C
|
3
|
pH
|
7
|
6
|
4
|
Intensitas cahaya
|
3304 lux
|
1900 lux
|
5
|
Salinitas
|
Asin
|
Asin
|
6
|
Kekeruhan
|
36
|
35
|
7
|
Kcepatan Arus
|
6,03 s
|
6,02 s
|
8
|
Kedalaman
|
1,60 m
|
1,50 m
|
9
|
Pengambilan sampel plankton
a. Vertikal
|
||
b. Horizontal
|
Closterium kuetzinggi
|
Cerotium fusus
|
|
10
|
Pengambilan sampel bentos
|
Characium longipes Rab (3) ,
Nitzschin closterium (15),
Mycrocystus flosagus kirch (1),
Polyedrium lobulatum Nneg (6),Rhapidium
polymorphum Kuert z(1),Polyedrium
trigonum Nneg (4), Sorastrum
indicus Bermard (2),Stouroneis
parculum(6),Bacteriastrum deliantus
(4),
|
Rhizosolenia alala forma grallima , Rhizosolenia
stoltorforthi ,Pleurosigma angulatum Var.steigosa
|
11
|
Kandungan senyawa dalam airCOD
Ulangan 1
Ulangan 2
|
0,8 ppm
0,12ppm
|
0,6 ppm
1 ppm
|
Tabel 2 Pengamatan Ekologi Perairan di Pantai Nipah Panjang (Titik
2)
No
|
Parameter Pengukuran
|
Titik 1
|
Titik 2
|
Titik 3
|
1.
|
Suhu air
|
27oC
|
27,5oC
|
28oC
|
2
|
Suhu udara
|
280C
|
280C
|
280C
|
3
|
Ph
|
6
|
7
|
7
|
4
|
Intensitas cahaya
|
1260 lux
|
1180 lux
|
950 lux
|
5
|
Salinitas
|
Asin
|
Asin
|
asin
|
6
|
Kekeruhan
|
44
|
71
|
64
|
7
|
Kcepatan Arus
|
10,11 s
|
8,825 s
|
15,55 s
|
8
|
Kedalaman
|
1,38 m
|
1,72 m
|
2,57 m
|
9
|
Pengambilan sampel plankton
a. Vertikal
|
|||
b. Horizontal
|
Amoeba proteus
|
Oscillatoria linnosa Ag
|
Rabdonelln lohuaani
|
|
10
|
Pengambilan sampel bentos
|
Nittzcchia curvula (28), Gamphosphaeria aponina
kc (1),
|
Ceratium fusus (7), Pinnularin legumen (1), Synedern acus (1),
Lacrimarin sp (1), Nitzsohia eosterium (1).
|
Characium longipes rab (2),
Sorastrum Indicus (3)
|
11
|
Kandungan senyawa dalam airCOD
Ulangan 1
Ulangan 2
|
1 ppm
0,6 ppm
|
0,6 ppm
0,6 ppm
|
0,8 ppm
0,6 ppm
|
Tabel 3 Pengamatan Ekologi Perairan di Pantai Kupang (Titik 3)
No
|
Parameter Pengukuran
|
Titik 1
|
Titik 2
|
Titik 3
|
1.
|
Suhu air
|
280C
|
300C
|
280C
|
2
|
Suhu udara
|
270C
|
290C
|
270C
|
3
|
pH
|
7
|
7
|
7
|
4
|
Intensitas cahaya
|
5320 lux
|
1900 lux
|
1263 lux
|
5
|
Salinitas
|
Asin
|
Asin
|
asin
|
6
|
Kekeruhan
|
24 cm
|
24 cm
|
38 cm
|
7
|
Kcepatan Arus
|
18,37 s
|
7,06 s
|
8,17 s
|
8
|
Kedalaman
|
2,15 m
|
3,10 m
|
4,25 m
|
9
|
Pengambilan sampel plankton
a. Vertikal
|
|||
b. Horizontal
|
Closterium kuetzinggii
|
Nitzschia veruicularis,
|
Rhizosolenia alata forma curvirolris(36) , Nitzschia veruicularis,
Oscillntoria linnosa Ag (3), Chactoceros anaslomosans (1), Chaero ceros
indicium (1), Chaeloceros mitra (1)
|
|
10
|
Pengambilan sampel bentos
|
Pterrosagitta draca, Closterium kuetzinggii,
Pleurosigma fasciola Ehenberg ,
|
||
11
|
Kandungan senyawa dalam airCOD
Ulangan 1
Ulangan 2
|
0,4 ppm
0,4 ppm
|
1 ppm
2 ppm
|
0,8 ppm
0,8 ppm
|
B.
Pembahasan
Pada percobaan ini mengenai struktur dan komposisi
bentos di ekosistem sungai dan biota serta fisikokimia di kolam/danau.
Penelitian ini dilakukan di Sungai Kapuas Kota Pontianak, Pantai Hutan Nipah
Panjang, dan Pantai Kupang bertujuan
untuk mengetahui komposisi dan struktur komunitas makrozoobenthos
disungai dan hubungannya dengan faktor lingkungan. Selain itu, juga untuk
mengetahui komposisi dan struktur plankton suatu kolam/danau dan hubungnnya
dengan faktor lingkungan. Penelitian bentos kali ini juga untuk mengetahui
kondisi Sungai Kapuas karena bentos merupakan organisme perairan yang
keberadaannya dapat dijadikan indikator perubahan kualitas biologi perairan
sungai. Dari data yang diperoleh dapat diketahui faktor fisik perairan yaitu pengukuran
rata-rata suhu air dengan menggunakan termometer sekitar 27⁰C, artinya menunjukkan kisaran suhu yang cukup tinggi karena
pengamatan dilakukan pada pagi menjelang siang hari. Tinggi
rendahnya nilai temperatur suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan
organisme air termasuk bentos. Tingginya nilai temperatur dapat mempengaruhi
jumlah, jenis, dan persebaran bentos dalam suatu ekosistem. Peningkatan suhu
akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang
semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Sumber utama
oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak
antara permukaan air dan udara dan dari proses fotosintesis (Barus, 2004).
Faktor fisik selanjutnya yaitu suhu udara didapatkan rata-rata suhu udara sekitar 38⁰C
dengan menggunakan termometer, yang menunjukkan kisaran yang cukup tinggi pula.
Pengamatan
faktor fisik berikutnya yaitu intensitas cahaya
didapatkan hasil sekitar 4970 lux. Kemudian pengukuran kekeruhan air didapatkan
hasil dengan nilai rata-rata 44,5. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kekeruhan air Sungai Kapuas tergolong tidak baik dibandingkan
dengan kualitas standar. Jika tingkat kekeruhannya telah mencapai 1000
FTU menunjukan kondisi perairan telah banyak tercemar oleh sampah-sampah
organik maupun anorganik. Kekeruhan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang
masuk. Penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organismee fotosintetik
dan juga mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan
kematian pada organisme tertentu (Barus, 2004). Kecepatan arus diperoleh nilai
19 sekon yang artinya kecepatan arus lambat. Semakin
lebar sungai dapat menurunkan kecepatan arus sungai. Kecepatan arus
dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian antara bagian hilir dan hulu (topografi)
badan air, dimana semakin tinggi perbedaan ketinggian (elevasi) tersebut maka
arus semakin kuat. Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar
(sedimen) dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada.
Kecepatan arus merupakan salah satu faktor penentu kemelimpahan dan
keanekaragaman makrozoobentos. Perairan yang relatif tenang dan banyak
ditumbuhi tumbuhan air biasanya banyak ditemukan kelompok Molusca sedangkan
perairan dengan arus kuat atau jeram banyak ditemukan makrozoobentos dari kelompok
Insekta dan Hirudinae. Sampel diambil menggunakan Eckmann grab, kemudian
diidentifikasi di Laboratorium FKIP Biologi Universitas Tanjungpura Pontianak. Plankton
yang didapat hanya satu jenis yaitu Nitzsohia elosterium, jika dihubungkan dengan faktor lingkungan maka tingkat
keanekaragaman bentos di Sungai Kapuas sangat rendah karena hanya terdapat satu
jenis bentos saja.
Pada pengamatan struktur dan
komposisi makroozoobenthos, biota, dan fisikokimia di dermaga diperoleh
faktor fisik pada hasil pengamatan yang menunjukkan keadaan baik dilihat dari
suhu air, suhu udara, pH, intensitas cahaya, kekeruhan, salinitas, kecepatan
arus, kedalaman, kandungan senyawa COD dalam air, dan jenis plankton yang
didapatkan. Terdapat sekitar 2 jenis plankton yang hidup di sekitar dermaga
tersebut yaitu Closterium
kuetzinggi dan Cerotium fusus..Dan terdapat 22 jenis bentos yaitu sebanyak 3 spesies Characium longipes Rab, sebanyak 15 spesies Nitzschin closterium, sebanyak 1 spesies Mycrocystus flosagus kirch, sebanyak 6 spesies Polyedrium lobulatum Nneg, sebanyak 1 spesies Rhapidium polymorphum Kuert z, sebanyak 4 spesies Polyedrium trigonum Nneg, sebanyak
2 spesies Sorastrum indicus
Bermard, sebanyak 6 spesies Stouroneis parculum, dan sebanyak 4 spesies Bacteriastrum deliantus. Artinya daerah tersebut memiliki
keanekaragaman yang cukup tinggi dibandingkan dengan keanekaragaman yang
terdapat di Sungai Kapuas.
Pada pengamatan struktur dan komposisi makroozoobenthos di Pantai Nipah
Panjang dan biota serta fisikokimia ekosistem kolam/danau dilihat dari suhu air, suhu udara, pH,
intensitas cahaya, kekeruhan, salinitas, kecepatan arus, kedalaman, kandungan
senyawa COD dalam air, dan jenis plankton serta bentos yang didapatkan.
Terdapat sekitar 3 jenis plankton yang hidup di sekitar dermaga tersebut yaitu Amoeba proteus, Oscillatoria linnosa Ag, dan Rabdonelln lohuaani. Dan
terdapat 9 jenis bentos yaitu sebanyak 28 spesies Nittzcchia curvula, sebanyak
1 spesies Gamphosphaeria aponina kc, sebanyak 7 spesies Ceratium fusus, sebanyak 1 spesies Pinnularin
legumen, sebanyak 1 spesies Synedern acus, sebanyak 1 spesies Lacrimarin
sp, sebanyak 1 spesies Nitzsohia eosterium, sebanyak 2 spesies Characium longipes rab, dan sebanyak 3 spesies Sorastrum Indicus. Artinya daerah tersebut memiliki
keanekaragaman yang cukup rendah dibandingkan dengan keanekaragaman yang
terdapat di dermaga, tetapi cukup tinggi dibandingkan Sungai Kapuas.
Pada pengamatan struktur dan komposisi
makroozoobenthos di Pantai Kupang dan
biota serta fisikokimia ekosistem kolam/danau diperoleh faktor fisik pada hasil pengamatan yang menunjukkan keadaan
baik dilihat dari suhu air, suhu udara, pH, intensitas cahaya, kekeruhan,
salinitas, kecepatan arus, kedalaman, kandungan senyawa COD dalam air, dan
jenis plankton serta bentos yang didapatkan. Terdapat sekitar 8 jenis plankton
yang hidup di sekitar dermaga tersebut yaitu Closterium kuetzinggii, Nitzschia veruicularis, Rhizosolenia alata
forma curvirolris sebanyak 36
spesies , Nitzschia veruicularis,
Oscillntoria linnosa Ag sebanyak 3
spesies, Chactoceros anaslomosans sebanyak 1 spesies, Chaero ceros indicium sebanyak 1 spesies, dan
Chaeloceros mitra sebanyak 1 spesies juga. Dan terdapat 3
jenis bentos yaitu spesies Pterrosagitta draca, Closterium kuetzinggii,
Pleurosigma fasciola Ehenberg. Artinya
daerah tersebut memiliki keanekaragaman yang cukup rendah dibandingkan dengan
keanekaragaman yang terdapat di .dermaga dan sungai Nipah Panjang, tetapi
memiliki keanekaragaman cukup tinggi jika dibandingkan dengan Sungai Kapuas.
BAB IV
Penutup
A.
Kesimpulan
Sungai
Kapuas memiliki keanekaragaman yang sangat rendah dibandingkan dengan kawasan
dermaga, Pantai Nipah Pangjang, dan Pantai Kupang. Kawasan dermaga memiliki
keanekaragaman yang tinggi dibandingkan dengan daerah Sungai Kapuas, Pantai
Nipah Pangjang, dan Pantai Kupang. Dan Pantai Nipah Pangjang memiliki
keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan dengan Pantai Kupang dilihat dari
hubungan struktur dan komposisi makrozoobentos dan planton serta faktor
fisikokimia lingkungan.
B.
Saran
Sebaiknya
praktikum dijalani dengan tertib dan teratur.
Daftar Pustaka
Barus, T. A.
2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.USU Press.
Medan.
Effendie, H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumber Dayadan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Fitriana, Y. R. 2006. Keanekaragaman dan
Kemelimpahan Makrozoobentos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan
Raya Ngurah Rai Bali.Biodiversitas, (7): 67-72.
Nybakken, JW. 1992. Biologi Laut satu
Pendekatan Ekologis. Jakarta. PT Gramedia.
Odum, E.P. 1971. Fundamental
of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia 125 pp.
Suin NM. 2002. Metoda Ekologi. Universitas
Andalas.Padang.
Wetzel, RG. And GE. Likens. 1995.Limnology
Analysis. SpringerVerlag. New York.
Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan
Edisi 2. UI Press. Jakarta.
Wirakusumah, Sambas. 2003. Dasar-dasar Ekologi.
UI Press. Jakarta.
Komentar
Posting Komentar