Laporan Anatomi Fisiologi Hewan
LAPORAN
ANATOMI FISIOLOGI HEWAN
PRAKTIKUM
IV
(Pengaruh
Pemberian Ekstrak Tanaman Terhadap Gambaran Darah Burung Puyuh)
Oleh :
Estamia Putri Hinely Siahaan
F05112057
Kelompok 4
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas
Tanjungpura
Pontianak
2014
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Burung
puyuh adalah unggas daratan yang kecil namun gemuk. Mereka pemakan biji-bijian
namun juga pemakan serangga dan mangsa berukuran kecil lainnya. Mereka bersarang
di permukaan tanah, dan berkemampuan untuk lari dan terbang dengan kecepatan
tinggi namun dengan jarak tempuh yang pendek. Burung puyuh adalah jenis burung
pemakan biji-bijian, dan memiliki warna yang sangat beragam tergantung
jenisnya. Gerakan yang lincah dan kamuflase adalah kemampuan yang dimiliki oleh
burung puyuh untuk bersembunyi dari predator. Memiliki warna bulu yang
menyerupai dengan warna tanah membuat burung puyuh sangat sulit ditangkap
dengan tangan kosong.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun
2010 telah mencapai 237.641.326 jiwa (BPSI, 2010). Mengingat jumlah penduduk
setiap tahun mengalami peningkatan, maka penyediaan protein hewan yang berasal
dari ternak perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Salah satu
upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan cara meningkatkan
produktivitas ternak. Puyuh merupakan salah satu ternak unggas yang berpotensi
untuk dibudidayakan dikalangan masyarakat Indonesia, untuk dapat dimanfaatkan
daging dan telurnya. Didalam pemeliharaannya puyuh tidak membutuhkan kandang
yang luas dan sudah mulai bertelur pada umur 6-7 minggu (Alamfanah, 2011).
Populasi
puyuh yang meningkat dari tahun ke tahun membuktikan bahwa puyuh merupakan
salah satu komoditi unggas yang semakin populer di masyarakat (Ditjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2012). Meningkatnya populasi ternak puyuh
mengindikasikan banyaknya masyarakat yang berminat untuk memelihara puyuh dan
mengonsumsi produk-produk yang dihasilkan dari burung puyuh, khususnya daging
dan telur yang memiliki banyak kandungan gizi.
Puyuh
pada periode starter (DOQ) umur 1-21 hari memerlukan penanganan yang khusus,
terutama pada umur 1-4 hari karena pada periode ini tubuhnya masih lemah dan
fungsi-fungsi tubuhnya kurang optimal serta harus adaptasi dengan kandang yang
baru karena baru dipindahkan dari mesin tetas ke kandang periode starter
(Anonim, 2008). Terkadang banyak peternak yang mengalami kerugian pada saat
pemeliharaan puyuh periode starter dikarenakan tingkat mortalitas yang tinggi.
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi fisilogis dari puyuh, diantaranya
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik biasanya bawaan dari induknya,
sedangkan fakor lingkungan berasal dari suhu, temperatur, pakan, dan keadaan
lingkungan kandang (Listyowati, 2004). Upaya untuk menjaga performa T. M.
Wardiny dkk. 112
puyuh selama periode starter adalah dengan
meningkatkan kekebalan tubuh puyuh. Salah satunya dengan pemberian tanaman
alternatif berupa herbal yang bermanfaat sebagai antioksidan dan antibakteri.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kadar hemoglobin dalam darah
burung puyuh setelah pemberian ekstrak
tanaman
2.
Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak
tanaman terhadap jumlah butir eretrosit di dalam darah burung puyuh
3. Bagaimana
pengaruh pemberian ekstrak tanaman terhadap kadar jumlah butir leukosit di
dalam darah burung puyuh
C. Tujuan
1.
Menentukan kadar hemoglobin di dalam
darah menuerut metoda Sahli
2.
Menghitung jumlah butir darah merah
(BDM, eritrosit) per mm3 darah
3.
Menghitung jumlah butir darah putih BDP,
leukosit) per mm3 darah
D. Manfaat
Manfaat praktikum ini dapat memberikan informasi
tentang pengaruh pemberian ekstrak tanaman pada gambaran darah burung
puyuh, jumlah butir sel darah merah (eritrosit) dan jumlah butir sel darah putih, serta kadar hemoglobin dalam
darah khususnya untuk mahasiswa biologi semester III Universitas Tanjungpura Pontianak.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Tanaman
Tanaman buas-buas atau kantong semar
1. Deskripsi
Kantong semar pertama kali dikenalkan
oleh J.P Breyne pada Tahun 1689. Di Indonesia sebutan untuk tumbuhan ini
berbeda antara daerah satu dengan yang lain. Masyarakat Riau menamakan periuk
monyet, di jambi disebut dengan kantong beruk, di Bangka disebut ketakung,
sedangkan nama sorok raja mantri disematkan oleh masyarakat di Jawa Barat pada
tanaman unik ini. Sementara di Kalimantan Suku Dayak Katingan menyebutnya
sebagai ketupat napu, Suku Daya Bakumpai menyebut telep ujung, suku Daya
Tunjung menyebutnya dengan selo bengongong yang artinya sarang serangga
(Mansur, 2006). Sampai dengan saat ini terdapat 103 jenis kantong semar yang
sudah dipublikasikan (Firstantinovi dan Karjono, 2006). Tumbuhan ini
diklafisikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena memangsa serangga,
dikarenakan oleh adanya organ bebentuk kantong yang menjulur dari ujung
daunnya. Kemampuannya yang unik menjadikannya sebagai tanaman hias pilihan yang
eksotis di Jepang, Eropa, Amerika dan Australia (Witarto, 2006).
Selain kemampuannya dalam menjebak
serangga, keunikan lainnya adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya.
Tumbuhan ini memiliki lima bentuk kantong, yaitu bentuk tempayan, bulat
telur/oval, selinder, corong dan pinggang.
Penyebaran Kantong semar
Kantong semar tumbuh dan tersebar mulai dari Australia bagian
utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian selatan. Indonesia sendiri memiliki
Pulau Kalimantan dan Sumatera sebagai surga bagi habitat tanaman ini. Dari 64
jenis yang hidup di Indonesia, 32 jenis diketahui terdapat di Borneo
(Kalimantan, Serawak, Sabah dan Brunei) sebagai pusat penyebaran kantong semar.
Pulau Sumatera menempati urutan kedua dengan 29 jenis yang sudah berhasil
diidentifikasi. Keragaman jenis kantong semar di pulau lainnya belum diketahui
secara pasti. Namun berdasarkan hasil penusuran herbarium di Herbarium
Bogoriense, Bogor ditemukan bahwa di Sulawesi minimum sepuluh jenis, Papuan
sembilan jenis, Maluku empat jenis, dan jawa dua jenis (Mansur, 2006). Di
Sulawesi Selatan, tanaman ini hanya dapat dijumpai di hutan-hutan alam seperti
di Kabupaten Luwu Timur, Kota Palopo, Luwu Utara yang menempati formasi
vegetasi sedikit terbuka dan kini tersisa karena masyarakat setempat belum
mengenal banyak tentang tanaman ini.
Habitat Kantong semar
Kantong semar hidup ditempat-tempat terbuka atau agak
terlindung yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara cukup tinggi.
Tanaman ini hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan
gambut, hutan kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Berdasarkan ketinggian
tempat tumbuhnya, kantong semar dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu kantong
semar dataran rendah, menengah dan dataran tinggi.
Keunikan Kantong Semar
Kantong semar mempunyai bentuk yang menjalar, tinggi dari
spesies tertentu dapat mencapai 10 meter, sedangkan yang lainnya hanya
sekitar 30 – 50 cm dengan berbagai bentuk dan warna bunga tergantung spesies,
seperti misalnya bentuk panjang langsing, gendut mirip periuk, bentuk kendi
dengan warna bermacam-macam seperti warna hijau polos, merah bersemburat, putih
bercak merah atau kuning kemerahan. Keunikan yang dimiliki kantong semar
terdapat pada kantongnya. Kantong-kantong tersebut menjadi perangkap bagi
serangga seperti lalat, semut dan lainnya. Sebenarnya kantong yang muncul pada
setiap jenis kantong semar adalah ujung daun yang berubah bentuk dan fungsinya
menjadi perangkap serangga atau binatang kecil lainnya. Cara ini dilakukan
untuk mempertahankan hidup dari berbagai ancaman binatang.
Manfaat Kantong Semar
Dahulu tanaman ini hanya dipandang sebagai tanaman unik dan
eksklusif, namun seiring dengan perkembangan zaman tanaman ini lebih jauh
dilirik orang karena manfaat yang dimiliki cukup banyak. Banyak
daerah-daerah tertentu meyakini bahwa air yang tersimpan dalam kantong dapat
dipakai sebagai obat pencegah ngompol bagi balita caranya yakni dengan
menuangkan sebahagian air diatas kepala bayi dan siasanya diminumkan ke
bayi tersebut. Juga beberapa daerah menyakini bahwa air dalam kantong akan
memperlancar proses persalinan ibu yang akan melahirkan, air yang digunakan
berasal dari kantong yang belum terbuka.
Selain hal-hal yang telah disebutkan, tersebut diatas kantong
semar memiliki fungsi yang tak kalah penting, diantaranya :
1. Sebagai Indikator Iklim
Jika pada suatu kawasan atau areal di tumbuhi
oleh Nepenthes, berarti tingkat curah hujan cukup tinggi,
kelembabannya diatas 75% dan tanahnya miskin unsur hara.
2. Tumbuhan obat
Cairan dari kantong yang masih tertutup, digunakan sebagai
obat batuk.
3. Sumber Air Bagi Petualang
Bagi para pendaki gunung yang kehausan
kantong semar merupakan sumber air yang layak minum PH-nya netral (6-7), tetapi
air yang bias diminum adalah yang berada dalam kantong yang masih tertutup,
karena kantong yang terbuka sudah terkontaminasi dengan jasad serangga yang
masuk kedalam. Jika kantong sudah terbuka PH air didalamnya 3 dan rasanya
menjadi masam.
4. Sebagai Pengganti Tali
Batang kantong semar ini bisa di gunakan
sebagai pengganti tali untuk pengikat barang. Dari segi estetika, maka tanaman
Kantong Semar ini banyak diminati para pencinta tanaman hias, apalagi bentuknya
yang unik ,warna yang menarik, mudah tumbuh yang akan menambah koleksi
tanaman hias langka bagi para pencinta tanaman hias.
2. Klasifikasi
Kerajaan : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Famili : Nepenthaceae
Genus : Nepenthes L.
3. Kandungan
Bahan
Di dalam kantong semar terdapat cairan yang berfungsi seperti
cairan lambung manusia. Cairan itu bersifat asam dengan pH 2,8-4,9, yang
memungkinkan tubuh serangga rusak.Untuk dapat diambil zat gizinya, komponen
tubuh serangga perlu dihancurkan sampai molekul penyusunnya. Tugas ini
dilakukan oleh berbagai enzim–protein yang mengkatalis reaksi kimia. Contohnya
enzim kitinase yang mengurai cangkang serangga. Yang lebih dominan dan banyak
jumlahnya adalah enzim protease, yang mengurai protein dari tubuh serangga.
Enzim ini populer dengan nama nepenthesin (paduan kata “Nepenthes” dan
“protein”).
B. Burung Puyuh
1. Deskripsi
Burung
puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) termasuk burung yang berbeda dengan jenis
burung yang lain, karena burung puyuh tidak memiliki ekor yang panjang layaknya
burung secara umum, sehingga mempengaruhi kemampuan terbangnya. Burung puyuh
termasuk burung yang hidup secara liar, dan ditemukan pertama kali pada tahun
1979 di Amerika, sebelum burung puyuh menyebar di seluruh penjuru negeri. Burung
puyuh masuk di Indonesia dan mulai di kenal yaitu di tahun 1979, setelah adanya
puyuh impor yang didatangkan dari luar negeri.
Burung puyuh lebih dikenal oleh masyarakat pedesaan, karena burung puyuh sangat sering ditemukan di sawah, ladang dan semak-semak. Burung puyuh adalah jenis burung pemakan biji-bijian, dan memiliki warna yang sangat beragam tergantung jenisnya. Gerakan yang lincah dan kamuflase adalah kemampuan yang dimiliki oleh burung puyuh untuk bersembunyi dari predator. Memiliki warna bulu yang menyerupai dengan warna tanah membuat burung puyuh sangat sulit ditangkap dengan tangan kosong.
Burung puyuh lebih dikenal oleh masyarakat pedesaan, karena burung puyuh sangat sering ditemukan di sawah, ladang dan semak-semak. Burung puyuh adalah jenis burung pemakan biji-bijian, dan memiliki warna yang sangat beragam tergantung jenisnya. Gerakan yang lincah dan kamuflase adalah kemampuan yang dimiliki oleh burung puyuh untuk bersembunyi dari predator. Memiliki warna bulu yang menyerupai dengan warna tanah membuat burung puyuh sangat sulit ditangkap dengan tangan kosong.
2.
Klasifikasi
Kelas : Aves (bangsa burung)
Ordo : Galiformes
Sub Ordo : Phasianoidae
Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianinae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix-Coturnix Japonica
Kelas : Aves (bangsa burung)
Ordo : Galiformes
Sub Ordo : Phasianoidae
Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianinae
Genus : Coturnix
Species : Coturnix-Coturnix Japonica
C
. Darah
Bentuk sel darah berasal dari sel induk (Stem Cells)
dalam sumsum tulang belakang serta memasuki aliran darah guna memenuhi
kebutuhan terrentu pada hewan. Pigmen merah pembawa oksigen didalam eritrosit
merupakan hemoglobin. Hemoglobin suatu molekul globulin dibentuk menjadi 4 sub
unit. Pada tiap sub unit mnegandung suatu gugusan heme yang dikonjungsi
kesuatu peptida. Heme adalah suatu turunan porifirin (merah) yang mengandung
besi dan globin yang merupakan protein globular yang terdiri dari 4 rantai asam
amino. Fungsi hemoglobin dalam eritrosit sebagai pengangkut gas, baik oksigen
maupun karbondioksida. Hemoglobin darah dapat mengangkut sekitar 60 kali
oksigen lebih banyak apabila dibandingkan dengan air pada saat dalam kondisi
dan jumlah yang sama. Hemoglobin dapat bergabung dengan oksigen udara yang
terdapat dalam paru-paru karena mempunyai daya afinitas yang tinggi, sehingga
terbentuklah oksihemoglobin yang kemudian oksigen tersebut dilepaskan ke
sel-sel jaringan tubuh. Kadar hemoglobin diukur dalam gram per 100 ml darah
atau dalam gram persen (Poejiadi, 1994).
Eritrosit merupakan sarana transportasi gas oksigen dan karbondioksida. Hal ini
disebabkan karena eritrosit memiliki pigmen hemoglobin. Hemoglobin mampu
mengikat O2 dan CO2 (Praseno
et al, 2003). Hemoglobin merupakan zat padat dalam eritrosit yang
menyebabkan warna merah. Dibandingkan dengan sel-sel lain dalam jaringan,
eritrosit kurang mengandung air. Tekanan osmosis dalam sel sama dengan tekanan
osmosis pada plasma. Bila terjadi perubahan tekanan osmosis pada larutan di
luar sel darah merah akan berpengaruh terhadap besar sel. Larutan yang
hipotonik menyebabkan air masuk ke dalam sel dan sel akn bertambah besar
kemudian pecah dan hemoglobin akan keluar dari sel. Proses ini disebut
hemolisis. Proses ini dapat disebabkan oleh faktor lain seperti adanya pelarut
lemak misalnya eter dan kloroform (Poejiadi,
1994).
Sel darah
merah mengandung sekitar 35% berat hemoglobin. Hemoglobin ini mengandung dua
rantai α dan dua rantai β serta empat gugus heme, yang masing-masing berikatan
dengan rantai polipeptida. Masing-masing gugus heme dapat mengikat 1 molekul
oksigen karena sejumalh besar hemoglobin yang terdapat dalam sel darah
merah, 100 ml darah mamalia, jika dioksigenasi penuh, dapat membawa 21 gas O2.
jumlah O2 yang diikat oleh hemoglobin bergantung kepada empat
faktor: (1) tekanan parsial (2) pH (3) konsentrasi 2,3-difosfogliserat
(DPG) dan (4) konsentrasi CO2 (Lehninger,
1995).
Pada
paru-paru dimana tekanan parsial oksigen tinggi (90-100 mmHg) dan pH dan juga
pH relatif tinggi (25-40 mmHg) dan pH juga relatif rendah (7,2-7,3), terjadi
pembebasan oksigen yang terikat ke dalam massa jaringan yang melakukan
respirasi. Vena darah yang meninggalkan jaringan, mengandung hemoglobin yang tingkat
kejenuhannya 65%. Oleh karena itu, hemoglobin berdaur diantara kejenuhan oleh
oksigen 65% dan 975, dalam sirkuit berulang diantara paru-paru dan jaringan
perifer (Lehninger, 1994).
Suatu pengatur derajat hemoglobin yang penting adalah 2,3-difosfogliserat
(DPG). Konsentrasi DPG yang tinggi di dalam sel menyebabkan afinitas hemoglobin
terhadap oksigen yang lebih rendah. Jika pengiriman oksigen ke jaringan sangat
terbatas seperti pada orang yang mengalami defisiensi sel darah merah atau orang
yang hidup di dataran tinggi, konsentrasi DPG di dalam sel menjadi lebih tinggi
daripada individu normal yang hidup normal di daerah permukaan laut. Hal ini
menyebabkan hemoglobin membebaskan oksigen yang diikatnya segera ke dalam
jaringan untuk mengimbangi penurunan oksigenasi hemoglobin di dalam paru-paru (Praseno et al, 2003).
Hemoglobin
berfungsi sebagai pengangkut gas baik oksigen (O2) maupun
karbondioksida (CO2). Selanjutnya melepaskan oksigen tersebut ke
sel-sel jaringan yang terdapat didalam tubuh. Proses ini disebut oksigenasi,
yang membutuhkan besi dalam bentuk ferro dalam molekul hemoglobin. Zat gizi
tersebut menuju sumsum tulang sehingga menjadi bagian dari molekul heme guna
membentuk eritrosit (Frandson, 1992).
Kadar
hemoglobin pada umumnya diukur dalam gram per 100 ml darah. Karena adanya
hemoglobin, darah dapat mengangkut sekitar 60 kali oksigen lebih banyak apabila
dibandingkan dengan air dalam jumlah dan kondisi yang sama (Smith, 1988).
Analisis
Darah
Perhitungan
Jumlah Eritrosit
Perhitungan jumlah sel darah merah
dilakukan dengan alat kamar hitung sel darah merah menggunakan mikroskop dengan
pembesaran 100 kali. Prosedur pengerjaannya adalah aspirator dipasang pada
pipet sel darah merah. Darah yang telah dihisap sampai batas angka 0,5 pada
pipet, ujung pipetnya dibersihkan menggunakan tisu. Larutan Hayem dihisap
sampai tanda 101 yang tertera pada pipet secara hati-hati. Pada pengisapan ini
hindari adanya gelembung, jika terdapat gelembung maka prosedur harus diulang.
Selanjutnya aspirator dilepas dari pipet sel darah merah. Dengan menggunakan
ibu jari dan telunjuk kanan, isi pipet dihomogenkan selama 3 menit. Bagian yang
tidak ikut terkocok harus dibuang. Selanjutnya dengan hati-hati cairan
dimasukkan dalam kamar hitung dengan cara menempelkan ujung pipet pada
pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup.
Butir-butir darah dibiarkan
mengendap selama kurang lebih 1 menit. Perhitungan butir darah merah tersebut
dilakukan menggunakan hand counter. Untuk menghitung sel darah merah
dalam hemocytometer, digunakan kotak sel darah merah yang berjumlah 25
buah dengan mengambil bagian bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan
atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak tengah, satu kotak pojok kanan
bawah, dan satu kotak pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak sel darah merah
dengan kotak sel darah putih, dapat berpatokan pada tiga baris pemisah pada
kotak sel darah merah dan luas kotak sel darah merah relative kecil
dibandingkan dengan kotak leukosit. Butir darah merah yang telah dihitung
tersebut disimbolkan dengan a dan untuk mengetahui jumlah sel darah merah dalam
1 mm3 darah dihitung dengan menggunakan persamaan 1 (Sastradipraja et al (1989).
Perhitungan
Kadar Hemoglobin (Hb)
Metode yang
digunakan untuk mengukur kadar haemoglobin adalah metode Sahli. Larutan HCL
0,01 N diteteskan pada tabung Sahli sampai tanda tera 0,1 atau garis bawah,
kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet hingga mencapai tanda tera
atas. Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan ditunggu selama 3
menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara
HCL dengan haemoglobin membentuk asam hematin. Larutan ditambah dengan aquades,
diteteskan sedikit sambil terus diaduk. Larutan aquades ditambahkan hingga
warna larutan sama dengan warna standard hemoglobinometer. Nilai haemoglobin di
kolom “gram%” yang tertera pada tabung haemoglobin, yang berarti banyaknya
haemoglobin dalam gram 100 ml darah (Sastradipraja et al., 1989).
Perhitungan
Leukosit
Penghitungan
jumlah leukosit dilakukan menggunakan pipet leukosit dengan bantuan aspirator
hingga batas 0,5 lalu ujung pipet dibersihkan dengan tisu. Larutan modifikasi
Rees & Ecker dihisap hingga tanda 11 pada pipet leukosit kemudian
dihomogenkan dan cairan yang tidak terkocok lalu dibuang. Setelah itu, sampel
darah diteteskan dalam hemacytometer, dibiarkan beberapa saat hingga
cairan mengendap lalu jumlah leukosit di bawah mikroskop dengan pembesaran 100
kali. Untuk menghitung sel darah putih dalam hemacytometer, digunakan
empat kotak yang terletak di empat sudut kamar hitung, masing-masing terdiri
atas 16 buah kotak yang luasnya 1/16 mm2. Jumlah leukosit yang terhitung
disimbolkan dengan b dan untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah
dihitung dengan persamaan 2 (Sastradipraja et al., 1989)
BAB
III
Metodologi
A.
Alat dan Bahan
·
Pembeian ekstrak tanaman
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1.
Timbangan
2.
Kandang Puyuh
3.
Gelas ukur
4.
Seperangkat alat bedah
5.
Bak bedah
6.
Alat tulis
Sedangkan
bahan digunakan dalam praktikum ini adalah :
1.
Puyuh jantan (Coturnix-coturnix javonica) dengan umur kira-kira 6 minggu
2.
Ekstrak tanaman
3.
Pakan Puyuh
4.
Kapas
5.
Tissu
6.
Akuades
7.
Formalin 4 %
8.
Asam asetat glacial
9.
NaCL fisiologis
10.
Cotton bud
·
Kadar hemoglobin di dalam darah
1. Hemoglobimeter
Sahli, teriri atas :
a) Tabung
Sahli berskala (% atau gr %)
b) Pipet
Sahli 0,02 ml (20 cm) atau aspirator
c) Standar
warna Sahli
d) Alat pengaduk
e) Pengukur
waktu (tidak selalu tersedia)
2. HCL
0,1 N
3. Aquades
4. Jarum
penusuk pembuluh darah (lanset, franke, atau lainnya)
5. Gunting
6. Alkohol
70% dan kapas
7. Vitaminn
C
·
Jumlah Butir Darah Merah dan Jumlah
Butir Darah Putih
A. Hemasitometer
Nubauer atau merek lainnya yang terdiri atas :
1
Kamar hitung dan kaca penutupnya
2
Pipet (pengencer) eritrosit , dengan
ciri didalamnya terdapat butiran berwarna merah , daan skala pada pipet
tersebut : 0,5 – 1,0 – 101
3
Pipet (pengencer) leukosit, dengan ciri
didalamnya terdapat butiran berwarna putih dan skalanya 0,5 – 1,0 – 11
4
Kedua pipet tersebut dilengkapi dengan aspirator
5
Mikroskop biasa dengan objektif 10 x dan
45 x ; okuler 10 x
a) Larutan
pengencer dapat dipilih :
b) Untuk
eritrosit misalnya larutan Hayem
c) Untuk
leukosit mimsalnya larutan truk
d) Leukosit
Aves : modifikasi Rees dan Ecker
6. Alat pengambil darah : lanset/jarum franke
a. Alkohol 70 % kertas atau kain penyerap yang
halus
7. Cawan untuk tempet larutan pengencer
8 Alat untulk menghitung (hand tally)
1.
Waktu dan tempat : Aklimatisasi burung puyuh
Hari/tanggal :
Sabtu, 16 November 2013 – Jumat, 22 November 2013
Tempat :
Rumah kasa laboratorium biologi FKIP Untan
2. Pemberian
Dosis
Hari/tanggal : Sabtu, 23 November 2013 – Jumat, 29November
2013
Waktu : 14.00 WIB
Tempat :
Rumah kasa laboratorium biologi FKIP Untan
3. Masa
Panen atau perhitungan jumlah BDP dan BDM, pengukuran kadar hemoglobin, serta
pengukuran bobot hati
Hari, tanggal :
Sabtu, 30 November 2013
Waktu : 13.00 WIB –
19.30 WIB
Tempat : Laboratorium biologi FKIP Untan
B.
Cara kerja
1. Pemberian
ekstrak pada tanaman
-
Pengujian tumbuhan terhadap fisiologi
darah burung puyuh
a. Burung puyuh jantan berjumlah 15
ekor, dikelompokkan
menjadi 3 yaitu, 5
ekor kelompok kontrol, 5 ekor kelompok perlakuan, dan 5 ekor kelompok kontrol
positif.
b. Burung puyuh diaklimatisasi selama 7 hari
c. Burung puyuh diberi perlakuan selama 10 hari,
setiap 3 hari berat puyuh di timbang. Burung diberi pakan standar adlibitum.
d. Pada hari ke 11 darah
burung diambil
selanjutnya dilakukan pembedahan dan pembagian organ hati.
2. Kadar
hemoglobin darah
a. Tabung Sahli diisi dengan larutan HCl 0,1 N
sampai angka 10 (garis paling bawah pada tabung).
b. Dibersihkan
tempat pengambilan darah dengan menggunakan kapas beralkohol dan biarkan
kering.
c. Pembuluh darahditusuk dengan menggunakan pipet
Sahli dan aspiratorinya, hisaplah darah samapai batas 0.02 ml perlahan-lahan.
d. Dibersihkan
ujung pipet dan segera masukan ke dalam tabung Sahli. Tabung Sahli di letakkan anatara kedua bagian standarwarna
dalam alat hemoglobinometer.
e. Dibiarkan
selama 3 menit sampai terbentuk asam hematin yang berwarna coklat.
f. Dengan
menggunakan pipet tetes, ditambahkan
ke dalam tabung setetes demi setetes aquades sambil diaduk, sampai warna sampai dengan warna
standar.
g. Tinggi permukaan cairan pada tabung Sahli dibacadengan melihat skala jalur gr%
yang berarti banyaknya hemoglobin dalam per 100 ml darah. Jalur skala lainnya
pada tabung Sahli,kalau ada yang menunjukan % hemoglobin terhadap nilai
hemoglobin normal 15,6 gr%, atau nilai normal lainnya yang tertera pada alathemoglobinometer.
3. Jumlah
butir darah merah dan jumlah butir darah putih
1. Menghitung
butir darah merah (eritrosit)
a. Dipasang
aspirator
pada ujung pipet eritrosit
b. Setelah
dibersihkan daerah tempat pengambilan darah, ditusuk pembuluh darahnya. Darah yang pertama
keluar dihapus dahulu. Dengan
menggunakan aspirator pada pipet,darah yang
keluar berikutnya
dihisap,
sampai batas angka 0,5 atau 1,0 pada
pipet eritrosit.
c. Dibersihkan
ujung pipet dengan kertas atau kain yang halus (kertas tissue)
d. Larutan pengencer Hayem dihisap
sampai
tanda 101 yang tertera pada pipet dengan
cepat dan hati-hati. Harus diperhatikan waktu menghisap darah atau larutan pengencer tidak boleh ada gelembung udara. Bila hal ini
terjadi harus diulang, juga bila terdapat
bekuan. Bila kelebihan sedikit larutan yang dihisap, dengan hati-hati disinggungkan ujung pipet pada kertas tissue, jangan ditiup.
e. Aspirator dilepaskan dengan hati-hati dari
pipetnya. Harus dijaga agar tidak ada
cairan yang keluar dari pipet.
f. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan telunjuk
tangan kanan, dikocok
isi pipet dengan membuat gerakan angka 8 agar yang tercampur hanayalah
yang terdapat di bagian pipet yang
membesar saja (1,0-10).
g. Cairan pada ujung pipetyang tidak
ikut terkocok dibuang.
h. Dimasukan
hati-hati setetes cairan
ke kamar hitung dengan cara menempelkan
ujung pipet pada tempat pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup.
Jangan ditiup.
i.
Dibiarkan butir-butir darah yang ada di
dalam kamar hitung mengendap.
j.
Dihitung jumlah butirdarah merah dengan
menggunakan teknik yang telah dikemukakan tadi.
2. Menghitung jumlah butir
darah putih (leuksit)
-
Teknik sama dengan pada butir darah merah, perbedaannya terdapat pada macam pipet, larutan pengencer,
dan ruang hitungnya.
a. Dihisap
darah dengan pipet leukosit sampai tanda
0,5 atau sampai 1.0
b. Dihisap
larutan pengencer Truk sampai tanda 11 pada ujung lain pipet ini.
c.
Selanjutnya caranya sama dengan untuk
BDM.
BAB
IV
Hasil
dan Pembahasan
A.
Hasil pengamatan
Pemberian Ekstrak Tanaman
No.
Kandang
|
Perlakuan
|
Kode Burung
|
Jumlah Dosis (Tanggal)
|
||
23 Nov s/d 24 Nov 2013
|
25 Nov s/d 27 Nov 2013
|
28-Nov-13
|
|||
1
|
Pemberian Akuades
|
A1
|
0,32 ml
|
0,32 ml
|
0,27 ml
|
A2
|
0,32 ml
|
0,35 ml
|
0,35 ml
|
||
A3
|
0,3 ml
|
0,32 ml
|
0,32 ml
|
||
A4
|
0,3 ml
|
0,32 ml
|
0,35 ml
|
||
A5
|
0,32 ml
|
0,32 ml
|
0,35 ml
|
||
2
|
Pemberian Ekstrak
|
E1
|
0,44 ml
|
0,43 ml
|
0,41 ml
|
E2
|
0,41 ml
|
0,37 ml
|
0,34 ml
|
||
E3
|
0,47 ml
|
0,31 ml
|
0,34 ml
|
||
E4
|
0,47 ml
|
0,31 ml
|
0,31 ml
|
||
E5
|
0,47 ml
|
0,41 ml
|
0,43 ml
|
||
3
|
Pemberian Stimuno
|
S1
|
0,27 ml
|
0,25 ml
|
0,25 ml
|
S2
|
0,32 ml
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
||
S3
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
||
S4
|
0,35 ml
|
0,35 ml
|
0,35 ml
|
||
S5
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
B.
Berat
Burung Puyuh
No Kandang / Perlakuan
|
Kode Burung
|
Tanggal
|
||
23 nov 2013 s/d 24 nov 2013
|
25 nov 2013 s/d 27 nov 2013
|
28-Nov-13
|
||
Berat
|
berat
|
berat
|
||
Kandang 1 / Akuades (gr)
|
A1
|
130 gr
|
130 gr
|
110 gr
|
A2
|
130 gr
|
140 gr
|
140 gr
|
|
A3
|
120 gr
|
130 gr
|
130 gr
|
|
A4
|
120 gr
|
130 gr
|
140 gr
|
|
A5
|
130 gr
|
130 gr
|
140 gr
|
|
Kandang 2 / Ekstrak (gr)
|
E1
|
140 gr
|
140 gr
|
130 gr
|
E2
|
130 gr
|
120 gr
|
110 gr
|
|
E3
|
150 gr
|
100 gr
|
110 gr
|
|
E4
|
160 gr
|
100 gr
|
100 gr
|
|
E5
|
150 gr
|
130 gr
|
140 gr
|
|
Kandang 3 / Stimuno (gr)
|
S1
|
110 gr
|
100 gr
|
100 gr
|
S2
|
130 gr
|
120 gr
|
120 gr
|
|
S3
|
120 gr
|
120 gr
|
120 gr
|
|
S4
|
140 gr
|
140 gr
|
130 gr
|
|
S5
|
120 gr
|
120 gr
|
120 gr
|
C.
Pengamatan
Hati Burung
No Kandang
|
Perlakuan
|
Kode Burung
|
Berat Hati (gr)
|
Warna Hati
|
Kandang I
|
Pemberian Aquades
|
A1
|
2,57
|
Merah Kecoklatan
|
A2
|
3,42
|
Merah Kecoklatan
|
||
A3
|
2,47
|
Coklat
|
||
A4
|
2,59
|
Coklat
|
||
A5
|
2,01
|
Merah
|
||
RATA-RATA
|
2,612
|
|
||
Kandang II
|
Pemberian Ekstrak
|
E1
|
2,30
|
Coklat
|
E2
|
2,73
|
Coklat
|
||
E3
|
3,64
|
Coklat
|
||
E4
|
2,30
|
Merah
|
||
E5
|
1,97
|
Merah
|
||
RATA-RATA
|
2,588
|
|
||
Kandang III
|
Pemberian Stimuno
|
S1
|
2,09
|
Coklat
|
S2
|
2,67
|
Merah
|
||
S3
|
3,33
|
Coklat
|
||
S4
|
2,78
|
Coklat
|
||
S5
|
2,55
|
Coklat
|
||
RATA-RATA
|
2,684
|
|
D.
Pengamatan
Kadar HB, BDM, dan BDP
No Kandang
|
Perlakuan
|
Kode Burung
|
Hb (gr %)
|
BDM
|
BDP
|
Kandang 1
|
Pemberian Aquades
|
A1
|
12%
|
1474
|
1342
|
A2
|
6,2%
|
1414
|
182
|
||
A3
|
9,2%
|
1400
|
318
|
||
A4
|
8%
|
1320
|
1023
|
||
A5
|
8,7%
|
1475
|
1025
|
||
RATA-RATA
|
8,82%
|
1416,6
|
778
|
||
Kandang 2
|
Pemberian Ekstrak
|
E1
|
19%
|
1084
|
4141
|
E2
|
8%
|
1100
|
1210
|
||
E3
|
12%
|
750
|
1384
|
||
E4
|
7%
|
876
|
1272
|
||
E5
|
8,3%
|
2100
|
1263
|
||
RATA-RATA
|
10,86
|
1182
|
1854
|
||
Kandang 3
|
Pemberian Stimuno
|
S1
|
11%
|
1083
|
316
|
S2
|
6,6%
|
2231
|
1118
|
||
S3
|
7,1%
|
2082
|
1148
|
||
S4
|
10%
|
2108
|
532
|
||
S5
|
6,6%
|
2096
|
464
|
||
RATA-RATA
|
8,26%
|
1920
|
715,6
|
B.
Pembahasan
Pada
praktikum ini yaitu untuk mempelajari tentang pengaruh
pemberian ekstrak tanaman pada gambaran darah burung puyuh, jumlah butir sel darah merah (eritrosit) dan jumlah butir sel darah putih, serta kadar hemoglobin dalam
darah burung puyuh. Pemberian ekstrak pada pakan burung puyuh menggunakan
ekstrak tanaman buas-buas atau yanag dikenal dengan sebutan kantong semar (Nepenthes
L.). Terdapat tiga perlakuan yang
digunakan yaitu pemberian ekstrak, pemberian aquades, dan pemberian stimuno
dalam waktu kontrol selama 2 minggu.
Peralatan
yang digunakan adalah 2 unit kandang koloni, tempat pakan, tempat air minum,
dan gelas ukur. Peralatan analisis darah yang digunakan diantaranya tabung
reaksi,botol film, mikroskop, pipet Sahli,
seperangkat alat analisis butir darah merah, butir darah putih, hemoglobinometer
Sahli, gelas objek, alat pengaduk,
jarum penusuk pembuluh darah dan guting.
Darah merupakan komponen penting
dalam tubuh. Darah adalah jaringan yang bersirkulasi melalui pembuluh darah,
membawa zat-zat penting untuk kehidupan selama sel tubuh dan menerima produk
buangan hasil metabolisme untuk dibawa ke organ sekresi (Jain, 1993). Gambaran
darah ternak akan mengalami perubahan seiring dengan perubahan fisiologisnya.
Perubahan fisiologis secara internal dapat disebabkan seperti pertambahan umur,
status gizi, latihan, kesehatan, stress, siklus reproduksi, dan suhu tubuh,
sedangkan secara eksternal akibat kuman dan perubahan suhu lingkungan. Darah
dalam tubuh dibagi menjadi tiga yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah
putih (leukosit), dan trombosit. Darah dapat dijadikan sebagai indikasi adanya
gangguan fisiologi dalam tubuh ternak karena darah berperan sebagai media
homeostasis.
BAB
V
Penutup
A.
Kesimpulan
Penggunaan ekstrak daun buas-buas dalam
air minum puyuh memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap profil darah.
Meskipun secara statistik hasil penelitian tidak berbeda nyata, namun dari
rerata parameternya menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak daun buas-buas dapat
meningkatkan kadar eritrosit, hemoglobin, dan jumlah leukosit..
B.
Saran
Perlu
dilakukan perkembangan penelitian lebih lanjut untuk tanaman buas-buas yang
dijadikan sebagai eksrak pada air minum burung puyuh.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2008. Puyuh Blitar. http://burung-puyuh.blogspot.com/. [Diakses tanggal
20 Desember 2013].
BPSI.
2010. Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010.http://dds.bps.go.id/eng/aboutus.php?sp= 0 [Diakses tanggal 28 Desember 2013].
Frandson,
R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Ke-4 Terjemahan: B.
Srigandono dan Koen Praseno. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Jayanti,
A. M. 2011. Pengaruh Konsumsi Protein dan Mineral Besi (Fe) terhadap Profil
Darah Puyuh yang Diberi Tepung Daun katuk dan Murbei Dalam Pakan. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lehninger.
1995. Dasar-dasar Biokimia Jilid 3.Jakarta : Erlangga.
Poedjiadi,
Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta
: Universitas Indonesia Press
LAMPIRAN:
1.
Penentuan Dosis Aquades, Ekstrak, Dan Stimuno
a.
Kandang 1 : Aquades
1)
Sabtu, 23 November 2013 dan Minggu, 24 November
2013
§
A

§
ml

§
ml

§


§


2)
Senin, 25 November 2013, Selasa, 26 November
2013, dan Rabu, 27 November 2013
§


§
ml

§
ml

§


§
A
ml

3)
Kamis, 28 November 2013, dan Jum’at, 29 November
2013
§


§
ml

§
ml

§


§
ml

b.
Kandang 2 : Dosis Ekstrak Daun buas-buas
1).
Sabtu, 23 November 2013 dan Minggu, 24 November 2013
§






§






§






§






§






2)
Senin, 25 November 2013, Selasa, 26 November
2013, dan Rabu, 27 November 2013










§ E





§






§







3). Kamis, 28 November
2013, dan Jum’at, 29 November 2013
§






§







§






§






§






c. Kandang 3 :
Stimuno
1).
Sabtu, 23 November 2013 dan Minggu, 24 November 2013
§


§


§


§


§


1)
Senin, 25 November 2013, Selasa, 26 November
2013, dan Rabu, 27 November 2013


3.
S


5.


3). Kamis, 28 November 2013, dan
Jum’at, 29 November 2013
§


§


§


§


§ 

1.
Pemberian Ekstrak Tanaman
No. Kandang
|
Perlakuan
|
Kode Burung
|
Jumlah Dosis (Tanggal)
|
||
23 Nov s/d 24 Nov 2013
|
25 Nov s/d 27 Nov 2013
|
28-Nov-13
|
|||
1
|
Pemberian Akuades
|
A1
|
0,32 ml
|
0,32 ml
|
0,27 ml
|
A2
|
0,32 ml
|
0,35 ml
|
0,35 ml
|
||
A3
|
0,3 ml
|
0,32 ml
|
0,32 ml
|
||
A4
|
0,3 ml
|
0,32 ml
|
0,35 ml
|
||
A5
|
0,32 ml
|
0,32 ml
|
0,35 ml
|
||
2
|
Pemberian Ekstrak
|
E1
|
0,44 ml
|
0,43 ml
|
0,41 ml
|
E2
|
0,41 ml
|
0,37 ml
|
0,34 ml
|
||
E3
|
0,47 ml
|
0,31 ml
|
0,34 ml
|
||
E4
|
0,47 ml
|
0,31 ml
|
0,31 ml
|
||
E5
|
0,47 ml
|
0,41 ml
|
0,43 ml
|
||
3
|
Pemberian Stimuno
|
S1
|
0,27 ml
|
0,25 ml
|
0,25 ml
|
S2
|
0,32 ml
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
||
S3
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
||
S4
|
0,35 ml
|
0,35 ml
|
0,35 ml
|
||
S5
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
0,3 ml
|
2.
Berat Burung Puyuh
No Kandang / Perlakuan
|
Kode Burung
|
Tanggal
|
||
23 nov 2013 s/d 24 nov 2013
|
25 nov 2013 s/d 27 nov 2013
|
28-Nov-13
|
||
Berat
|
berat
|
berat
|
||
Kandang 1 / Akuades (gr)
|
A1
|
130 gr
|
130 gr
|
110 gr
|
A2
|
130 gr
|
140 gr
|
140 gr
|
|
A3
|
120 gr
|
130 gr
|
130 gr
|
|
A4
|
120 gr
|
130 gr
|
140 gr
|
|
A5
|
130 gr
|
130 gr
|
140 gr
|
|
Kandang 2 / Ekstrak (gr)
|
E1
|
140 gr
|
140 gr
|
130 gr
|
E2
|
130 gr
|
120 gr
|
110 gr
|
|
E3
|
150 gr
|
100 gr
|
110 gr
|
|
E4
|
160 gr
|
100 gr
|
100 gr
|
|
E5
|
150 gr
|
130 gr
|
140 gr
|
|
Kandang 3 / Stimuno (gr)
|
S1
|
110 gr
|
100 gr
|
100 gr
|
S2
|
130 gr
|
120 gr
|
120 gr
|
|
S3
|
120 gr
|
120 gr
|
120 gr
|
|
S4
|
140 gr
|
140 gr
|
130 gr
|
|
S5
|
120 gr
|
120 gr
|
120 gr
|
3.
Pengamatan Hati Burung
No Kandang
|
Perlakuan
|
Kode Burung
|
Berat Hati (gr)
|
Warna Hati
|
Kandang I
|
Pemberian Aquades
|
A1
|
2,57
|
Merah Kecoklatan
|
A2
|
3,42
|
Merah Kecoklatan
|
||
A3
|
2,47
|
Coklat
|
||
A4
|
2,59
|
Coklat
|
||
A5
|
2,01
|
Merah
|
||
RATA-RATA
|
2,612
|
|
||
Kandang II
|
Pemberian Ekstrak
|
E1
|
2,09
|
Coklat
|
E2
|
2,67
|
Merah
|
||
E3
|
3,33
|
Coklat
|
||
E4
|
2,78
|
Coklat
|
||
E5
|
2,55
|
Coklat
|
||
RATA-RATA
|
2,684
|
|
||
Kandang III
|
Pemberian Stimuno
|
S1
|
2,30
|
Coklat
|
S2
|
2,73
|
Coklat
|
||
S3
|
3,64
|
Coklat
|
||
S4
|
2,30
|
Merah
|
||
S5
|
1,97
|
Merah
|
||
RATA-RATA
|
2,588
|
|
4.
Pengamatan Kadar HB, BDM, dan BDP
No Kandang
|
Perlakuan
|
Kode Burung
|
Hb (gr %)
|
BDM
|
BDP
|
Kandang 1
|
Pemberian Aquades
|
A1
|
12%
|
1474
|
1342
|
A2
|
6,2%
|
1414
|
182
|
||
A3
|
9,2%
|
1400
|
318
|
||
A4
|
8%
|
1320
|
1023
|
||
A5
|
8,7%
|
1475
|
1025
|
||
RATA-RATA
|
8,82%
|
1416,6
|
778
|
||
Kandang 2
|
Pemberian Ekstrak
|
E1
|
19%
|
1084
|
4141
|
E2
|
8%
|
1100
|
1210
|
||
E3
|
12%
|
750
|
1384
|
||
E4
|
7%
|
876
|
1272
|
||
E5
|
8,3%
|
2100
|
1263
|
||
RATA-RATA
|
10,86
|
1182
|
1854
|
||
Kandang 3
|
Pemberian Stimuno
|
S1
|
11%
|
1083
|
316
|
S2
|
6,6%
|
2231
|
1118
|
||
S3
|
7,1%
|
2082
|
1148
|
||
S4
|
10%
|
2108
|
532
|
||
S5
|
6,6%
|
2096
|
464
|
||
RATA-RATA
|
8,26%
|
1920
|
715,6
|
DOKUMENTASI FOTO
PRAKTIKUM









Komentar
Posting Komentar