Laporan Metoda Jalur dan Hutan Alami

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

Acara 7 dan 8

“Metoda jalur (Transek) dan Hutan Alami”

        Hasil gambar untuk lambang untan

          DISUSUN OLEH
NAMA            : Estamia Putri Hinely Siahaan
NIM                : F05112057
KELOMPOK : 8



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2014





ABSTRAK

            Komponen biotik dan abiotik berhubungan erat dan saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. Satuan yang mencakup semua organisme, yakni “komunitas” di dalam suatu daerah yang saling mempengaruhi dengan lingkungan fisiknya. Dalam hirarki organisasi biologi, satuan terkecil dari kehidupan adalah sel, jaringan, organ, organisme, populasi, komunitas, dan ekosistem. Komponen ekosistem yang lengkap harus memiliki produsen, konsumen, pengurai, dan komponen abiotik.  Bentuk komunitas disuatu tempat ditentukan oleh keadaan dan sifat-sifat individu sebagai reaksi terhadap faktor lingkungan yang ada, dimana individu ini akan membentuk populasi didalam komunitas tersebut. Dalam kekayaan spesiesnya, jumlah komunitas berbeda-beda. Mereka juga berbeda dalam hubungannya dalam kelimpahan relatif spesies. Beberapa komunitas terdiri dari beberapa spesies yang umum dan beberapa spesies yang jarang, sementara yang lainnya mengandung jumlah spesies yang sama dengan jumlah spesies yang semuanya umum ditemukan. Keanekaragaman jenis seringkali disebut heterogenitas jenis. Komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi lebih stabil dibandingkan dengan komunitas yang memiliki keanekaragaman jenis rendah. Analisa vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisis vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu minimal area, metode kuadrat dan metode jalur atau transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Komunitas tumbuhan di lingkungan sekitar hutan Fakultas Ekonomi UNTAN mempunyai karakter yang berbeda dari homogen sampai heterogen alami. Oleh karena itu, metode transek digunakan untuk mengetahui komposisi dari tumbuhan yang menyusun komunitas hutan Fakultas Ekonomi UNTAN itu. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi  tumbuhan pada suatu daerah atau pada suatu area tertentu dan untuk mengetahui potensi keanekaragaman tumbuhan dihutan alami lingkungan hutan Fakultas Ekonomi UNTAN untuk PBM pada tingkat SMP dan SMA. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan metode jalur (transek) yaitu meteran, pancang, kantong plastik, label, termoeter, soil termometer, soil moisture dan hygrometer. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan pada percobaan hutan alami yaitu buku identifikasi, pancang, tali rafia,  meteran 1 m dan 100 m atau 50 m, kaliper, kompas, termometer, higrometer, parang, dan sasak. Prosedur percobaan yaitu  ada dua yaitu metode jalur (transek) dan hutan alami. Pada percobaan metode jalur (transek) yaitu  transek dibuat sepanjang 100 m dengan tali plastik. Setiap 20 m dibuat plot kuadrat ukuran 10 x 10 m. Untuk pohon yang diukur adalah jenis, spesies, DBH, tinggi pohon dan cover. Untuk sampling dibuat plot ukuran 5 x 10 m didalam plot 10 x 10 m atau membagi plot tersebut. Untuk seedling dibuat plot ukuran 1 x 1 m dalam plot 5  10 m. Pada percobaan metode hutan alami yaitu dilakukan analisa vegetasi dengan kombinasi antara transek dan kuadrat. Diidentifikasi tumbuhan yang ada diukur data fisik lingkungan. Dianalisa hasil data tersebut kemudian dihubungkan dengan potensi untuk PBM di SMP dan SMA.   

Kata kunci : metode jalur atau transek, komunitas, hutan alami, plot, analisis vegetasi







PENDAHULUAN
A.   Metoda Jalur (Transek)  
Analisa vegetasi adalah salah satu cara untuk mempelajari tentang susunan (komposisi) jenis dan bentuk struktur vegetasi (masyarakat tumbuhan). Analisa vegetasi dibagi atas tiga metode yaitu minimal area, metode kuadrat dan metode jalur atau transek. Salah satu metode dalam analisa vegetasi tumbuhan yaitu dengan menggunakan metode transek. Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya paling baik dilakukan dengan transek. Cara ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi (Soerianegara, 1988).
Menurut Oosting, menyatakan bahwa transek merupakan garis sampling yang ditarik menyilang pada sebuah bentukkan atau beberapa bentukan. Transek juga dapat dipakai dalam studialtituide dan mengetahui perubahan komunitas yang ada. Ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik  (Setiadi, 1984).
Keunggulan analisis vegetasi dengan menggunakan metode transek antara lain akurasi data  diperoleh dengan baik karena kita terjun langsung, serta pencatatan data jumlah individu lebih teliti. Selain itu metode ini mempunyai kekurangan, yaitu antara lain membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi vegetasi secara langsung dan dibutuhkan analisis yang baik , waktu yang dibutuhkan cukup lama, membutuhkan tenaga peneliti yang banyak. Untuk jenis vegetasi tertentu seperti padang rumput, penggunaan metode plot seringkali kurang praktis dan butuh bayak waktu. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat diakali metode transek. Metode transek ini terdapat 3 macam metode yaitu (Umar, 2010) :
1.    Line Transek
Sering digunakan oleh ahli ekologi untuk mempelajari komunitas padang rumput.
2.    Belt Transek
Digunakan untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini juga paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi, dan elevasi. Transek dibuat memotong garis-garis topografi, dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai atau menaiki gunung dan menuruni lereng pegunungan.
3.    Metode Strip Sensus
Metode strip sensus sebenarnya sama dengan metode line transek, hanya saja penerapannya untuk mempelajari ekologi vertebrata daratan. Metode ini meliputi, berjalan sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi.
       Dalam luasan tertentu, individu-individu suatu populasi dapat didistribusikan secara seragam, acak, ataupun secara merumpun. Disrtibusi seragam jarang terdapat, hanya terajdi apabila kondisi lingkungan cukup seragam di seluruh luasan dan apabila terdapat persaingan kuat atau antagnisme antara individu-individu misalnya pada hutan-hutan yang lebat pohon-pohon yang tinggal hampir mempunyai  distribusi relatif atau distribusi seragam karena kompetsi untuk mendapatkan unsur hara dan cahaya matahari yang kuat. Analisis Transek merupakan teknik untuk memfasilitasi masyarakat dalampengamatan langsung lingkungan dan keadaan sumber-sumberdaya dengan cara berjalan menelusuri wilayah tempat mereka tinggal mengikuti suatu lintasan tertentu yang disepakati. Dengan teknik analisis transek diperoleh gambaran keadaan potensi sumberdaya alam masyarakat beserta masalah-masalah, perubahan-perubahan keadaan dan potensi-potensi yang ada. Hasilnya di gambar dalam bentuk gambar atau diagram. .Manfaat transek yaitu menimbulkan perasaan senang karena merekadapat memperkenalkan langsung pekerjaan, keadaan, pengetahuan danketerampilan mereka kepada sesama petani dan orang luar bagi orang dalam(Masyarakat) penelurusan lokasi ini. Manfaat lainya adalah untuk melihat dengan jelas mengenai kondisi alam dan rumitnya sistem pertanian dan pemeliharaansumber daya alam yang dijalankan oleh masyarakat bagi orang luar. Kita dapat belajar tentang cara masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam (Heddy, 1986).

B.      Hutan Alami
        A.    Ekologi
                                                Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckal, yaitu seorang ahli biologi berkebangsaan Jerman pada tahun 1869. Istilah ekologi berasal dari bahassa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal atau tempat hidup atau habitat, dan logos yang berarti ilmu, telah, studi, atau kajian (Soemarwoto, 1983).
                                    Oleh karena itu, secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang tempat  tinggal makhluk hidup. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidupdengan lingkungannya (Soerianegara, 1988).
                                    Lingkungan merupakan gabungan dari berbagai komponen fisik maupun hayati yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang ada didalamnya. Jadi, lingkungan disini mempunyai arti luas mencakup semua hal yang ada di luar organisme yang bersangkutan, misalnya radiasi matahari, suhu, curah hujan, kelembaban, topografi, parasit, predator, dan kompetitor (Hardjowigeno, 1985).
                                    Adapun ekologi hutan adalah cabang dari ekologi yang khusus mempelajari ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara masyarakat tetumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya sangat erat. Oleh karena itu, hutan yang dipandang sebagai suatu ekosistem dapat dipelajari dari segi autekologi maupun sinekologinya. Dari segi autekologi, maka di hutan bisa dipelajari pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis pohon yang sifat kajiannya mendekati fisiologi tumbuhan, dapat juga dipelajari pengaruh suatu faktor lingkungan terhadap hidup dan tumbuhnya suatu jenis binatang liar atau marga satwa. Bahkan dalam autekologi dapat dipelajari pola perilaku suatu jenis binatang liar, sifat adaptasi suatu jenis binatang liar, maupun sifat adaptasi suatu jenis pohon. Dari segi sinekologi, dapat dipelajari berbagai kelompok jenis tumbuhan sebagai suatu komunitas, misalnya mempelajari pengaruh keadaan tempat tumbuh terhadap komposisi dan struktur vegetasi, atau terhadap produksi hutan. Dalam ekosistem hutan itu bisa juga dipelajari pengaruh berbagai faktor ekologi terhadap kondisi populasi, baik populasi tumbuhan maupun populasi binatang liar yang ada di dalamnya. Akan tetapi pada prinsipnya dalam ekologi hutan, kajian dari kedua segi (autekologi dan sinekologi) itu sangat penting karena pengetahuan tentang hutan secara keseluruhan mencakup pengetahuan semua komponen pembentuk hutan, sehingga kajian ini diperlukan  dalam pengelolaan sumber daya hutan (Soerianegara, 1988).

B.    Ekosistem
                        Istilah ekosistem pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekologi bernama A.G Tansley pada tahun 1935 berkebangsaan Inggris, meskipun begitu tentu saja konsep itu sama sekali bukan merupakan konsep yang baru. Terbukti bahwa sebelum akhir tahun 1800-an, pernyataan-pernyataan resmi tentang istilah dan konsep yang berkaitan dengan ekosistem mulai terbit cukup menarik dalam literatur-literatur ekologi di Amerika, Eropa, dan Rusia (Odum,1993).
                        Beberapa penulis lain telah menggunakan istilah yang berbeda, tetapi maksudnya sama dengan ekosistem. Misalnya pada tahun 1877 seorang ahli ekologi bangsa Jerman bernama Karl Mobius telah menulis tentang komunitas organisme dalam batu karang, dan menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem yaitu biocoenosis (biokoenosis). Pada tahun 1887 seorang ahli ekologi berkebangsaan Amerika bernama S.A. Forbes telah menulis karangan kuno tentang danau, dan menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem, yaitu microsom. Pada periode tahun 1846-1903 seorang ahli ekologi bangsa Rusia bernama V.V. Dokuchaev dan seorang ahli ekologi hutan bansa Rusia bernama G.V. Morozov telah menaruh perhatian besar terhadap ekosistem dan menggunakan istilah yang mempunyai makna yang sama dengan  ekosistem yaitu biokoenosis, sedangkan di kalangan ahli ekologi bangsa Rusia sering menggunakan istilah geobiokoenosis yang memiliki makna sama dengan ekosistem. Demikian juga masih ada ahli-ahli ekologi lainnya yang telah menggunakan istilah yang mempunyai makna sama dengan ekosistem antara lain: Friederichs pada tahun 1930 menggunakan istilah holocoen/holokoen, Thienemann pada tahun 1939 menggunakan istilah biosystem/biosistem, Vernadsky pada tahun 1944 menggunakan istilah bioenert body. Ekosistem, yaitu suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat struktur dan fungsi (Setiadi, 1984).
                        Struktur yang dimaksudkan dalam definisi ekosistem tersebut adalah berhubungan dengan keanekaragaman spesies (species diversity). Pada ekosistem yang strukturnya kompleks, maka akan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi. Adapun kata fungsi yang dimaksudkan dalam definisi ekosistem menurut A.G. Tansley adalah berhubungan dengan siklus materi dan arus energi melalui komponen- komponen ekosistem (Odum,1993).

C.  Hubungan Ekologis
1.  Hubungan Ekologi dengan Ilmu Alam lainnya
a.  Ilmu fisika berperan karena dalam ekologi faktor fisik seperti : sinar matahari, perubahan          suhu, daya serap tanah, hujan dan lain-lain yang terlibat.
b.  Ilmu kimia berperan karena dalam ekologi proses kimia seperti sintesis dan analisis kimiawi dalam tubuh dan di luar tubuh, makhluk hidup merupakan bagian yang penting.
c.  Ilmu bumi dan antariksa juga berperan karena ekologi berkaitan dengan berbagai proses  yang di pengaruhi oleh peristiwa-peristiwa siang malam, musim kemarau dan musim hujan, musim panas-gugur-salju-dan semi, gravitas, endapan aluvival, vulkanik, erosi, ablasi, sedimentasi, marin, dan lain-lain.
2.  Hubungan Ekologi dengan Ilmu Sosial
Ilmu Sosial sangat penting bila komponen manusia di masukkan dalam cakupan ekosistem, atau bila kita mempelajari peran ekosistem terhadap kehidupan manusia.

D.  Komponen Biotik dan Abiotik
     Semua ekosistem, baik ekosistem terestrial (daratan) maupun akuatik (perairan) terdiri atas komponen-komponen yang dapat dikelompokan berdasarkan segi tropik atau nutrisi dan segi struktur dasar ekosistem ( Odum 1993 ).
Pengelompokan ekosistem dari tiap segi tersebut diuraikan dibawah ini. Berdasarkan atas segi struktur dasar ekosistem terdiri atas dua jenis berikut :
1.     Komponen biotik (komponen makhluk hidup),  misalnya binatang, tumbuhan, dan mikroba.
2.     Komponen abiotik (komponen benda mati),  misalnya air, udara, dan energi (Setiadi, 1984).
Berdasarkan segi tropik dan nutrisi, maka komponen biotik dalam ekosistem terdiri atas dua jenis sebagai berikut :
1.  Komponen autotrofik (autotrophic)
Kata autotrofik berasal dari kata autos, Artinya sendiri, dan trrophikos artinya menyediakan makanan. Komponen autotrofik, yaitu organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organik berasal dari bahan-bahan anorganik dengan bantuan klorofil dan energi utama berupa radiasi matahari. Oleh karena itu, organisme yang mengandung klorofil termasuk ke golongan autotrof dan umumnya adalah  golongan tetumbuhan. Pada komponen autrofik terjadi pengikatan energi radiasi matahari dan sintesis bahan anorganik menjadi bahan organik kompleks.
2.  Komponen heterotrofik (heterotrofhic)
Kata heterotrof berasal dari kata hetero artinya berbeda atau lain, dan trophikos artinya menyediakan makanan. Komponen heterotrofik, yaitu organisme yang hidupnya selalu memanfaatkan bahan organik yang dimanfaatkan itu disediakan oleh organisme lain. Jadi, komponen heterotrofik memperoleh  bahan makanan dari komponen autotrofik, kemudian sebagian anggota komponen ini menguraikan bahan organik kompleks ke dalam bentuk bahan anorganik yang sederhana. Dengan demikian, binatang, jamur, jasad renik termasuk ke dalam komponen heterotrofik (Odum 1993).

E.   Aliran Rantai Makanan
                   Rantai makanan, yaitu transfer atau pemindahan energi dari sumbernya melalui serangkaian organisme yang di makan dan yang memakan (Odum,1993). 
                   Menginat energi makanan itu ada dalam bentuk energi kimia atau energi potensial, dan di dalamnya mengandung energi dan materi, maka rantai makanan dapat di definisikan sebagai transfer atau pemindaahan energi dan materi melalui serangkaian organisme. Di dalam suatu ekosistem hanya tumbuhan hijau yang mampu menangkap energi radiasi matahari dan mengubahnya ke dalam bentuk energi kimia dalam tubuh tumbuhan, misalnya karbohidrat, protein, dan lemak. Energi makanan yang di buat oleh tumbuahan hijau itu sebagian di gunakan untuk dirinya sendiri dan sebagian lagi merupakan sumber daya yang di manfaatkan oleh herbivora. Herbivora di mangsa oleh karnivora, dan karnivora di mangsa oleh karnivora lainnya, demikian seterusnya terjadilah proses pemindahan energi dan materi dari satu organisme ke organisme lain dan ke lingkungannya. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa suatu kehidupan dapat menyokong kehidupan lainnya. Dengan kata lain, dari satu organisme ke organisme yang lainn akan terbentuk suatu rantai yang disebut dengan rantai makanan. Semakin pendek rantai makanan, maka semakin dekat jarak antara organisme pada permulaan rantai dan organisme pada ujung rantai, sehingga semakin besar energi yang dapat disimpan dalam tubuh organisme di ujung rantai makanan (Resosoedarmo, 1986).
Pada prinsipnya, rantai makanan dapat di bedakan kedalam tiga kelompok sebagai berikut.
1.  Rantai pemangsa, yaitu pemindahan energi dan materi dari produsen (tumbuhan) ke binatang           kecil, kemudian ke binatang yang besar, dan berakhir ke binatang yang paling besar.
2.  Rantai parasit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme besar ke organisme kecil.
3.  Rantai saprofit, yaitu pemindahan energi dan materi dari organisme mati (bahan organik) ke             mikroorganisme atau jasad renik.







METODOLOGI

            Praktikum ini dilaksanakan hari senin tanggal November 2014 pada pukul 15.00 – 17.00 di lingkungan hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura. Tujuannya untuk mengetahui komposisi  tumbuhan pada suatu daerah atau pada suatu area tertentu dan untuk mengetahui potensi keanekaragaman tumbuhan dihutan alami lingkungan FKIP untuk PBM pada tingkat SMP dan SMA. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan metode jalur (transek) yaitu meteran, pancang, kantong plastik, label, termoeter, soil termometer, soil moisture dan hygrometer. Sedangkan alat dan bahan yang digunakan pada percobaan hutan alami yaitu buu identifikasi, marker, alat tulis, pancang, tali rafia,  meteran 1 mdan100 m atau 50 m, kaliper, kompas, termometer, higrometer, parag, pisau, sasak, koran, plastik, jas hujan, topi, pakaian lapangan, makanan, minuman, da obat-obatan. Prosedur percobaan yaitu  dua percobaan metode jalur (transek) dan hutan alami. Pada percobaan metode jalur (transek) yaitu  transek dibuat sepanjang 100 m dengan mnggunakan tali plastik. Kemudian pada setiap 20 m dibuat plot kuadrat dengan ukuran 10 x 10 m. Untuk pohon yang diukur adalah jenis, spesies, DBH, tinggi pohon dan cover. Untuk sampling dibuat plot dengan ukuran 5 x 10 m didalam plot 10 x 10 m atau dngan membagi plot terebut. Untuk seedling dibuat plot dengan ukuran 1 x 1 m dalam plot 5  10 m. Untuk sampling dan seedling diukur diameter jenis tumbuhan dan jumlahnya. Jika nama tumbuhan tidak dikenal harus diambil contoh tanaman tersebut dan dimasukkan ke dalam plastik besar untuk dihebarium dan diidentifikasi. Terakhir dianalisa data yang diperoleh. Pada percobaan metode hutan alami yaitu seluruh alat yang diperlukan dibawa dengan efisien sehingga memudahkan bergerak. Diikuti petunjuk dari instruktur menentukan lapangan atau komunitas yang akan didata. Analisa vegetasi dilakukan dengan kombinasi antara transek dan kuadrat. Diidentikasi tumbuhan yang ada dan jika tidak diketahui , maka diambil sampel dan dimasukan ke dalam sasak untuk diidentifikasi selanjutnya. Diukur data fisik lingkungan yang meliputi temperatur udara, tanah, kelembapan dan cahaya pada plot yang didata. Setelah selesai pengamatan2 minggu, dikombinasikan data seluruh kelas. Dianalisa hasildata tersebut dan dihubungkan dengan potensi untuk PBM di SMP dan SMA.      








HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Tabel Pengamatan Metode Jalur (Transek)
Tabel 1. Nilai Analisa Kuantitatif Semai Setiap Plot
No.
Spesies
Jumlah Individu
Jumlah plot/ukuran plot
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp / INP total
Log (INP sp / INP total)
H sp
1
Paku uban
25
1/  2 x 2
6,25
61
0,25
25
86
43
1,6
Kelimpa-han Rendah
2
Spesies A
5
1/ 2x2
1,25
12
0,25
25
37
19
1,3
Kelimpa-han Rendah
3
Spesies B
8
1/ 2x2
2
19
0,25
25
44
22
1,3
Kelimpa-han Rendah
4
Sirih hutan ( Coscinium fenestratum )
15
1/ 5x5
0,6
5,9
0,25
25
30.9
16
1,2
Kelimpa-han Rendah

Tabel 2. Nilai Analisa Kuantitatif Pancang Setiap Plot
No.
Spesies
Jumlah Individu
Jumlah plot/ukuran plot
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp / INP total
Log (INP sp / INP total)
H sp
1
Spesies C
1
1/ 5x5
0,04
93
0,25
50
143
0,72
-0,14
Kelimpahan Rendah
2
Spesies D
1
1/ 20x16
0,003
6,9
0,25
50
56,9
0,28
1,45
Kelimpahan Rendah

Tabel 3. Nilai Analisa Kuantitatif Tiang Setiap Plot
No.
Spesies
Jumlah Individu
Jumlah plot/ukuran plot
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp / INP total
Log (INP sp / INP total)
H sp
1
spesies E
2
1 / 5x5
0,08
76
0,25
33
109
55
1,74
Kelimpahan Rendah
2
spesies F
1
1/ 10x10
0,01
9,5
0,25
33
42,5
21
1,32
Kelimpahan Rendah
3
Lianna sp.
5
1/ 20x16
0,015
14
0,25
33
47
24
1,38
Kelimpahan Rendah

Tabel 4. Nilai Analisa Kuantitatif Pohon Setiap Plot
No.
Spesies
Jumlah Individu
Jumlah plot/ukuran plot
KM
KR (%)
FM
FR (%)
INP (%)
INP sp / INP total
Log (INP sp / INP total)
H sp
1
Karet
8
1/ 20X16
0,025
74
0,25
33
107
0,64
-0,19
Kelimpahan Rendah
2
Spesies G
3
1/ 20X16
0,009
26
0,25
33
59
0,36
-0,44
Kelimpahan Rendah

Tabel Pengamatan Hutan Alami
A.       Tabel Suhu Udara
1.      Tabel Suhu Udara Plot 2 X 2 m
Suhu Udara
Jarak
Ulangan
10 cm
30 cm
50 cm
Titik 1
1
290 C
280 C
280 C
2
290 C
280 C
280 C
3
280 C
280 C
290 C
Titik 2
1
270 C
270 C
280 C
2
260 C
280 C
270 C
3
280 C
270 C
270 C
Titik 3
1
260 C
260 C
25,50 C
2
260 C
270 C
260 C
3
270 C
260 C
260 C

2.      Tabel Suhu Udara Plot 5 X 5 m
Suhu Udara
Jarak
Ulangan
10 cm
30 cm
50 cm
Titik 1
1
280 C
290 C
280 C
2
280 C
280 C
280 C
3
290 C
280 C
280 C
Titik 2
1
270 C
270 C
270 C
2
270 C
270 C
270 C
3
270 C
270 C
270 C
Titik 3
1
280 C
280 C
280 C
2
280 C
270 C
280 C
3
280 C
280 C
270 C




3.      Tabel Suhu Udara Plot 10 X 10 m
Suhu Udara
Jarak
Ulangan
10 cm
30 cm
50 cm
Titik 1
1
290 C
280 C
280 C
2
290 C
280 C
290 C
3
290 C
280 C
290 C
Titik 2
1
280 C
270 C
280 C
2
280 C
280 C
280 C
3
270 C
270 C
280 C
Titik 3
1
270 C
280 C
280 C
2
280 C
280 C
290 C
3
280 C
280 C
280 C


4.      Tabel Suhu Udara Plot 20 X 16 m
Suhu Udara
Jarak
Ulangan
10 cm
30 cm
50 cm
Titik 1
1
280 C
290 C
290 C
2
280 C
280 C
290 C
3
290 C
280 C
290 C
Titik 2
1
270 C
280 C
280 C
2
280 C
280 C
280 C
3
280 C
280 C
280 C
Titik 3
1
280 C
280 C
280 C
2
280 C
280 C
270 C
3
280 C
280 C
280 C


B.   Tabel Suhu Tanah
1.    Tabel Suhu Tanah Plot 2 X 2 m
Suhu Tanah
Jarak
Ulangan
0 cm
5 cm
10 cm
Titik 1
1
250 C
250 C
240 C
2
250 C
240 C
240 C
3
250 C
250 C
240 C
Titik 2
1
250 C
250 C
240 C
2
250 C
250 C
240 C
3
250 C
240 C
240 C
Titik 3
1
250 C
250 C
240 C
2
250 C
250 C
240 C
3
250 C
250 C
240 C

2.    Tabel Suhu Tanah Plot 5 X 5 m
Suhu Tanah
Jarak
Ulangan
0 cm
5 cm
10 cm
Titik 1
1
250 C
240 C
240 C
2
250 C
250 C
250 C
3
250 C
250 C
240 C
Titik 2
1
250 C
250 C
240 C
2
250 C
250 C
240 C
3
250 C
240 C
240 C
Titik 3
1
250 C
250 C
240 C
2
250 C
240 C
240 C
3
250 C
250 C
240 C


3.    Tabel Suhu Tanah Plot 10 X 10 m
Suhu Tanah
Jarak
Ulangan
0 cm
5 cm
10 cm
Titik 1
1
250 C
240 C
240 C
2
250 C
240 C
240 C
3
250 C
240 C
240 C
Titik 2
1
250 C
240 C
240 C
2
250 C
240 C
240 C
3
250 C
240 C
240 C
Titik 3
1
250 C
240 C
240 C
2
250 C
240 C
240 C
3
250 C
240 C
240 C
4.    Tabel Suhu Tanah Plot 20 X 16 m
Suhu Tanah
Jarak
Ulangan
0 cm
5 cm
10 cm
Titik 1
1
250 C
240 C
240 C
2
250 C
240 C
240 C
3
250 C
240 C
240 C
Titik 2
1
250 C
240 C
240 C
2
250 C
240 C
240 C
3
250 C
240 C
240 C
Titik 3
1
250 C
240 C
240 C
2
250 C
240 C
240 C
3
250 C
240 C
240 C

C.   pH Tanah
Plot
Titik
1
2
3
1 (2 X 2 m)
5
6
5
2 (5 X 5 m)
5
6
6
3 (10X10 m)
6
5
5
4 (20 X 16 m)
5
6
5

Adapun pengamatan yang dilakukan dengan kriteria sebagai berikut semai dengan petak 2 x 2 m, pancang dengan petak 5 x 5 m, tiang 10 x 10 m dan pohon dengan petak 20 x 16 m. Pertama, tarik rafia lurus sepanjang 100 m. Pada ukuran 2 x 2 m (semai) terdapat 3 jenis tumbuhan yaitu paku uban, spesies A dan spesies B. Adapun yang paling banyak jumlahnya adalah tumbuhan pakis  atau paku uban. Hal ini dikarenakan tumbuhan pakis  atau paku uban sangat cocok dengan lingkungan ini baik struktur tanah, unsur hara, ph, kelembapan, suhu udara dan jumlah cahaya yang masuk. Pakis  atau paku uban merupakan kerapatan mutlak dan kerapatan relatif yang tertinggi pada plot semai. Ini menandakan jumlah spesies pakis atau paku uban paling banyak dan paling mendominasi. Hal ini menandakan bahwa pakis atau paku uban yang paling sering ditemukan pada setiap plot. Ini juga berarti pakis atau paku uban menyebar secara merata di lingkungan hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura. Untuk nilai INP semai tertinggi adalah dari tumbuhan pakis atau paku uban yang artinya tumbuhan pakis atau paku uban memiliki kerapatan yang lumayan tinggi dan penyebarannya merata pada setiap plot.
Pada pengamatan pancang dengan ukuran plot 5 x 5 m terdapat 3 jenis tumbuhan yaitu sirih hutan (Coscinium fenestratum), spesies C, dan spesies E dengan nilai tertinggi kerapatan mutlak, kerapatan relatif, nilai frekuensi mutlak, frekuensi relative, dan indeks nilai penting adalah spesies C. Dari hasil ini dapat dipastikan bahwa spesies C mempunyai kerapatan terbesar dan sangat mendominasi di lingkungan hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura.
Pada pengamatan tiang dengan ukuran plot 10x10 m terdapat satu jenis tumbuhan saja yaitu spesies F. Tiang merupakan tumbuhan yang memiliki kriteria tinggi mencapai 25 – 60 m dan diameter 5-10 cm..
Pada pengamatan pohon dengan ukuran 20 x 16 m terdapat 4 jenis tumbuhan saja yaitu spesies D, Lianna sp., karet, dan  spesies G. Pohon adalah tumbuhan yang memiliki diameter lebih dari 20 cm dengan ketinggian lebih dari 60 m. Pada pohon ini nilai tertinggi dimiliki oleh pohon karet baik KR, KM, FM, FR, & INP. Ini menandakan pohon karet paling mendominasi dan merata di lingkungan hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura.
Dari pengamatan dapat di ketahui bahwa di lingkungan hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura banyak di dominasi oleh tumbuhan semai dan pohon . Daerah di lingkungan hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura memang hampir nampak seperti hutan asli pada umumnya, karena keragaman dari spesies yang ada di lingkungan hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura yang masih menyimpan kekayaan alam yang perlu kita jaga dan lestarikan.
Adapun pengamatan rata – rata suhu udara diukur menggunakan termometer dengan jarak 10 cm, 30 cm, 50 cm. Pada plot 2 X 2 m di lingkungan hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura dengan rata-rata suhu udara yaitu di titik 1 mencapai  28,3 º C,  di titik 2 mencapai 28 º C dan di titik 3 mencapai  26,16 º C. Pada plot 5 X 5 m diperoleh yaitu di titik 1 mencapai  28,2 º C,  di titik 2 mencapai 27 º C dan di titik 3 mencapai  27,8 º C. Pada plot 10 X 10 m diperoleh yaitu titik 1 mencapai  28,5 º C,  di titik 2 mencapai 27,7 º C dan di titik 3 mencapai  28 º C. Dan pada plot 20 X 16 m diperoleh hasil di titik 1 mencapai  28,5 º C,  di titik 2 mencapai 27,9 º C dan di titik 3 mencapai  28,2 º C.
Rata – rata suhu tanah diukur dengan jarak 0 cm, 5 cm, dan 10 cm melalui 3 ulangan/titik. Sehingga rata- rata pada plot 2 X 2 m di titik 1 dan 2  mencapai  24,5 º C,  serta di titik 3 mencapai  24,7 º C. Pada plot 5 X 5 m di titik 1  mencapai  24,7 º C,  serta di titik 2 dan 3  mencapai  24,5º C. Pada plot 10 X 10 dan plot 20 x 16  m diperoleh hasil di titik 1, 2, dan 3 mencapai  22,1 º C. Hal ini dikarenakan pengambilan suhu tanah di titik-titik yang berdekatan.
Aadapun rata-rata Ph tanah dari hasil pengamatan yang diperoleh yaitu 5,3 pada plot 2 X 2 m, plot 10 X 10 dan plot 20 x 16. Hal ini berarti tanah bersifat asam. Dan pH 5,7 pada plot 5 x 5 m.
Oleh sebab itu terdapat pengaruh komponen abiotik terhadap komponen biotik. Sehingga komunitas di dalam  ekosistem hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura memiliki variasi tumbuhan yang beranekaragam. Dan dengan percobaan ini dapat pula diketahui ada hubungan antara komponen biotik dan abiotik tesebut khususnya pada keanekaragaman tumbuhan diekosistem hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura.







KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang dilakukan diketahui ada hubungan antara komponen biotik dan abiotik didalam ekosistem. Dapat pula diketahui pengaruh komponen abiotik terhadap komponen biotik. Sehingga komunitas di dalam  ekosistem dan ditemukan berbagai macam spesies tumbuhan yaitu tumbuhan paku uban dan pohon karet yang paling mendominasi   di ekosistem hutan alami Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura.  







DAFTAR PUSTAKA
.
Hardjowigeno, S. 1985. Klasifikasi Tanah dan Lahan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Heddy, S . 1986. Pengantar Ekologi. Jakarta Rajawali.

Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta : UGM Press.

Resosoedarmo, S . 1986. Pengantar Ekologi. Bandung :  Redmaja Rosda Karya.

Setiadi, D. 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya dengan Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati Cikampek, KPH Purwakarta,Jawa Barat, Bogor. Bagian Ekologi, Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB.

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bogor:  Djambatan Kehutanan IPB.

Soerianegara, I . 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bandung : Departemen Manejemen Hutan IPB.

Syafei. 1990. Dinamika Populasi. Kajian Ekologi Kuantitatif.Pustaka Sinar Harapan. Jakarta : UGM Press


Umar, M . 2010. Ekologi Umum Dalam Praktikum. Makassar :  Universitas Hasanuddin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan

Laporan Praktikum Minimal Area

Laporan Praktikum Ekologi Perairan