Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan "Allelopati"

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

Acara 4

“ Allelopati ”

        Hasil gambar untuk lambang untan

          DISUSUN OLEH
NAMA            : Estamia Putri Hinely Siahaan
NIM                : F05112057
KELOMPOK : 8



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2014






ABSTRAK
            Dalam persaingan hidup, biasanya suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut dapat menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lain yang tumbuh didekat atau disekitar tumbuhan tersebut. Peristiwa ini dinamakan allelopati. Alelopati berasal dari bahasa Yunani, allelon yang berarti “satu sama lain” dan pathos yang berarti “menderita”.. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati, contoh tanaman alelopati adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.). Hal ini dilakukan untuk memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies. Oleh karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan..
Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merupakan metabolit sekunder di bagian akar, rizoma, daun, serbuk sari, bunga, batang, dan biji. Fungsi dari senyawa alelokimia tersebut belum diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap herbivora dan patogen tanaman. Tanaman yang rentan terhadap senyawa alelokimia dari tanaman lainnya dapat mengalami gangguan pada proses perkecambahan, pertumbuhan, serta perkembangannya. Perubahan morfologis yang sering terjadi akibat paparan senyawa alelokimia adalah perlambatan atau penghambatan perkecambahan biji, perpanjangan koleoptil, radikula, tunas, dan akar. Indikasi terjadinya fenomena alelopati dapat terlihat melalui beberapa bentuk, di antaranya adalah autotoksisitas, efek residu, dan penghambatan gulma. Autotoksisitas terjadi bila alelopati terjadi di antara individu dalam satu spesies yang sama, contohnya spesies Medicago sativa (alfalfa), Trifolium sp. (semanggi), dan Asparagus officinalis (asparagus). Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab pertumbuhan tanaman yang tidak sama pada tahun-tahun berikutnya dalam pertanian. Salah satu bentuk alelopati tanaman lainnya adalah residu dari beberapa tanaman diketahui dapat mengurangi perkecambahan gulma. Beberapa tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan gulma melalui proses alelopati adalah Avena fatua (haver), E. repens (semacam rumput), Cirsium arvense, dan Stellaria media. Oleh karena itu tujuan percobaan ini yaitu untuk mempelajari pengaruh allelopati terhadap perkecambahan kacang hijau. Adapun bahan yang digunakan yaitu akar ilalang, daun akasia, dan  umbi bawang putih serta biji kacang hijau. Sedangkan alat yang digunakan yaitu petridish, blender, corong dan kertas saring. Akar ilalang, daun akasia, dan  umbi bawang putih dapat menghasilkan senyawa kimia yang menghambat petumbuhan biji kacang hijau.           
Kata kunci : Allelopati, senyawa kimia, persaingan tumbuh





                                                                  PENDAHULUAN
Allelopati adalah produksi substansi (zat) oleh suatu tanaman yang merugikan tanaman lain atau mikroba. Ini merupakan topik yang bertentangan. Masalahnya adalah bahwa tanaman mengandung substansi yang sangat luas bersifat toksik dan beberapa percobaan berusaha mendemonstrasikan pengaruh allelopati dengan memberikan ekstrak suatu tanaman kepada biji-biji ataupun bibit tanaman lain. Terlepas dari kenyataan bahwa ekstrak suatu tanaman bukanlah material percobaan yang cocok, karena tidak terdapat di alam, ekstrak tersebut sering kali tidak steril sehingga transformasi bakteri barangkali telah berlangsung dan biasanya tanaman-tanaman tersebut tidak memiliki hubungan ekologi (Tetelay, 2003)
Alelopati kebanyakan berada dalam jaringan tanaman, seperti daun, akar,aroma, bunga, buah maupun biji, dan dikeluarkan dengan cara residu tanaman. Beberapa contoh zat kimia yang dapat bertindak sebagai ealelopati adalah gas-gas beracun. Yaitu Sianogenesis merupakan suatu reaksi hidrolisis yang membebaskan gugusan HCN, amonia, Ally-lisothio cyanat dan β-fenil isitio sianat sejenis gas diuapkan dari minyak yang berasal dari familia Crusiferae dapat menghambat perkecambahan. Selain gas, asam organik, aldehida, asam aromatik, lakton tak jenuh seserhana, fumarin, kinon,flavanioda, tanin, alkaloida ,terpenoida dan streroida juga dapat mengeluarkan zat alelopati. Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia. Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Rohman (2001) alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya (Rohman, 2001).
Zat-zat kimia atau bahan organik yang bersifat allelopathy dilepaskan oleh tumbuhan penghasilnya ke lingkungan tumbuhan lain melalui beberapa cara antara lain melalui serasah yang telah jatuh kemudian membusuk, melalui pencucian daun atau batang oleh air hujan, melalui penguapan dari permukaan organ-organ tumbuhan, dan eksudasi melalui akar (root exudation) ke dalam tanah. Contoh jenis tumbuhan yang mengeluarkan zat kimia bersifat allelopatyy melalui daun, misalnya   Adenostena fasciculatum, Eucalyptus globules, Camelina alyssum, Erenophylla mitchellii, yang mengeluarkan zat allelopathy melalui perakaran misalnya gandum, gandum hitam, dan apel, sedangkan yang mengeluarkan zat Allelopathy melalui pembusukan nisalnya Helianthus, Aster, dan Agropyron repens. (Setyawati, 2001).
Alang-alang bukan hanya sebagai pesaing bagi tanaman lain terutama tanaman pangan dalam mendapatkan air, unsur hara dan cahaya tetapi juga menghasilkan zat alelopati yang menyebabkan pengaruh negatif pada tanaman lain (Hairia, 2001).
Beberapa alelopat dapat menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan. Beberapa senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi akar. Senyawa alelopati memberikan pengaruh menghambat sintesis protein. Beberapa senyawa alelopati dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan.. Senyawa alelopati dapat menghambat aktivitas enzim (Rohman,  2001)
Peristiwa allelopati ialah peristiwa adanya pengaruh jelek dari zat kimia (allelopat) yang dikeluarkan tumbuhan tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan tumbuhan lain yang tumbuh di sekitarnya. Pertumbuhan jagung banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor genetic dan lingkungan, diantara faktor lingkungan adalah adanya persaingan dengan gulma. Pertumbuhan gulma disekitar tanaman jagung perlu dikendalikan karena menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen (Sukman, 1991).
Allelopati merupakan efek yang merusak dari pelepasan senyawa-senyawa kimia organik oleh satu jenis tertentu tanaman pada saat perkecambahan, pertumbuhan atau metabolisme terhadap jenis tanaman lain yang berbeda. Secara umum alelopati selalu dikaitkan dengan maslah gangguan yang ditimbulkan gulma yang tumbuh bersama-sama dengan tanaman pangan, dengan keracunan yang ditimbulkan akibat penggunaan mulsa pada beberapa jenis pertanaman, dengan beberapa jenis rotasi tanaman, dan pada regenarasi hutan (Einhellig, 1995).





METODOLOGI
            Praktikum ini dilaksanakan hari senin tanggal November 2014 pada pukul 15.00 – 17.00 di Laboratorium Biologi FKIP Universitas Tanjungpura. Tujuannya untuk mempelajari pengaruh allelopati terhadap perkecambahan kacang hijau. Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu cawan petri, kertas saring Whatman # 4, corong penyaring, blender, mortar, alu, kertas merang, pisau/ gunting, penggaris/ benang meteran, dan labu ukur. Sedangkan bahan yang digunakan adalah akar ilalang, umbi bawang putih, daun akasia, dan biji kacang hijau. Prosedur percobaan yaitu  dipilih biji  kacang hijau yang baik. Cawan petri berjumlah 4 buah yang telah diberi kertas merang disiapkan. Ekstrak akar ilalang, daun akasia, dan bawang putih dibuat dengan cara bagian tumbuhan tersebut dihaluskan dengan blender, mortar dan alu, atau digunting halus. Ekstrak atau hasil rendaman bagian tumbuhan tersebut dibuat  dengan akuades dengan perbandingan antara bagian tumbuhan dan air 1 : 7, 1 : 14, dan 1 : 21. Dibiarkan selama 24 jam lalu disaring dengan menggunakan alat penyaring. Larutan ekstrak ini digunakan sebagai perlakuan. Selanjutnya, masing-masing 10 biji kacang hijau diletakkan ke dalam petridish dan dilakukan perlakuan pada kacang hijau dengan cara petridish yang berisi kacang hijau diberi  5 ml akuades, petridish yang berisi kacang hijau diberi  5 ml ekstrak ilalang dengan ekstrak perbandingan 1 :7, 1 : 14, dan 1 : 2. Hal yang sama diulangi dengan menggunakan ekstrak akasia dan bawang putih. Kemudian, petridish dengan kacang hijau ditambahkan 5 ml ekstrak akasia, petridish dengan kacang hijau ditambahkan 5 ml ekstrak bawang putih. Dibuat 3 kali ulangan. Perkecambahan biji-biji tersebut diamati setiap hari selama 10 hari dan diamati pertumbuhan kecambahnya dengan mengukur panjang kecambah.persen perkecambahan ditentukan. Hasil pengamatan dibandingkan dengan menggunakan RAL dan RAL faktorial.




HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Hari pertama
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Bawang putih
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Ilalang
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
0
0
0
0
0

Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
0
0
0
0
0
Bawang Putih
0
0
0
0
0
Ilalang
0
0
0
0
0
Total B
0
0
0
0
0

Tabel ANOVA
Source
df
SS
MS
Ftest
Konsentrasi
3
0,00
0,00
0
Ekstrak
2
0,00
0,00
0
Kons*Ekst
6
0,00
0,00
0
Eksp. Error
24
0,00
0,00
Total
35
0,00
0,00

Kesimpulan :
1)      F test Konsentrasi = 0
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test < F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menerima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)      Ftest Ekstrak   = 0
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test < F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menerima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.

Hari kedua
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
1,05
1,1
1,6
1,15
4,9
1,05
1,17
1,2
1,15
4,57
1,05
0,95
1,15
1,15
4,3
Bawang Putih
1,25
1,15
0,85
0,31
3,56
1,25
1,2
0,8
0,25
3,5
1,25
1,2
0,9
0,58
3,93
Ilalang
2,05
0,85
1,1
1,05
5,05
2,05
1,25
1,2
0,67
5,17
2,05
1,15
0,67
0,35
4,22
Total
13,05
10,02
9,47
6,66
39,2

Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
3,15
3,22
3,95
3,45
13,77
Bawang Putih
3,75
3,55
2,55
1,14
10,99
Ilalang
6,15
3,25
2,97
2,07
14,44
Total B
13,05
10,02
9,47
6,66
39,2


Tabel ANOVA
Source
df
SS
MS
Ftest
Konsentrasi
3
0,56
0,19
6,33
Ekstrak
2
2,29
1,15
38,33
Kons*Ekst
6
2,39
0,40
13,33
Eksp. Error
24
0,71
0,03
Total
35
5,94
1,47

Kesimpulan :
1.      F test Konsentrasi = 6,33
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2.      Ftest Ekstrak   = 38,33
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.

Hari ke-3
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
1,8
2,73
1,93
1,83
8,29
1,8
2,01
3,25
1,87
8,93
1,8
1,5
2,74
1,89
7,93
Bawang Putih
3,89
2,79
2,76
1,9
11,34
3,89
3,02
2,77
1,96
11,64
3,89
4,33
2,57
1,78
12,57
Ilalang
2,21
1,78
2,98
1,59
8,56
2,21
2,97
1,87
1,92
8,97
2,21
2,83
1,73
1,04
7,81
Total
23,7
23,96
22,6
15,78
86,04

Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
5,4
6,24
7,92
5,59
25,15
Bawang Putih
11,67
10,14
8,1
5,64
35,55
Ilalang
6,63
7,58
6,58
4,55
25,34
Total B
23,7
23,96
22,6
15,78
86,04

Tabel ANOVA
Source
df
SS
MS
Ftest
Konsentrasi
3
5,90
1,97
8,96
Ekstrak
2
4,98
2,49
11,32
Kons*Ekst
6
4,79
0,80
1,02
Eksp. Error
24
5,25
0,22
Total
35
20,92
5,63

Kesimpulan :
1)      F test Konsentrasi = 8,96
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)      Ftest Ekstrak   = 11,32
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.

Hari ke-4
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
2,6
3,35
2,35
2,85
11,15
2,6
2,33
5,7
2,25
12,88
2,6
3,7
3,05
2,25
11,6
Bawang Putih
5,9
4,4
4,23
2,21
16,74
5,9
4,25
3,73
2,1
15,98
5,9
5,08
2,68
1,99
15,65
Ilalang
4,89
2,2
3,05
2,8
12,94
4,89
4,02
2,59
2,21
13,71
4,89
3,31
2,46
2,66
13,32
Total
40,17
32,64
29,84
21,32
123,97
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
7,8
9,38
11,1
7,35
35,63
Bawang Putih
17,7
13,73
10,64
6,3
48,37
Ilalang
14,67
9,53
8,1
7,67
39,97
Total B
40,17
32,64
29,84
21,32
123,97

Tabel ANOVA
Source
df
SS
MS
Ftest
Konsentrasi
3
6,99
2,33
4,96
Ekstrak
2
20,20
10,1
21,49
Kons*Ekst
6
16,31
2,72
5,79
Eksp. Error
24
11,23
0,47
Total
35
54,74
13,42

Kesimpulan :
1.      F test Konsentrasi = 4,96
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2.      Ftest Ekstrak   = 21,49
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.
Hari ke-5
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
2,92
3,74
2,95
4,01
13,62
2,92
2,81
5,91
2,71
14,35
2,92
4,1
3,79
2,46
13,27
Bawang Putih
6,08
4,8
4,28
2,52
17,68
6,08
6,2
3,93
2,5
18,71
6,08
6,05
3,3
7,05
22,48
Ilalang
6,47
4,77
3,12
10,2
24,56
6,47
4,31
3,59
6,05
20,42
6,47
3,71
9,2
7,35
26,73
Total
46,41
40,49
40,07
44,85
171,82

Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
8,76
10,65
12,65
9,18
41,24
Bawang Putih
18,24
17,05
11,51
12,07
58,87
Ilalang
19,41
12,79
15,91
23,6
71,71
Total B
46,41
40,49
40,07
44,85
171,82

Tabel ANOVA
Source
df
SS
MS
Ftest
Konsentrasi
3
39,00
13
5,70
Ekstrak
2
33,33
16,67
7,31
Kons*Ekst
6
33,09
5,52
2,42
Eksp. Error
24
54,80
2,28
Total
35
130,23
28,41

Kesimpulan :
1)      F test Konsentrasi = 5,70
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)      Ftest Ekstrak   = 7,31
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.
Hari ke-6
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
10,25
7,05
6,1
6,8
30,2
10,25
7,01
13,5
7,9
38,66
10,25
9,5
15,2
4,79
39,74
Bawang Putih
18,29
7,6
6,8
4,32
37,01
18,29
6,57
6,2
4,81
35,87
18,29
8,6
5,3
7,21
39,4
Ilalang
10,73
7,3
13,5
11,8
43,33
10,73
10,8
12,6
10,1
44,23
10,73
11,8
10,92
9,08
42,53
Total
117,81
76,23
90,12
66,81
350,97

Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
30,75
23,56
34,8
19,49
108,6
Bawang Putih
54,87
22,77
18,3
16,34
112,28
Ilalang
32,19
29,9
37,02
30,98
130,09
Total B
117,81
76,23
90,12
66,81
350,97


Tabel ANOVA

Source
df
SS
MS
Ftest

Konsentrasi
3
22,02
7,34
2,14

Ekstrak
2
164,49
82,25
23,98

Kons*Ekst
6
219,52
36,59
10,67

Eksp. Error
24
82,22
3,43

Total
35
488,24
105,85


Kesimpulan :
1)      F test Konsentrasi = 2,14
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test < F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menerima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)      Ftest Ekstrak   = 23,98
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.
Hari ke-7
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
11,3
9,85
10,5
8,5
40,15
11,3
10,1
14,7
8,7
44,8
11,3
11,1
15,7
5,6
43,7
Bawang Putih
18,73
10,6
8,3
6,2
43,83
18,73
8,8
9,8
7,7
45,03
18,73
10,5
8,2
8,1
45,53
Ilalang
12,21
11,4
14,3
12,8
50,71
12,21
11,4
15,2
12,7
51,51
12,21
12,6
12,5
11,3
48,61
Total
126,72
96,35
109,2
81,6
413,87

Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
33,9
31,05
40,9
22,8
128,65
Bawang Putih
56,19
29,9
26,3
22
134,39
Ilalang
36,63
35,4
42
36,8
150,83
Total B
126,72
96,35
109,2
81,6
413,87

Tabel ANOVA
Source
df
SS
MS
Ftest
Konsentrasi
3
22,09
7,36
5,22
Ekstrak
2
122,49
61,25
43,44
Kons*Ekst
6
179,46
29,91
21,21
Eksp. Error
24
33,93
1,41
Total
35
357,96
83,20

Kesimpulan :
1)      F test Konsentrasi = 5,22
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)      Ftest Ekstrak   = 43,44
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.

Hari ke-8
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
11,5
12,4
10,61
9,8
44,31
11,5
10,5
16,2
9,2
47,4
11,5
11,4
16,3
6,8
46
Bawang Putih
18,31
12,5
9,2
6,9
46,91
18,31
10,6
10,1
8,2
47,21
18,31
11,01
9,5
8,5
47,32
Ilalang
13,3
12,5
17,1
13,7
56,6
13,3
12,9
17,5
13,1
56,8
13,3
14,2
15,6
12,6
55,7
Total
129,33
108,01
122,11
88,8
448,25

Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
34,5
34,3
43,11
25,8
137,71
Bawang Putih
54,93
34,11
28,8
23,6
141,44
Ilalang
39,9
39,6
50,2
39,4
169,1
Total B
129,33
108,01
122,11
88,8
448,25

Tabel ANOVA
Source
df
SS
MS
Ftest
Konsentrasi
3
49,01
24,50
16,33
Ekstrak
2
106,30
26,58
17,72
Kons*Ekst
6
160,23
26,71
17,75
Eksp. Error
24
36,12
1,50
Total
35
351,66
88,15

Kesimpulan :
1)      F test Konsentrasi = 16,63
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)      Ftest Ekstrak   = 17,72
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.

Hari ke-9
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
11,8
16,5
11,3
10,46
50,06
11,8
11,2
18,32
10,76
52,08
11,8
11,75
18,4
7,94
49,89
Bawang Putih
19,15
14,7
10,32
7,65
51,82
19,15
12,86
11,9
9,72
53,63
19,15
12,6
10,72
9,21
51,68
Ilalang
14,32
13,42
19,12
14,72
61,58
14,32
13,42
18,3
14,27
60,31
14,32
16,1
18,77
13,42
62,61
Total
135,81
122,55
137,15
98,15
493,66

Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
35,4
39,45
48,02
29,16
152,03
Bawang Putih
57,45
40,16
32,94
26,58
157,13
Ilalang
42,96
42,94
56,19
42,41
184,5
Total B
135,81
122,55
137,15
98,15
493,66

Tabel ANOVA
Source
df
SS
MS
Ftest
Konsentrasi
3
50,82
16,94
6,05
Ekstrak
2
109,04
54,52
27,26
Kons*Ekst
6
175,99
29,33
10,48
Eksp. Error
24
67,31
2,80
Total
35
403,16
93,89

Kesimpulan :
1)      F test Konsentrasi = 6,05
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)      Ftest Ekstrak   = 27,26
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.
Hari ke-10
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor B
Faktor A
Jumlah
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Akasia
12,3
18,65
12,41
11,32
54,68
12,3
12,37
20,21
11,32
56,2
12,3
12,12
20,19
8,25
52,86
Bawang Putih
20,27
16,86
11,43
8,55
57,11
20,27
14,57
12,57
10,82
58,23
20,27
13,72
11,82
10,32
56,13
Ilalang
15,43
14,55
21,02
15,87
66,87
15,43
17,25
19,32
15,34
67,34
15,43
18,73
21,83
14,56
70,55
Total
144
138,82
150,8
106,35
539,97

Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor B
Faktor A
0 M
1 : 7 M
1 : 14 M
1 : 21 M
Total A
Akasia
36,9
43,14
52,81
30,89
163,74
Bawang Putih
60,81
45,15
35,82
29,69
171,47
Ilalang
46,29
50,53
62,17
45,77
204,76
Total B
144
138,82
150,8
106,35
539,97

Tabel ANOVA

Source
df
SS
MS
Ftest

Konsentrasi
3
79,18
26,39
6,60

Ekstrak
2
129,56
64,78
16,20

Kons*Ekst
6
199,74
33,29
8,32

Eksp. Error
24
96,05
4,00

Total
35
504,53
120,07

Kesimpulan :
1)      F test Konsentrasi = 6,60
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)      Ftest Ekstrak   = 16,20
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang berbeda.
            Objek yang digunakan pada percobaan ini adalah biji kacang hijau, ekstrak bawang putih, estrak daun akasia, dan ekstrak ilalang. Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu cawan petri, kertas saring Whatman #4, corong penyaring, blender, mortar, alu, kertas merang, pisau/ gunting, penggaris/ benang meteran, dan labu ukur. Sedangkan bahan yang digunakan adalah akar ilalang, umbi bawang putih, daun akasia, dan biji kacang hijau. Prosedur percobaan yaitu  dipilih biji  kacang hijau yang baik. Cawan petri berjumlah 4 buah yang telah diberi kertas merang disiapkan. Ekstrak akar ilalang, daun akasia, dan bawang putih dibuat dengan cara bagian tumbuhan tersebut dihaluskan dengan blender, mortar dan alu, atau digunting halus. Ekstrak atau hasil rendaman bagian tumbuhan tersebut dibuat  dengan akuades dengan perbandingan antara bagian tumbuhan dan air 1 : 7, 1 : 14, dan 1 : 21. Dibiarkan selama 24 jam lalu disaring dengan menggunakan alat penyaring. Larutan ekstrak ini digunakan sebagai perlakuan. Selanjutnya, masing-masing 10 biji kacang hijau diletakkan ke dalam petridish dan dilakukan perlakuan pada kacang hijau dengan cara petridish yang berisi kacang hijau diberi  5 ml akuades, petridish yang berisi kacang hijau diberi  5 ml ekstrak ilalang dengan ekstrak perbandingan 1 :7, 1 : 14, dan 1 : 2. Hal yang sama diulangi dengan menggunakan ekstrak akasia dan bawang putih. Kemudian, petridish dengan kacang hijau ditambahkan 5 ml ekstrak akasia, petridish dengan kacang hijau ditambahkan 5 ml ekstrak bawang putih. Dibuat 3 kali ulangan. Perkecambahan biji-biji tersebut diamati setiap hari selama 10 hari dan diamati pertumbuhan kecambahnya dengan mengukur panjang kecambah.persen perkecambahan ditentukan. Hasil pengamatan dibandingkan dengan menggunakan RAL dan RAL faktorial. Alelopati merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia
(Rohman, 2001). Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Rohman (2001) alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan. Dalam Rohman (2001) disebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji). Lebih lanjut dijelaskan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati.
Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Namun kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan alelopat, saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau C4). Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa dosis ekstrak tanaman allelopati (bawang putih, ilalang, dan daaun akasia)  yang diberikan terhadap biji kacang hijau yang dijadikan sebagai objek percobaan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari biji pada saat perkecambahan ini. Kebanyakan biji yang diberikan dosis ekstrak tanaman allelopati yang tinggi sebagiannya mati. Namun sebaliknya pada biji yang diberi perlakukan dengan dosis ekstrak allelopati yang tidak terlalu tinggi perkecambahannya tergolong besar. Hal ini menandakan bahwa ekstrak dari tanaman allelopati ini sangat mempengaruhi perkecambahan dari biji percobaan. Biji-biji yang dijadikan sebagai objek percobaan terlihat rusak karena diberi perlakuan dengan ekstrak tanaman allelopati. Dalam prinsipnya Allelopati merupakan pengaruh yang bersifat merusak, menghambat, merugikan dan dalam keadaan kondisi tertentu dapat juga menguntungkan. Dimana pengaruh ini terjadi pada perkecambahan, pertumbuhan maupun pada saat metabolisme tanaman. Pengaruh ini disebabkan oleh adanya senyawa kimia yang di lepaskan oleh suatu tanaman ke tanaman yang lainnya. Ini dapat terjadi demikian, mungkin karena tanaman kacang hijau lebih tahan terhadap zat kimia yang dikeluarkan oleh tanaman allelopati tertentu sedangkan tanaman jagung spesiesnya tidak tahan terhadap zat allelopati yang dikeluarkan oleh tanaman tertentu. Dalam kejadian ini terlihat bahwa adanya persaingan tanaman untuk mempertahankan hidup dari zat-zat yang bersifat allelopati yang dikeluarkan oleh tanaman lain uyang bersifat merusak. Dalam persaingan antara individu-individu dari jenis yang sama atau jenis yang berbeda untuk memperebutkan kebutuhan-kehbutuhan yang sama terhadap faktor-faktor pertumbuhan, kadang-kadang suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari anaknya sendiri. Peristiwa semacam ini disebut allelopati. Allelopati terjadi karena adanya senyawa yang bersifat menghambat. Senyawa tersebut tergolong senyawa sekunder karena timbulnya sporadis dan tidak berperan dalam metabolisme primer organisme organisme. Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya . Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran. Alelopati tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini. Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.




KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya. Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain . Allelopati terjadi karena adanya senyawa yang bersifat menghambat. Senyawa tersebut tergolong senyawa sekunder karena timbulnya sporadis dan tidak berperan dalam metabolisme primer organisme organisme.






DAFTAR PUSTAKA

Einhellig, F. 1995. Allelopathy : Current status and future goals. Washington DC: American Chemical Society.

Hairiah, K. 2001. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestry.
(online). (
http://www.icraf.cgiar.org/sea). Diakses tanggal 5 Desember 2014.

Setyawati, N. 2001. Efikasi alelopati teki formulasi cairan terhadap gulma. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol III no 1 Hal : 16-24.

Sukman, Y., & Yakub. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta: Rajawali Pers

Tetelay, Febian. 2003. Pengaruh Allelopathy Acacia mangium wild terhadap Perkecambahan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) dan Jagung (Zea mays).


Rohman, Fatchur. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: Universitas Negeri         
          Malang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan

Laporan Praktikum Minimal Area

Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan Fenologi