Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan "Allelopati"
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN
Acara
4
“
Allelopati ”
DISUSUN OLEH
NAMA
: Estamia Putri Hinely Siahaan
NIM :
F05112057
KELOMPOK : 8
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2014
ABSTRAK
Dalam persaingan hidup, biasanya
suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia. Senyawa kimia tersebut dapat
menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan lain yang tumbuh didekat atau disekitar
tumbuhan tersebut. Peristiwa ini dinamakan allelopati. Alelopati berasal dari
bahasa Yunani, allelon yang berarti “satu sama lain” dan pathos yang berarti
“menderita”.. Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dapat mengakibatkan
tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati, contoh
tanaman alelopati adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.). Hal ini dilakukan untuk
memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies.
Oleh karena itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga
mengurangi penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan..
Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merupakan metabolit sekunder di bagian akar, rizoma, daun, serbuk sari, bunga, batang, dan biji. Fungsi dari senyawa alelokimia tersebut belum diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap herbivora dan patogen tanaman. Tanaman yang rentan terhadap senyawa alelokimia dari tanaman lainnya dapat mengalami gangguan pada proses perkecambahan, pertumbuhan, serta perkembangannya. Perubahan morfologis yang sering terjadi akibat paparan senyawa alelokimia adalah perlambatan atau penghambatan perkecambahan biji, perpanjangan koleoptil, radikula, tunas, dan akar. Indikasi terjadinya fenomena alelopati dapat terlihat melalui beberapa bentuk, di antaranya adalah autotoksisitas, efek residu, dan penghambatan gulma. Autotoksisitas terjadi bila alelopati terjadi di antara individu dalam satu spesies yang sama, contohnya spesies Medicago sativa (alfalfa), Trifolium sp. (semanggi), dan Asparagus officinalis (asparagus). Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab pertumbuhan tanaman yang tidak sama pada tahun-tahun berikutnya dalam pertanian. Salah satu bentuk alelopati tanaman lainnya adalah residu dari beberapa tanaman diketahui dapat mengurangi perkecambahan gulma. Beberapa tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan gulma melalui proses alelopati adalah Avena fatua (haver), E. repens (semacam rumput), Cirsium arvense, dan Stellaria media. Oleh karena itu tujuan percobaan ini yaitu untuk mempelajari pengaruh allelopati terhadap perkecambahan kacang hijau. Adapun bahan yang digunakan yaitu akar ilalang, daun akasia, dan umbi bawang putih serta biji kacang hijau. Sedangkan alat yang digunakan yaitu petridish, blender, corong dan kertas saring. Akar ilalang, daun akasia, dan umbi bawang putih dapat menghasilkan senyawa kimia yang menghambat petumbuhan biji kacang hijau.
Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang merupakan metabolit sekunder di bagian akar, rizoma, daun, serbuk sari, bunga, batang, dan biji. Fungsi dari senyawa alelokimia tersebut belum diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap herbivora dan patogen tanaman. Tanaman yang rentan terhadap senyawa alelokimia dari tanaman lainnya dapat mengalami gangguan pada proses perkecambahan, pertumbuhan, serta perkembangannya. Perubahan morfologis yang sering terjadi akibat paparan senyawa alelokimia adalah perlambatan atau penghambatan perkecambahan biji, perpanjangan koleoptil, radikula, tunas, dan akar. Indikasi terjadinya fenomena alelopati dapat terlihat melalui beberapa bentuk, di antaranya adalah autotoksisitas, efek residu, dan penghambatan gulma. Autotoksisitas terjadi bila alelopati terjadi di antara individu dalam satu spesies yang sama, contohnya spesies Medicago sativa (alfalfa), Trifolium sp. (semanggi), dan Asparagus officinalis (asparagus). Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab pertumbuhan tanaman yang tidak sama pada tahun-tahun berikutnya dalam pertanian. Salah satu bentuk alelopati tanaman lainnya adalah residu dari beberapa tanaman diketahui dapat mengurangi perkecambahan gulma. Beberapa tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan gulma melalui proses alelopati adalah Avena fatua (haver), E. repens (semacam rumput), Cirsium arvense, dan Stellaria media. Oleh karena itu tujuan percobaan ini yaitu untuk mempelajari pengaruh allelopati terhadap perkecambahan kacang hijau. Adapun bahan yang digunakan yaitu akar ilalang, daun akasia, dan umbi bawang putih serta biji kacang hijau. Sedangkan alat yang digunakan yaitu petridish, blender, corong dan kertas saring. Akar ilalang, daun akasia, dan umbi bawang putih dapat menghasilkan senyawa kimia yang menghambat petumbuhan biji kacang hijau.
Kata kunci : Allelopati, senyawa kimia,
persaingan tumbuh
PENDAHULUAN
Allelopati adalah produksi substansi
(zat) oleh suatu tanaman yang merugikan tanaman lain atau mikroba. Ini
merupakan topik yang bertentangan. Masalahnya adalah bahwa tanaman mengandung
substansi yang sangat luas bersifat toksik dan beberapa percobaan berusaha
mendemonstrasikan pengaruh allelopati dengan memberikan ekstrak suatu tanaman
kepada biji-biji ataupun bibit tanaman lain. Terlepas dari kenyataan bahwa
ekstrak suatu tanaman bukanlah material percobaan yang cocok, karena tidak
terdapat di alam, ekstrak tersebut sering kali tidak steril sehingga
transformasi bakteri barangkali telah berlangsung dan biasanya tanaman-tanaman
tersebut tidak memiliki hubungan ekologi (Tetelay, 2003)
Alelopati kebanyakan berada dalam
jaringan tanaman, seperti daun, akar,aroma, bunga, buah maupun biji, dan
dikeluarkan dengan cara residu tanaman. Beberapa contoh zat kimia yang dapat
bertindak sebagai ealelopati adalah gas-gas beracun. Yaitu Sianogenesis
merupakan suatu reaksi hidrolisis yang membebaskan gugusan HCN, amonia,
Ally-lisothio cyanat dan β-fenil isitio sianat sejenis gas diuapkan dari minyak
yang berasal dari familia Crusiferae dapat menghambat perkecambahan. Selain
gas, asam organik, aldehida, asam aromatik, lakton tak jenuh seserhana,
fumarin, kinon,flavanioda, tanin, alkaloida ,terpenoida dan streroida juga
dapat mengeluarkan zat alelopati. Alelopati merupakan sebuah fenomena yang
berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup
lainnya melalui senyawa kimia. Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Rohman (2001)
alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang
menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang
tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh
Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu
jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan
pembuahan jenis-jenis lainnya (Rohman, 2001).
Zat-zat kimia atau bahan organik
yang bersifat allelopathy dilepaskan oleh tumbuhan penghasilnya ke
lingkungan tumbuhan lain melalui beberapa cara antara lain melalui serasah yang
telah jatuh kemudian membusuk, melalui pencucian daun atau batang oleh air
hujan, melalui penguapan dari permukaan organ-organ tumbuhan, dan eksudasi
melalui akar (root exudation) ke dalam tanah. Contoh jenis tumbuhan yang
mengeluarkan zat kimia bersifat allelopatyy melalui daun, misalnya Adenostena
fasciculatum, Eucalyptus globules, Camelina alyssum, Erenophylla mitchellii, yang
mengeluarkan zat allelopathy melalui perakaran misalnya gandum, gandum
hitam, dan apel, sedangkan yang mengeluarkan zat Allelopathy melalui
pembusukan nisalnya Helianthus, Aster, dan Agropyron repens. (Setyawati,
2001).
Alang-alang bukan hanya
sebagai pesaing bagi tanaman lain terutama tanaman pangan dalam mendapatkan
air, unsur hara dan cahaya tetapi juga menghasilkan zat alelopati yang
menyebabkan pengaruh negatif pada tanaman lain (Hairia, 2001).
Beberapa alelopat dapat menghambat
pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan. Beberapa senyawa
alelopati memberikan pengaruh menghambat respirasi akar. Senyawa alelopati
memberikan pengaruh menghambat sintesis protein. Beberapa senyawa alelopati
dapat menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan.. Senyawa
alelopati dapat menghambat aktivitas enzim (Rohman, 2001)
Peristiwa allelopati ialah peristiwa
adanya pengaruh jelek dari zat kimia (allelopat) yang dikeluarkan tumbuhan
tertentu yang dapat merugikan pertumbuhan tumbuhan lain yang tumbuh di
sekitarnya. Pertumbuhan jagung banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor genetic
dan lingkungan, diantara faktor lingkungan adalah adanya persaingan dengan
gulma. Pertumbuhan gulma disekitar tanaman jagung perlu dikendalikan karena
menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen (Sukman, 1991).
Allelopati
merupakan efek yang merusak dari pelepasan senyawa-senyawa kimia organik oleh
satu jenis tertentu tanaman pada saat perkecambahan, pertumbuhan atau
metabolisme terhadap jenis tanaman lain yang berbeda. Secara umum alelopati
selalu dikaitkan dengan maslah gangguan yang ditimbulkan gulma yang tumbuh
bersama-sama dengan tanaman pangan, dengan keracunan yang ditimbulkan akibat
penggunaan mulsa pada beberapa jenis pertanaman, dengan beberapa jenis rotasi
tanaman, dan pada regenarasi hutan (Einhellig, 1995).
METODOLOGI
Praktikum ini dilaksanakan hari
senin tanggal November 2014 pada pukul 15.00 – 17.00 di Laboratorium Biologi
FKIP Universitas
Tanjungpura. Tujuannya untuk mempelajari pengaruh allelopati terhadap
perkecambahan kacang hijau. Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu
cawan petri, kertas saring Whatman # 4, corong penyaring, blender, mortar, alu,
kertas merang, pisau/ gunting, penggaris/ benang meteran, dan labu ukur.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah akar ilalang, umbi bawang putih, daun
akasia, dan biji kacang hijau. Prosedur percobaan yaitu dipilih biji
kacang hijau yang baik. Cawan petri berjumlah 4 buah yang telah diberi
kertas merang disiapkan. Ekstrak akar ilalang, daun akasia, dan bawang putih
dibuat dengan cara bagian tumbuhan tersebut dihaluskan dengan blender, mortar
dan alu, atau digunting halus. Ekstrak atau hasil rendaman bagian tumbuhan
tersebut dibuat dengan akuades dengan
perbandingan antara bagian tumbuhan dan air 1 : 7, 1 : 14, dan 1 : 21.
Dibiarkan selama 24 jam lalu disaring dengan menggunakan alat penyaring. Larutan
ekstrak ini digunakan sebagai perlakuan. Selanjutnya, masing-masing 10 biji
kacang hijau diletakkan ke dalam petridish dan dilakukan perlakuan pada kacang
hijau dengan cara petridish yang berisi kacang hijau diberi 5 ml akuades, petridish yang berisi kacang
hijau diberi 5 ml ekstrak ilalang dengan
ekstrak perbandingan 1 :7, 1 : 14, dan 1 : 2. Hal yang sama diulangi dengan
menggunakan ekstrak akasia dan bawang putih. Kemudian, petridish dengan kacang
hijau ditambahkan 5 ml ekstrak akasia, petridish dengan kacang hijau
ditambahkan 5 ml ekstrak bawang putih. Dibuat 3 kali ulangan. Perkecambahan
biji-biji tersebut diamati setiap hari selama 10 hari dan diamati pertumbuhan
kecambahnya dengan mengukur panjang kecambah.persen perkecambahan ditentukan.
Hasil pengamatan dibandingkan dengan menggunakan RAL dan RAL faktorial.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Hari pertama
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B = Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
Bawang
putih
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
Ilalang
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
Total
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
|
Akasia
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Bawang
Putih
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Ilalang
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Total
B
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Tabel ANOVA
|
||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
Konsentrasi
|
3
|
0,00
|
0,00
|
0
|
Ekstrak
|
2
|
0,00
|
0,00
|
0
|
Kons*Ekst
|
6
|
0,00
|
0,00
|
0
|
Eksp. Error
|
24
|
0,00
|
0,00
|
|
Total
|
35
|
0,00
|
0,00
|
Kesimpulan :
1) F test Konsentrasi = 0
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test < F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menerima H0
yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada
konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)
Ftest Ekstrak = 0
F tabel 5%, (2,24) =
3,40.
F test < F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menerima H0 yang berarti
bahwa tidak terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian
ekstrak yang berbeda.
Hari kedua
Misalkan :
Factor A =
Konsentrasi
Factor B =
Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1 :
7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
1,05
|
1,1
|
1,6
|
1,15
|
4,9
|
1,05
|
1,17
|
1,2
|
1,15
|
4,57
|
|
1,05
|
0,95
|
1,15
|
1,15
|
4,3
|
|
Bawang
Putih
|
1,25
|
1,15
|
0,85
|
0,31
|
3,56
|
1,25
|
1,2
|
0,8
|
0,25
|
3,5
|
|
1,25
|
1,2
|
0,9
|
0,58
|
3,93
|
|
Ilalang
|
2,05
|
0,85
|
1,1
|
1,05
|
5,05
|
2,05
|
1,25
|
1,2
|
0,67
|
5,17
|
|
2,05
|
1,15
|
0,67
|
0,35
|
4,22
|
|
Total
|
13,05
|
10,02
|
9,47
|
6,66
|
39,2
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
|
Akasia
|
3,15
|
3,22
|
3,95
|
3,45
|
13,77
|
Bawang
Putih
|
3,75
|
3,55
|
2,55
|
1,14
|
10,99
|
Ilalang
|
6,15
|
3,25
|
2,97
|
2,07
|
14,44
|
Total
B
|
13,05
|
10,02
|
9,47
|
6,66
|
39,2
|
Tabel ANOVA
|
||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
Konsentrasi
|
3
|
0,56
|
0,19
|
6,33
|
Ekstrak
|
2
|
2,29
|
1,15
|
38,33
|
Kons*Ekst
|
6
|
2,39
|
0,40
|
13,33
|
Eksp. Error
|
24
|
0,71
|
0,03
|
|
Total
|
35
|
5,94
|
1,47
|
Kesimpulan :
1. F test Konsentrasi = 6,33
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0
yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada
konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2.
Ftest Ekstrak = 38,33
F tabel 5%, (2,24) =
3,40.
F test > F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang
berbeda.
Hari ke-3
Misalkan :
Factor A =
Konsentrasi
Factor B =
Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
1,8
|
2,73
|
1,93
|
1,83
|
8,29
|
1,8
|
2,01
|
3,25
|
1,87
|
8,93
|
|
1,8
|
1,5
|
2,74
|
1,89
|
7,93
|
|
Bawang
Putih
|
3,89
|
2,79
|
2,76
|
1,9
|
11,34
|
3,89
|
3,02
|
2,77
|
1,96
|
11,64
|
|
3,89
|
4,33
|
2,57
|
1,78
|
12,57
|
|
Ilalang
|
2,21
|
1,78
|
2,98
|
1,59
|
8,56
|
2,21
|
2,97
|
1,87
|
1,92
|
8,97
|
|
2,21
|
2,83
|
1,73
|
1,04
|
7,81
|
|
Total
|
23,7
|
23,96
|
22,6
|
15,78
|
86,04
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
|
Akasia
|
5,4
|
6,24
|
7,92
|
5,59
|
25,15
|
Bawang
Putih
|
11,67
|
10,14
|
8,1
|
5,64
|
35,55
|
Ilalang
|
6,63
|
7,58
|
6,58
|
4,55
|
25,34
|
Total
B
|
23,7
|
23,96
|
22,6
|
15,78
|
86,04
|
Tabel ANOVA
|
||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
Konsentrasi
|
3
|
5,90
|
1,97
|
8,96
|
Ekstrak
|
2
|
4,98
|
2,49
|
11,32
|
Kons*Ekst
|
6
|
4,79
|
0,80
|
1,02
|
Eksp. Error
|
24
|
5,25
|
0,22
|
|
Total
|
35
|
20,92
|
5,63
|
Kesimpulan :
1) F test Konsentrasi = 8,96
F tabel 5%, (3,24) = 3,01.
F test > F tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0
yang berarti bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada
konsentrasi ekstrak yang berbeda.
2)
Ftest Ekstrak = 11,32
F tabel 5%, (2,24) =
3,40.
F test > F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang
berbeda.
Hari ke-4
Misalkan :
Factor A = Konsentrasi
Factor B =
Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
2,6
|
3,35
|
2,35
|
2,85
|
11,15
|
2,6
|
2,33
|
5,7
|
2,25
|
12,88
|
|
2,6
|
3,7
|
3,05
|
2,25
|
11,6
|
|
Bawang
Putih
|
5,9
|
4,4
|
4,23
|
2,21
|
16,74
|
5,9
|
4,25
|
3,73
|
2,1
|
15,98
|
|
5,9
|
5,08
|
2,68
|
1,99
|
15,65
|
|
Ilalang
|
4,89
|
2,2
|
3,05
|
2,8
|
12,94
|
4,89
|
4,02
|
2,59
|
2,21
|
13,71
|
|
4,89
|
3,31
|
2,46
|
2,66
|
13,32
|
|
Total
|
40,17
|
32,64
|
29,84
|
21,32
|
123,97
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
|
Akasia
|
7,8
|
9,38
|
11,1
|
7,35
|
35,63
|
Bawang
Putih
|
17,7
|
13,73
|
10,64
|
6,3
|
48,37
|
Ilalang
|
14,67
|
9,53
|
8,1
|
7,67
|
39,97
|
Total
B
|
40,17
|
32,64
|
29,84
|
21,32
|
123,97
|
Tabel ANOVA
|
||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
Konsentrasi
|
3
|
6,99
|
2,33
|
4,96
|
Ekstrak
|
2
|
20,20
|
10,1
|
21,49
|
Kons*Ekst
|
6
|
16,31
|
2,72
|
5,79
|
Eksp. Error
|
24
|
11,23
|
0,47
|
|
Total
|
35
|
54,74
|
13,42
|
Kesimpulan :
1. F test Konsentrasi = 4,96
F tabel 5%, (3,24) =
3,01.
F test > F tabel,
maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang
berbeda.
2.
Ftest
Ekstrak = 21,49
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang
berbeda.
Hari ke-5
Misalkan :
Factor A =
Konsentrasi
Factor B =
Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1
: 7 M
|
1 :
14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
2,92
|
3,74
|
2,95
|
4,01
|
13,62
|
2,92
|
2,81
|
5,91
|
2,71
|
14,35
|
|
2,92
|
4,1
|
3,79
|
2,46
|
13,27
|
|
Bawang
Putih
|
6,08
|
4,8
|
4,28
|
2,52
|
17,68
|
6,08
|
6,2
|
3,93
|
2,5
|
18,71
|
|
6,08
|
6,05
|
3,3
|
7,05
|
22,48
|
|
Ilalang
|
6,47
|
4,77
|
3,12
|
10,2
|
24,56
|
6,47
|
4,31
|
3,59
|
6,05
|
20,42
|
|
6,47
|
3,71
|
9,2
|
7,35
|
26,73
|
|
Total
|
46,41
|
40,49
|
40,07
|
44,85
|
171,82
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
|
Akasia
|
8,76
|
10,65
|
12,65
|
9,18
|
41,24
|
Bawang
Putih
|
18,24
|
17,05
|
11,51
|
12,07
|
58,87
|
Ilalang
|
19,41
|
12,79
|
15,91
|
23,6
|
71,71
|
Total
B
|
46,41
|
40,49
|
40,07
|
44,85
|
171,82
|
Tabel ANOVA
|
||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
Konsentrasi
|
3
|
39,00
|
13
|
5,70
|
Ekstrak
|
2
|
33,33
|
16,67
|
7,31
|
Kons*Ekst
|
6
|
33,09
|
5,52
|
2,42
|
Eksp. Error
|
24
|
54,80
|
2,28
|
|
Total
|
35
|
130,23
|
28,41
|
Kesimpulan :
1) F test Konsentrasi = 5,70
F tabel 5%, (3,24) =
3,01.
F test > F tabel,
maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang
berbeda.
2)
Ftest
Ekstrak = 7,31
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang
berbeda.
Hari ke-6
Misalkan :
Factor A =
Konsentrasi
Factor B =
Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
10,25
|
7,05
|
6,1
|
6,8
|
30,2
|
10,25
|
7,01
|
13,5
|
7,9
|
38,66
|
|
10,25
|
9,5
|
15,2
|
4,79
|
39,74
|
|
Bawang
Putih
|
18,29
|
7,6
|
6,8
|
4,32
|
37,01
|
18,29
|
6,57
|
6,2
|
4,81
|
35,87
|
|
18,29
|
8,6
|
5,3
|
7,21
|
39,4
|
|
Ilalang
|
10,73
|
7,3
|
13,5
|
11,8
|
43,33
|
10,73
|
10,8
|
12,6
|
10,1
|
44,23
|
|
10,73
|
11,8
|
10,92
|
9,08
|
42,53
|
|
Total
|
117,81
|
76,23
|
90,12
|
66,81
|
350,97
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
|||||||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
||||||
Akasia
|
30,75
|
23,56
|
34,8
|
19,49
|
108,6
|
|||||
Bawang
Putih
|
54,87
|
22,77
|
18,3
|
16,34
|
112,28
|
|||||
Ilalang
|
32,19
|
29,9
|
37,02
|
30,98
|
130,09
|
|||||
Total
B
|
117,81
|
76,23
|
90,12
|
66,81
|
350,97
|
|||||
Tabel ANOVA
|
||||||||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
||||||
Konsentrasi
|
3
|
22,02
|
7,34
|
2,14
|
||||||
Ekstrak
|
2
|
164,49
|
82,25
|
23,98
|
||||||
Kons*Ekst
|
6
|
219,52
|
36,59
|
10,67
|
||||||
Eksp.
Error
|
24
|
82,22
|
3,43
|
|||||||
Total
|
35
|
488,24
|
105,85
|
|||||||
Kesimpulan :
1) F test Konsentrasi = 2,14
F tabel 5%, (3,24) =
3,01.
F test < F tabel,
maka mempunyai cukup bukti untuk menerima H0 yang berarti bahwa
tidak terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak
yang berbeda.
2)
Ftest
Ekstrak = 23,98
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang
berbeda.
Hari ke-7
Misalkan :
Factor A =
Konsentrasi
Factor B =
Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1
: 7 M
|
1 :
14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
11,3
|
9,85
|
10,5
|
8,5
|
40,15
|
11,3
|
10,1
|
14,7
|
8,7
|
44,8
|
|
11,3
|
11,1
|
15,7
|
5,6
|
43,7
|
|
Bawang
Putih
|
18,73
|
10,6
|
8,3
|
6,2
|
43,83
|
18,73
|
8,8
|
9,8
|
7,7
|
45,03
|
|
18,73
|
10,5
|
8,2
|
8,1
|
45,53
|
|
Ilalang
|
12,21
|
11,4
|
14,3
|
12,8
|
50,71
|
12,21
|
11,4
|
15,2
|
12,7
|
51,51
|
|
12,21
|
12,6
|
12,5
|
11,3
|
48,61
|
|
Total
|
126,72
|
96,35
|
109,2
|
81,6
|
413,87
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
|
Akasia
|
33,9
|
31,05
|
40,9
|
22,8
|
128,65
|
Bawang
Putih
|
56,19
|
29,9
|
26,3
|
22
|
134,39
|
Ilalang
|
36,63
|
35,4
|
42
|
36,8
|
150,83
|
Total
B
|
126,72
|
96,35
|
109,2
|
81,6
|
413,87
|
Tabel ANOVA
|
||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
Konsentrasi
|
3
|
22,09
|
7,36
|
5,22
|
Ekstrak
|
2
|
122,49
|
61,25
|
43,44
|
Kons*Ekst
|
6
|
179,46
|
29,91
|
21,21
|
Eksp.
Error
|
24
|
33,93
|
1,41
|
|
Total
|
35
|
357,96
|
83,20
|
Kesimpulan :
1) F test Konsentrasi = 5,22
F tabel 5%, (3,24) =
3,01.
F test > F tabel,
maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang
berbeda.
2)
Ftest
Ekstrak = 43,44
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang
berbeda.
Hari ke-8
Misalkan :
Factor A =
Konsentrasi
Factor B =
Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
11,5
|
12,4
|
10,61
|
9,8
|
44,31
|
11,5
|
10,5
|
16,2
|
9,2
|
47,4
|
|
11,5
|
11,4
|
16,3
|
6,8
|
46
|
|
Bawang
Putih
|
18,31
|
12,5
|
9,2
|
6,9
|
46,91
|
18,31
|
10,6
|
10,1
|
8,2
|
47,21
|
|
18,31
|
11,01
|
9,5
|
8,5
|
47,32
|
|
Ilalang
|
13,3
|
12,5
|
17,1
|
13,7
|
56,6
|
13,3
|
12,9
|
17,5
|
13,1
|
56,8
|
|
13,3
|
14,2
|
15,6
|
12,6
|
55,7
|
|
Total
|
129,33
|
108,01
|
122,11
|
88,8
|
448,25
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
|
Akasia
|
34,5
|
34,3
|
43,11
|
25,8
|
137,71
|
Bawang
Putih
|
54,93
|
34,11
|
28,8
|
23,6
|
141,44
|
Ilalang
|
39,9
|
39,6
|
50,2
|
39,4
|
169,1
|
Total
B
|
129,33
|
108,01
|
122,11
|
88,8
|
448,25
|
Tabel ANOVA
|
||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
Konsentrasi
|
3
|
49,01
|
24,50
|
16,33
|
Ekstrak
|
2
|
106,30
|
26,58
|
17,72
|
Kons*Ekst
|
6
|
160,23
|
26,71
|
17,75
|
Eksp. Error
|
24
|
36,12
|
1,50
|
|
Total
|
35
|
351,66
|
88,15
|
Kesimpulan :
1) F test Konsentrasi = 16,63
F tabel 5%, (3,24) =
3,01.
F test > F tabel,
maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang
berbeda.
2)
Ftest
Ekstrak = 17,72
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang
berbeda.
Hari ke-9
Misalkan :
Factor A =
Konsentrasi
Factor B =
Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
11,8
|
16,5
|
11,3
|
10,46
|
50,06
|
11,8
|
11,2
|
18,32
|
10,76
|
52,08
|
|
11,8
|
11,75
|
18,4
|
7,94
|
49,89
|
|
Bawang
Putih
|
19,15
|
14,7
|
10,32
|
7,65
|
51,82
|
19,15
|
12,86
|
11,9
|
9,72
|
53,63
|
|
19,15
|
12,6
|
10,72
|
9,21
|
51,68
|
|
Ilalang
|
14,32
|
13,42
|
19,12
|
14,72
|
61,58
|
14,32
|
13,42
|
18,3
|
14,27
|
60,31
|
|
14,32
|
16,1
|
18,77
|
13,42
|
62,61
|
|
Total
|
135,81
|
122,55
|
137,15
|
98,15
|
493,66
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
|
Akasia
|
35,4
|
39,45
|
48,02
|
29,16
|
152,03
|
Bawang
Putih
|
57,45
|
40,16
|
32,94
|
26,58
|
157,13
|
Ilalang
|
42,96
|
42,94
|
56,19
|
42,41
|
184,5
|
Total
B
|
135,81
|
122,55
|
137,15
|
98,15
|
493,66
|
Tabel ANOVA
|
||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
Konsentrasi
|
3
|
50,82
|
16,94
|
6,05
|
Ekstrak
|
2
|
109,04
|
54,52
|
27,26
|
Kons*Ekst
|
6
|
175,99
|
29,33
|
10,48
|
Eksp. Error
|
24
|
67,31
|
2,80
|
|
Total
|
35
|
403,16
|
93,89
|
Kesimpulan :
1) F test Konsentrasi = 6,05
F tabel 5%, (3,24) =
3,01.
F test > F tabel,
maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang
berbeda.
2)
Ftest
Ekstrak = 27,26
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang
berbeda.
Hari ke-10
Misalkan :
Factor A =
Konsentrasi
Factor B =
Ekstrak Alelopati Tumbuhan
Tabel. Rata-rata Tiap Ulangan
Faktor
B
|
Faktor
A
|
Jumlah
|
|||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
||
Akasia
|
12,3
|
18,65
|
12,41
|
11,32
|
54,68
|
12,3
|
12,37
|
20,21
|
11,32
|
56,2
|
|
12,3
|
12,12
|
20,19
|
8,25
|
52,86
|
|
Bawang
Putih
|
20,27
|
16,86
|
11,43
|
8,55
|
57,11
|
20,27
|
14,57
|
12,57
|
10,82
|
58,23
|
|
20,27
|
13,72
|
11,82
|
10,32
|
56,13
|
|
Ilalang
|
15,43
|
14,55
|
21,02
|
15,87
|
66,87
|
15,43
|
17,25
|
19,32
|
15,34
|
67,34
|
|
15,43
|
18,73
|
21,83
|
14,56
|
70,55
|
|
Total
|
144
|
138,82
|
150,8
|
106,35
|
539,97
|
Tabel. Jumlah Tiap Ekstrak
Faktor
B
|
Faktor
A
|
|||||||||
0
M
|
1
: 7 M
|
1
: 14 M
|
1
: 21 M
|
Total
A
|
||||||
Akasia
|
36,9
|
43,14
|
52,81
|
30,89
|
163,74
|
|||||
Bawang
Putih
|
60,81
|
45,15
|
35,82
|
29,69
|
171,47
|
|||||
Ilalang
|
46,29
|
50,53
|
62,17
|
45,77
|
204,76
|
|||||
Total
B
|
144
|
138,82
|
150,8
|
106,35
|
539,97
|
|||||
Tabel ANOVA
|
||||||||||
Source
|
df
|
SS
|
MS
|
Ftest
|
||||||
Konsentrasi
|
3
|
79,18
|
26,39
|
6,60
|
||||||
Ekstrak
|
2
|
129,56
|
64,78
|
16,20
|
||||||
Kons*Ekst
|
6
|
199,74
|
33,29
|
8,32
|
||||||
Eksp. Error
|
24
|
96,05
|
4,00
|
|||||||
Total
|
35
|
504,53
|
120,07
|
|||||||
Kesimpulan :
1) F test Konsentrasi = 6,60
F tabel 5%, (3,24) =
3,01.
F test > F tabel,
maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti bahwa
terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada konsentrasi ekstrak yang
berbeda.
2)
Ftest
Ekstrak = 16,20
F tabel 5%, (2,24) = 3,40.
F test > F
tabel, maka mempunyai cukup bukti untuk menolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman pada pemberian ekstrak yang
berbeda.
Objek yang digunakan pada percobaan
ini adalah biji kacang hijau, ekstrak bawang putih, estrak daun akasia, dan
ekstrak ilalang. Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu cawan
petri, kertas saring Whatman #4, corong penyaring, blender, mortar, alu, kertas
merang, pisau/ gunting, penggaris/ benang meteran, dan labu ukur. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah akar ilalang, umbi bawang putih, daun akasia, dan biji
kacang hijau. Prosedur percobaan yaitu dipilih
biji kacang hijau yang baik. Cawan petri
berjumlah 4 buah yang telah diberi kertas merang disiapkan. Ekstrak akar
ilalang, daun akasia, dan bawang putih dibuat dengan cara bagian tumbuhan tersebut
dihaluskan dengan blender, mortar dan alu, atau digunting halus. Ekstrak atau
hasil rendaman bagian tumbuhan tersebut dibuat dengan akuades dengan perbandingan antara
bagian tumbuhan dan air 1 : 7, 1 : 14, dan 1 : 21. Dibiarkan selama 24 jam lalu
disaring dengan menggunakan alat penyaring. Larutan ekstrak ini digunakan
sebagai perlakuan. Selanjutnya, masing-masing 10 biji kacang hijau diletakkan
ke dalam petridish dan dilakukan perlakuan pada kacang hijau dengan cara
petridish yang berisi kacang hijau diberi
5 ml akuades, petridish yang berisi kacang hijau diberi 5 ml ekstrak ilalang dengan ekstrak
perbandingan 1 :7, 1 : 14, dan 1 : 2. Hal yang sama diulangi dengan menggunakan
ekstrak akasia dan bawang putih. Kemudian, petridish dengan kacang hijau
ditambahkan 5 ml ekstrak akasia, petridish dengan kacang hijau ditambahkan 5 ml
ekstrak bawang putih. Dibuat 3 kali ulangan. Perkecambahan biji-biji tersebut
diamati setiap hari selama 10 hari dan diamati pertumbuhan kecambahnya dengan
mengukur panjang kecambah.persen perkecambahan ditentukan. Hasil pengamatan
dibandingkan dengan menggunakan RAL dan RAL faktorial. Alelopati
merupakan sebuah fenomena yang berupa bentuk interaksi antara makhluk hidup
yang satu dengan makhluk hidup lainnya melalui senyawa kimia
(Rohman, 2001). Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Rohman (2001) alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan. Dalam Rohman (2001) disebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji). Lebih lanjut dijelaskan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati. Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Namun kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan alelopat, saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau C4). Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa dosis ekstrak tanaman allelopati (bawang putih, ilalang, dan daaun akasia) yang diberikan terhadap biji kacang hijau yang dijadikan sebagai objek percobaan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari biji pada saat perkecambahan ini. Kebanyakan biji yang diberikan dosis ekstrak tanaman allelopati yang tinggi sebagiannya mati. Namun sebaliknya pada biji yang diberi perlakukan dengan dosis ekstrak allelopati yang tidak terlalu tinggi perkecambahannya tergolong besar. Hal ini menandakan bahwa ekstrak dari tanaman allelopati ini sangat mempengaruhi perkecambahan dari biji percobaan. Biji-biji yang dijadikan sebagai objek percobaan terlihat rusak karena diberi perlakuan dengan ekstrak tanaman allelopati. Dalam prinsipnya Allelopati merupakan pengaruh yang bersifat merusak, menghambat, merugikan dan dalam keadaan kondisi tertentu dapat juga menguntungkan. Dimana pengaruh ini terjadi pada perkecambahan, pertumbuhan maupun pada saat metabolisme tanaman. Pengaruh ini disebabkan oleh adanya senyawa kimia yang di lepaskan oleh suatu tanaman ke tanaman yang lainnya. Ini dapat terjadi demikian, mungkin karena tanaman kacang hijau lebih tahan terhadap zat kimia yang dikeluarkan oleh tanaman allelopati tertentu sedangkan tanaman jagung spesiesnya tidak tahan terhadap zat allelopati yang dikeluarkan oleh tanaman tertentu. Dalam kejadian ini terlihat bahwa adanya persaingan tanaman untuk mempertahankan hidup dari zat-zat yang bersifat allelopati yang dikeluarkan oleh tanaman lain uyang bersifat merusak. Dalam persaingan antara individu-individu dari jenis yang sama atau jenis yang berbeda untuk memperebutkan kebutuhan-kehbutuhan yang sama terhadap faktor-faktor pertumbuhan, kadang-kadang suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari anaknya sendiri. Peristiwa semacam ini disebut allelopati. Allelopati terjadi karena adanya senyawa yang bersifat menghambat. Senyawa tersebut tergolong senyawa sekunder karena timbulnya sporadis dan tidak berperan dalam metabolisme primer organisme organisme. Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya . Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran. Alelopati tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini. Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.
(Rohman, 2001). Sedangkan menurut Odum (1971) dalam Rohman (2001) alelopati merupakan suatu peristiwa dimana suatu individu tumbuhan yang menghasilkan zat kimia dan dapat menghambat pertumbuhan jenis yang lain yang tumbuh bersaing dengan tumbuhan tersebut. Istilah ini mulai digunakan oleh Molisch pada tahun 1937 yang diartikan sebagai pengaruh negatif dari suatu jenis tumbuhan tingkat tinggi terhadap perkecambahan, pertumbuhan, dan pembuahan jenis-jenis lainnya. Kemampuan untuk menghambat pertumbuhan tumbuhan lain merupakan akibat adanya suatu senyawa kimia tertentu yang terdapat pada suatu jenis tumbuhan. Dalam Rohman (2001) disebutkan bahwa senyawa-senyawa kimia tersebut dapat ditemukan pada jaringan tumbuhan (daun, batang, akar, rhizoma, bunga, buah, dan biji). Lebih lanjut dijelaskan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat terlepas dari jaringan tumbuhan melalui berbagai cara yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati. Tumbuhan yang bersifat sebagai alelopat mempunyai kemampuan bersaing yang lebih hebat sehingga pertumbuhan tanaman pokok lebih terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Namun kuantitas dan kualitas senyawa alelopati yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat dipengaruhi oleh kerapatan tumbuhan alelopat, macam tumbuhan alelopat, saat kemunculan tumbuhan alelopat, lama keberadaan tumbuhan alelopat, habitus tumbuhan alelopat, kecepatan tumbuh tumbuhan alelopat, dan jalur fotosintesis tumbuhan alelopat (C3 atau C4). Dari percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa dosis ekstrak tanaman allelopati (bawang putih, ilalang, dan daaun akasia) yang diberikan terhadap biji kacang hijau yang dijadikan sebagai objek percobaan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari biji pada saat perkecambahan ini. Kebanyakan biji yang diberikan dosis ekstrak tanaman allelopati yang tinggi sebagiannya mati. Namun sebaliknya pada biji yang diberi perlakukan dengan dosis ekstrak allelopati yang tidak terlalu tinggi perkecambahannya tergolong besar. Hal ini menandakan bahwa ekstrak dari tanaman allelopati ini sangat mempengaruhi perkecambahan dari biji percobaan. Biji-biji yang dijadikan sebagai objek percobaan terlihat rusak karena diberi perlakuan dengan ekstrak tanaman allelopati. Dalam prinsipnya Allelopati merupakan pengaruh yang bersifat merusak, menghambat, merugikan dan dalam keadaan kondisi tertentu dapat juga menguntungkan. Dimana pengaruh ini terjadi pada perkecambahan, pertumbuhan maupun pada saat metabolisme tanaman. Pengaruh ini disebabkan oleh adanya senyawa kimia yang di lepaskan oleh suatu tanaman ke tanaman yang lainnya. Ini dapat terjadi demikian, mungkin karena tanaman kacang hijau lebih tahan terhadap zat kimia yang dikeluarkan oleh tanaman allelopati tertentu sedangkan tanaman jagung spesiesnya tidak tahan terhadap zat allelopati yang dikeluarkan oleh tanaman tertentu. Dalam kejadian ini terlihat bahwa adanya persaingan tanaman untuk mempertahankan hidup dari zat-zat yang bersifat allelopati yang dikeluarkan oleh tanaman lain uyang bersifat merusak. Dalam persaingan antara individu-individu dari jenis yang sama atau jenis yang berbeda untuk memperebutkan kebutuhan-kehbutuhan yang sama terhadap faktor-faktor pertumbuhan, kadang-kadang suatu jenis tumbuhan mengeluarkan senyawa kimia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari anaknya sendiri. Peristiwa semacam ini disebut allelopati. Allelopati terjadi karena adanya senyawa yang bersifat menghambat. Senyawa tersebut tergolong senyawa sekunder karena timbulnya sporadis dan tidak berperan dalam metabolisme primer organisme organisme. Alelokimia pada tumbuhan dilepas ke lingkungan dan mencapai organisme sasaran melalui penguapan, eksudasi akar, pelindian, dan atau dekomposisi. Setiap jenis alelokimia dilepas dengan mekanisme tertentu tergantung pada organ pembentuknya dan bentuk atau sifat kimianya . Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran. Alelopati tentunya menguntungkan bagi spesies yang menghasilkannya, namun merugikan bagi tumbuhan sasaran. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerah-daerah tertentu, sehingga populasi hunian umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penghasil alelokimia. Dengan adanya proses interaksi ini, maka penyerapan nutrisi dan air dapat terkonsenterasi pada tumbuhan penghasil alelokimia dan tumbuhan tertentu yang toleran terhadap senyawa ini. Proses pembentukkan senyawa alelopati sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan, habitat, atau dalam hal lainnya.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang dilakukan
dapat diketahui bahwa proses pembentukkan senyawa alelopati
sungguh merupakan proses interaksi antarspesies atau antarpopulasi yang
menunjukkan suatu kemampuan suatu organisme untuk mempertahankan kelangsungan
hidup dengan berkompetisi dengan organisme lainnya, baik dalam hal makanan,
habitat, atau dalam hal lainnya. Alelopati merupakan interaksi
antarpopulasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi
tumbuhnya populasi lain .
Allelopati terjadi karena adanya senyawa yang bersifat menghambat. Senyawa
tersebut tergolong senyawa sekunder karena timbulnya sporadis dan tidak
berperan dalam metabolisme primer organisme organisme.
DAFTAR
PUSTAKA
Einhellig, F. 1995. Allelopathy : Current status and future
goals. Washington DC: American Chemical Society.
Hairiah, K. 2001. Reclamation of Imperata Grassland using
Agroforestry.
(online). (http://www.icraf.cgiar.org/sea). Diakses tanggal 5 Desember 2014.
(online). (http://www.icraf.cgiar.org/sea). Diakses tanggal 5 Desember 2014.
Setyawati, N. 2001. Efikasi
alelopati teki formulasi cairan terhadap gulma. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. Vol III no 1 Hal : 16-24.
Sukman,
Y., & Yakub. 1991. Gulma dan Teknik
Pengendaliannya. Jakarta:
Rajawali Pers
Tetelay,
Febian. 2003. Pengaruh Allelopathy Acacia mangium wild terhadap Perkecambahan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus) dan Jagung (Zea mays).
Rohman,
Fatchur. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan.
Malang: Universitas Negeri
Malang.
Komentar
Posting Komentar